
Sayyid
Usman bin Aqil bin Yahya mengabdikan dirinya untuk berdakwah, mengajar dan
menulis. Beliau adalah guru agama yang dicari oleh masyarakat Betawi. Dua murid
yang berhasil dididik dan menjadi ulama besar adalah Guru Mugni dari Kuningan
dan Habib Ali bin Abdurrahman al Habsyi (Habib Ali Kwitang). Sayyid Usman bin
Aqil bin Yahya memulai pengajarannya di Mesjid Pekojan . Sayyid Usman bin Aqil
bin Yahyaa dalah ulama yang berjasa besar dalam pengajaran agama melalui media
cetak di kalangan masyarakat betawi dan memiliki percetakan sendiri di Tanah
Abang (kini disebut Petamburan).
Sayyid
Usman bin Aqil bin Yahya mengarang 126 buku mengenai pertanyaan yang timbul
tentang syariat Islam. Salah satu karya Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya adalah
buku berjudul Tawdih al
Adillat 'ala Syuruth Syuhud al Ahillat mengenai
cara penentuan hilal Ramadhan. Hal ini dilatarbelakangi pada tahun 1882, umat
Islam Jakarta terbagi dua dalam menuntukan awal puasa Ramadhan. Dalam buku Risalah Dua Ilmu Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya
membagi ulama menjadi dua macam, yaitu ulama dunia dan ulama akhirat. Yang
termasuk ulama dunia adalah ulama yang tidak ikhlas, materialistis, berambisi
dengan kedudukan, sombong dan angkuh. Ulama akhirat adalah ulama yang ikhlas,
tawadlu, yang berjuang mengamalkan ilmunya tanpa keinginan tertentu, hanya
mencari ridha Allah.
![]() |
Masjid Al-Abidin Duren Sawit |
![]() |
Pintu Masuk Makam Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya |
![]() |
Makam Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya |
![]() |
Menuju Makam Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya |
Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya yang terkenal
sangat anti gerakan Wahabi dan menganggap gerakan itu sangat radikal. Dalam
buku Mustika Pengarubuat Menyembuhkan Penyakit Keliru, Sayyid
Usman bin Aqil bin Yahya bahwa kaum Wahabi adalah paling berdusta. Setiap
memiliki pandangan dan dalam menyatakan sikapn yang tidak
setujunya, Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya selalu menuliskannya
lewat buku. Ia sangat tegas-keras dalam soal fikih menyebabkan Sayyid Usman bin
Aqil bin Yahya terlibat dalam berbagai polemik dengan sesama ulama, bahkan
dengan pemerintah Hindia Belanda. Pena dan mesin cetak litografi Syaid Usman telah menghasilkan
karya yang besar.
Wali Allah ini besar sekali kontribusinya terhadap Islam di
Nusantara. Dalam tulisannya di
harian De Locomotif edisi 11 Juli 1890, Snouck Hurgonje
menulis, ”Beberapa waktu lalu kami telah minta perhatian terhadap buah karya baru
Sayyid Uthman dari Betawi yang tak kenal lelah, yaitu serangkaian pelajaran
yang berguna yang ditujukannya buat orang-orang sebangsanya yang bermukim di
sini; dan untuk tujuan tersebut ditempelkannya di berbagai mesjid Betawi.
Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya wafat pada 21
Shafar 1331 H atau 19 Januari 1914, jenazahnya dimakamkan di TPU Karet,
Jakarta. Namun pada masa Gubernur Ali Sadikin saat ada penggusuran, makamnya
dipindahkan ke makam keluarga di Pondok Bambu. Sekarang makam wali
Allah, Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya masih terpelihara dengan baik di
sebelah selatan masjid Al-Abidin, Pondok Bambu, Jakarta Timur. Letak makam dari
waliyyullah ini adalah di Jalan Mesjid abidin (Jalan Perkebunan 4 apabila di
cari di googlemaps), Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Sayyid
Usman bin Yahya lahir di Pekojan, Jakarta Barat pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal
1238 H atau 1822 M. Ayahnya adalah Abdullah bin Aqil bin Syech bin
Abdurahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya.
Sedangkan ibunya adalah Aminah binti Syekh Abdurahman Al-Misri. Beliau pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah Haji, tetapi kemudian bermukim di sana selama 7 tahun dengan maksud memperdalam ilmunya.
Guru utama beliau adalah ayahnya sendiri. Sedangkan ketika berada di Mekah beliau belajar/berguru pada sayyid Ahmad Zaini Dahlan ( Mufti Mekah ). Pada tahun 1848 berangkat pula ke Hadramaut untuk balajar pada guru-gurunya :
1.Syekh Abdullah bin Husein bin Thahir
2.Habib Abdullah bin Umar bin Yahya
3. Habib Alwi bin Saggaf Al-Jufri
4.Habib Hasan bin Shaleh Al-Bahar.
Sedangkan ibunya adalah Aminah binti Syekh Abdurahman Al-Misri. Beliau pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah Haji, tetapi kemudian bermukim di sana selama 7 tahun dengan maksud memperdalam ilmunya.
Guru utama beliau adalah ayahnya sendiri. Sedangkan ketika berada di Mekah beliau belajar/berguru pada sayyid Ahmad Zaini Dahlan ( Mufti Mekah ). Pada tahun 1848 berangkat pula ke Hadramaut untuk balajar pada guru-gurunya :
1.Syekh Abdullah bin Husein bin Thahir
2.Habib Abdullah bin Umar bin Yahya
3. Habib Alwi bin Saggaf Al-Jufri
4.Habib Hasan bin Shaleh Al-Bahar.
Dari
Hadramaut Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya berangkat ke Mesir dan belajar
di Kairo walaupun hanya untuk 8 bulan. Kemudian Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya
meneruskan perjalanan lagi ke Tunis ( berguru pada Syekh Abdullah Basya ),
Aljazair ( belajar pada Syekh Abdurahman Al-Magribhi ), Istanbul, Persia dan
Syiria.
Maksud beliau berpergian dari satu negeri ke negeri lain adalah untuk memperoleh dan mendalami bermacam-macam ilmu seperti ilmu fiqh, tasawuf, tarikh, falak, dan lain-lain. Setelah itu kembali ke Hadramaut.
Maksud beliau berpergian dari satu negeri ke negeri lain adalah untuk memperoleh dan mendalami bermacam-macam ilmu seperti ilmu fiqh, tasawuf, tarikh, falak, dan lain-lain. Setelah itu kembali ke Hadramaut.
Tahun 1862 M./1279 H. kembali ke Batavia dan
menetap di Batavia hingga wafat pada tahun 1331 H./1913 M. Al-Habib Usman bin
Yahya diangkat menjadi Mufti menggantikan mufti sebelumnya, Syekh Abdul Gani
yang telah lanjut usianya, dan sebagai Adviseur Honorer untuk
urusan Arab ( 1899 – 1914 ) di kantor Voor Inlandsche Zaken.
0 comments:
Posting Komentar