Masjid
Jami Al-Mukarromah yang terletak di Jalan Lodan Raya, Kampung Bandan, Jakarta,
telah lama menjadi magnet para peziarah.
Gapura Masjid Al-Mukarromah |
Makam Keramat Kampung Bandan |
Saat
akhir pekan, tidak kurang 10 bus besar datang membawa para peziarah dari
berbagai daerah. Daya tarik utama dari masjid yang lebih dikenal dengan sebutan
Masjid Kramat Kampung Bandan ini adalah adanya makam tiga ulama besar asal
Batavia, yakni makam Al-Habib Mohammad Bin Umar Al-qudsi, Al-Habib Ali Bin
Abdurrahman Ba’alawi, dan Al-Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri.
Menurut Habib Alwi Bin Ali Asy-Syathri, Ketua
Masjid Kramat Kampung Bandan, ketiga makam tersebut adalah makam tertua yang
ada di Jakarta. Usia salah satu makam bahkan sudah mencapai 307 tahun. “Beliau
adalah wali-wali Allah yang mensyiarkan agama Islam di daerah ini pada
masanya,”
Al-Habib
Muhammad dimakamkan pada 1706, Habib Ali pada 1710, sementara Al-Habib
Abdurrahman dimakamkan 1908. “Perjuangan mereka sudah 350 tahun lebih dalam
mensyiarkan agama Islam,” tambah Habib Alwi.
Masjid
Al-Mukarromah yang dalam bahasa Arab berarti mulia atau yang dimuliakan
didirikan oleh Habib Abdurrahman bin Alwi Asy-Syathri pada 1879. Awalnya ia
mendapat amanat dari Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas untuk menelusuri dua
makam ulama besar yang ada di Batavia.
Setelah
ditemukan, ia kemudian diperintahkan untuk memeliharanya dan mendirikan tempat
ibadah di dekat makam tersebut. Habib Abdurrahman sendiri kemudian meninggal
1908.
“Di
tempat ini setiap hari selalu ada peziarah. Tapi yang paling ramai saat hari
libur. Malam Jum’at setelah shalat Isya juga banyak peziarah yang datang.
Biasanya mereka berada di masjid sampai Subuh,” kata Habib Alwi.
Para
peziarah yang datang umumnya berasal dari wilayah Jabodetabek. “Ada juga yang
dari Jawa Timur dan Pulau Sumatera,hingga mancanegara. Mereka sebagian besar
juga musafir,” terangnya.
Kemudian, karena adanya perkembangan penduduk
yang semakin bertambah, pada tahun 1947, bangunan ini diperluas menjadi sebuah
Masjid, yang bisa menampung banyak jamaah untuk beribadah dan para peziarah
makam.
“Dan sejak saat itulah, nama Masjid Kramat
Kampung Bandan, berganti menjadi Masjid Jami Al-Mukarromah,” kata Habib Alwi.
POHON
KURMA DAN SUMUR TUA
Para peziarah, umumnya datang dari wilayah
Jabodetabek. Namun, lanjutnya, saat hari libur tiba, tak jarang peziarah datang
dari seluruh penjuru negeri, seperti Kalimantan, Sumatera hingga Sulawesi.
“Banyak juga yang datang dari mancanegara.
Mereka ingin mengetahui sejarah makam tertua di Jakarta,” ujarnya.
Biasanya, ketika malam jumat, peziarah sudah
memenuhi Masjid dari sehabis maghrib. Mereka menggelar zikir dan doa hingga
subuh tiba. Sekitar 500 orang tiba di Masjid, dan harus bergantian untuk
berziarah.
Selain makam, Masjid ini pun memiliki keunikan
lain, yakni tumbuhnya tiga pohon kurma di area Masjid.
Habib Alwi menceritakan, pohon kurma yang telah
tumbuh sekitar 30 tahun ini, tumbuh dengan sendirinya.
Tidak hanya makam para wali-wali Allah, keberadaan pohon
Kurma yang selalu berbuah saat bulan Ramadan juga menjadi daya tarik
tersendiri. Bahkan banyak yang meminta buah dari pohon Kurma di Masjid Kramat
Kampung Bandan agar bisa mendapatkan keturunan.
“Alhamdulillah
atas seizin Allah, banyak yang berhasil mendapatkan keturunan setelah makan
buah kurma dari sini. Biasanya tahun depan mereka akan datang lagi sambil
membawa tetangga atau keluarga yang juga ingin mendapatkan keturunan,” papar
Habib Alwi.
Pohon ini pun berbuah setiap tahunnya. Saat
kurmanya masih muda, banyak orang yang mengambil, karena kurma muda ini
dipercaya dapat bermanfaat untuk kesuburan bagi pasangan-pasangan yang sulit
mendapatkan keturunan.
“Atas seizin Allah, hasilnya memang sudah
terbukti. Dari tahun ke tahun, mereka yang berhasil, memberi tahu dari mulut ke
mulut, mengajak keluarga dan kerabat, akhirnya yang datang bertambah. Jadi
habis dengan sendirinya, belum sampai matang sudah habis,” ujarnya.
Selain
itu, air yang bersumber dari sumur tua yang dibuat oleh salah satu wali, dipercaya
dapat menyembuhkan penyakit, Saat musim kemarau tiba, air di sumur tetap
berlimpah, Padahal daerah di sekitarnya mengalami kesulitan air bersih, Rasanya
yang tawar pun membuat air ini dirasa memiliki kemiripan dengam air zam-zam. Saat
ini, sumur tersebut telah ditutup dan berada di bagian bawah, dalam masjid.
“Sumur sengaja tidak diperlihatkan. Kami tidak
mau membahayakan keimanan para jamaah. Karena beberapa kali sempat ada yang
berzikir di air itu,” ujarnya.
Tapi
Habib Alwi selalu mengarahkan bahwa apapun manfaat yang didapat dari buah Kurma
dan air dari sumur tua, itu semua karena ada karomah atau kemuliaan dari para
wali-wali Allah yang makamnya terdapat di areal masjid, sehingga tidak
membahayakan keimanan para peziarah. “Manfaat yang mereka dapatkan tentunya
juga atas seizin Allah,” tambahnya.
Minimnya Perhatian Dari Pemerintah
Sejak didirikan sekitar 134 tahun yang lalu, Masjid Kramat sudah mengalami tiga kali pemugaran. Ada bangunan baru di bagian depan, sementara masjid tuanya tetap dipertahankan tanpa mengubah bentuk aslinya.
Sejak didirikan sekitar 134 tahun yang lalu, Masjid Kramat sudah mengalami tiga kali pemugaran. Ada bangunan baru di bagian depan, sementara masjid tuanya tetap dipertahankan tanpa mengubah bentuk aslinya.
“Luas
tanah masjid ini sebetulnya hamper 1 hektar. Namun sejak 1970-an sudah mulai
banyak digarap warga pendatang untuk dijadikan tempat tinggal. Kami hanya bisa
mempertahankan 30 persennya saja, sementara sisanya yang 70 persen sudah
dijadikan lahan pemukiman warga,” sesal Habib Alwi.
Pada
1998, Pemprov DKI Jakarta akhirnya membangun tembok pembatas di sekeliling area
masjid agar sisa lahan yang ada tidak semakin berkurang.
Pemprov
DKI Jakarta sendiri pada 1972, telah memasukkan Masjid Keramat Kampung Bandan
sebagai salah satu cagar budaya yang bangunannya harus dilindungi. Namun
menurut Habib Alwi, perhatian pemerintah terhadap masjid ini sangat kurang.
“Kita
selalu berharap adanya perhatian dari pemerintah DKI. Tapi selama ini yang kami
rasakan sangat kurang, hanya setahun sekali saja ada kunjungan. Padahal masjid
ini juga butuh dana untuk pemeliharaan. Untungnya masih ada infaq dari para
warga dan peziarah sehingga masjid ini masih tetap bisa terawat,” kata dia.
Habib
Alwi menambahkan, terakhir kali Pemprov DKI memberi bantuan untuk renovasi
ringan berupa penggantian kayu-kayu masjid. “Tapi itu sudah 13 tahun lalu,
setelah itu tidak pernah lagi,” ujar dia. Padahal menurutnya, kapasitas masjid
sudah tidak bisa lagi menampung jamaah yang datang, terutama saat Shalat Jumat.
Semoga Bermanfaat
0 komentar:
Posting Komentar