Sabtu, 06 April 2019

Riwayat Syekh Asnawi bin H Addurrahman

Syekh Asnawi bin H Addurrahman
K.H. Syekh Asnawi yakni seorang ulama besar yang gigih penuh dedikasi menyerahkan jiwa raganya untuk kepentingan umat manusia, kebanyakan orang memanggil dengan sebutan “Mama Asnawi” yang telah mengayomi masyarakat yang dianalogikan sebagai pohon beringin.
Menurut ceritanya beliau adalah salah seorang yang menyebarkan agama Islam di daerah Banten. Sekarang tinggal peninggalannya berupa Maqom Auliyaillah, beliau memang seorang ulama pejuang dari Caringin yang sekarang banyak berdatangan wisatawan berziarah untuk mengetahui sejauh mana sepak terjang beliau didalam pengislamisasian masyarakat khususnya di Banten.
K.H. Syekh Asnawi lahir di Kampung Caringin sekitar tahun 1850 M, ayah beliau bernama Abdurrahman dan ibunya bernama Ratu Sabi’ah dan merupakan keturunan ke-17 dari Sultan Ageng Mataram atau Raden Fattah. Sejak umur 9 tahun Ayahnya telah mengirim K.H. Syekh Asnawi ke Mekkah untuk memperdalam agama Islam. Di Mekkah beliau belajar dengan Ulama kelahiran Banten yang telah termasyhur namanya bernama Syech Nawawi Al-Bantani.
Karena kecerdasan yang di miliki beliau dengan mudah mampu menyerap berbagai disiplin ilmu yang telah di berikan oleh gurunya. Setelah dirasa cukup lama menimba ilmu dari sang guru yang bernama Syech Nawawi Al Bantani maka K.H. Syekh Asnawi Tanara Banten menyuruh muridnya K.H. Syekh Asnawi untuk pulang ketanah air untuk mensyiarkan agama Allah ini.
Sekembalinya dari Mekkah, K.H. Syekh Asnawi mulai melakukan dakwah ke berbagai daerah, karena kepiawaian dalam berdakwah dan ilmu yang dimilikinya nama K.H. Syekh Asnawi mulai ramai dikenal serta dibicarakan orang, beliau menjadi sosok ulama yang menjadi panutan masyarakat khususnya Banten. Pada saat itupula tanah air kita masih di kuasai Penjajah Belanda.
Rusaknya moral dan mental masyarakat Banten pada waktu itu membuat menjadi garang serta menyulut kobaran api kemerdekaan pada setiap dakwahnya. K.H. Syekh Asnawi sering mendapat ancaman oleh pihak-pihak yang merasa kebebasannya terusik. Banten yang terkenal dengan jawara-jawaranya yang memiliki ilmu kanuragan dari dahulu terkenal sangat sadis dan bengis, dapat ditaklukkan oleh K.H. Syekh Asnawi, dan berkat beliau kegigihan dan perjuangannya menjadi terkenal sebagai Ulama dan Jawara yang sakti yang sangat disegani oleh kaum Penjajah Belanda.
K.H. Syekh Asnawi dalam melakukan dakwahnya juga mengobarkan semangat Nasionalisme anti penjajah kepada masyarakat hingga akhirnya K.H. Syekh Asnawi ditahan di Tanah Abang di asingkan ke Cianjur oleh Belanda selama kurang lebih satu tahun dengan tuduhan melakukan pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda, Apa yang dilakukan K.H. Syekh Asnawi mendapat dukungan penuh dari rakyat dan dan para ulama lainnya, seperti para bangsawan dan para jawara.
Semenjak runtuhnya kesultanan Banten, terjadi sejumlah pemberontakan yang sebagian besar dipimpin oleh tokoh-tokoh agama. Seperti, pemberontakan di Pandeglang tahun 1811 yang dipimpin oleh Mas Jakaria, peristiwa Cikande Udik tahun 1845, pemberontakan Wakhia tahun 1850, peristiwa Usup tahun 1851, peristiwa Pungut tahun 1862, kasus Kolelet tahun 1866, kasus Jayakusuma tahun 1868 dan yang paling terkenal adalah Geger Cilegon tahun 1888 yang dipimpin oleh KH. Wasid.
Selama di pengasingan K.H. Syekh Asnawi tetap melakukan Dakwah mengajarkan Al-Qur’an dan Tarekat kepada masyarakat sekitar dan setelah dirasa aman K.H. Syekh Asnawi kembali ke kampungnya di Caringin untuk melanjutkan perjuangan mensyiarkan Islam dengan mendirikan Madrasah Masyarikul Anwar dan Masjid Syalafiah Caringin sekitar tahun 1884 Mesjid Caringin ditandai oleh denah empat persegi panjang, pada keempat sisinya terdapat serambi.
Arsitektur Masjid dipengaruhi oleh unsur arsitektur lokal, terlihat dari bentuk atapnya dan ditopang oleh arsitektur asing terlihat pada bentuk jendela serta pintu dalam dengan ukuran relatif besar juga pilar-pilar yang mengelilingi Masjid. Menurut cerita bahwa Kayu masjid tersebut berasal dari sebuah pohon Kalimantan yang di bawa oleh K.H. Syekh Asnawi ke Caringin dahulu pohon tersebut tidak bisa di tebang kalaupun bisa di tebang beberapa saat pohon tersebut muncul kembali hingga akhirnya K.H. Syekh Asnawi berdoa memohon kepada Allah agar diberi kekuatan dan pohon tersebut dapat di tebang serta kayunya dibawa K.H. Syekh Asnawi ke Caringin untuk membangun Masjid.
Tahun 1937 K.H. Syekh Asnawi berpulang ke Rahmtulloh dan meninggalkan 23 anak dari lima Istri (Hj.Ageng Tuti halimah, HJ sarban, Hj Syarifah, Nyai Salfah dan Nyai Nafi’ah) dan di maqomkan di "Masjid Syalafiah Caringin", hingga kini Masjid Syalafiah Caringin dan maqom beliau tak pernah sepi dari para peziarah baik dari sekitar Banten maupun dari berbagai daerah di tanah air banyak pengalaman menarik dari peziarah yang melakukan i’tikaf di masjid tersebut seperti yang diungkap oleh salah seorang jamaah sewaktu melakukan i’tikaf terlihat pancaran cahaya memenuhi ruangan Masjid yang berusia hampir 200 tahun tersebut. Semoga Bermanfaat

 

6 komentar:

  1. mohon untuk pemda setempat untuk memperhatikan kembali peninggalan sejarah islam ini. karena sekarang para pengurus2 sudah tidak benar/menyalahkan prosedur. mereka mengemis dengan secara paksa. setiap atau para peziarah dari wilayah mana saja berkunjung selalu dikenakan biaya pembangunan mesjid yg sudah ditentukan nilainya serta secara paksa.

    BalasHapus
  2. Assalamu'alakum, Memang perlu peran pemda setempat untuk lebih memperhatian berbagai tempat situs sejarah dan cagar wisata di sekitar Banten, banyaknya pungutan liar dan pemaksaan kepada peziarah yang berkunjung membuat menjadi tidak nyaman, semoga hal ini bisa kita sampaikan kepada pemda banten setempat untuk membersihkan pungli pungli yg mengatasnamakan shohibul maqom

    BalasHapus
  3. tolong sampaikan ke pemda setempat untuk menindak oknum tersebut saya merasa malu dan sangat sedih dengan tingkah laku oknum tersebut yang mengatas namakan shohibul maqom dan saya juga mendengar keluh kesah para pedang sekitar yang merasa tidak nyaman akan tingkah laku oknum tersebut,

    dulu sepertinya tidak seperti ini,

    dan sekali lagi kasihan shohibul maqom atas tingkah laku mereka,

    baru kemarin saya mengunjungi maqom

    semoga Allah selalu berada disisi Al - Maghfirah KH Asnawi bin Abdurrahman.

    aminnn

    BalasHapus
  4. Sebelumnya saya mohon maaf bila komentar saya tidak berkenan di hati pembaca. Memang benar bahwa bbrp tempat ziaroh di kawasan jawa barat banyak "gangguan" yg mengurangi kenyamanan penziarah. Mohon kiranya pengelola menertibkan agar lebih tenang dan tentram suasana makam. Makasih.

    BalasHapus
  5. Senada dengan yang lain bulan ini saya sudah ziarah ke beberapa makam para aulia. Karawang, Pamijahan, Banten, Caringin, dan Pulau Cangkir. Masalahnya sama Pengelola Makam atau zuriat shohibul makam yang membiarkan pungli yang berkedok zariah.

    BalasHapus
  6. Senada dengan yang lain. Hemat saya penyelesaian ada ditangan shohibul makam. Untuk menjaga keberkahan dan karomah leluhurnya tentunya dengan kebersihan hati dan keimanan yang kuat zuriat shohibul makam harus berani membersihkan makam dan menata sebaik mungkin area makam terutama praktek pungli dengan dalih zariah atau shodaqoh.
    #Afwan tidak berniat menyakiti hati siapapun.

    BalasHapus