Minggu, 07 April 2019

Sejarah Batik di Indonesia

Sejarah Batik di Indonesia awalnya berasal dari peninggalan nenek moyang masyarakat Jawa dan terkait erat dengan perkembangan Kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa pada masa itu. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada zaman Kesultanan Mataram, lalu berlanjut pada zaman Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

Kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit dan terus berkembang sampai kerajaan berikutnya beserta raja-rajanya. Kesenian batik secara umum meluas di Indonesia dan secara khusus di pulau Jawa setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. 

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga kerajaan di Indonesia zaman dahulu. Awalnya kegiatan membatik hanya terbatas dalam keraton saja dan batik dihasilkan untuk pakaian raja dan keluarga pemerintah dan para pembesar. Oleh
karena banyak dari pembesar tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar dari keraton dan dihasilkan pula di tempatnya masing-masing.
Lama kelamaan kesenian batik ini ditiru oleh rakyat jelata dan selanjutnya meluas sehingga menjadi pekerjaan kaum wanita rumah tangga untuk mengisi waktu luang mereka.

Bahan-bahan pewarna yang dipakai ketika membatik terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila. Bahan sodanya dibuat dari soda abu, sedangkan  garamnya dibuat dari tanah lumpur.



PERKEMBANGAN MEMBATIK
Pada perkembangannya, sejarah dari batik itu sendiri telah menarik perhatian dari pembesar Kerajaan Majapahit. Pada saat itu juga pembuatan batik telah berkembang. Bahan yang awalnya dari kulit dan sebagainya sekarang berganti menjadi kain putih atau kain yang berwarna terang. Karena dirasa dari kain putih itu sendiri motif yang didapat lebih tahan lama dan bisa digunakan untuk pemanfaatan yang lebih luas.
 
Motifnya juga bukan hanya berkisar pada hewan dan tumbuhan saja. Tapi sekarang motif-motif seperti motif abstrak, motif candi, motif awan, motif wayang beber dan lain sebagainya, telah digunakan pada zaman itu, yaitu pada saat berdirinya Kerajaan Majapahit.

Pada motif batik itu sendiri juga masih belum bervariasi. Corak dan motifnya masih dominan dengan bentuk tanaman dan binatang. Para pengerajin batik juga masih tidak terlalu banyak. Saat itu membuat batik hanya digunakan sebagai kesenangan pengerajin sendiri.
Dari awal sejarah batik tersebut, akhirnya menyebar luas keseluruh penjuru kerajaan lain. Karena terkenalnya batik tersebut, akhirnya para pembesar dari Kerajaan Mataram, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak dan kerajaan-kerajaan setelahnya menjadikan batik sebagai simbol budaya.

Tapi pada saat Islam datang dan telah mempengaruhi banyak dari masyarakat, motif batik yang berbentuk binatang sudah ditiadakan. Karena kain batik yang berbentuk binatang dianggap menyalahi syariat Islam. Sehingga motif tersebut sudah dihapus dan ditiadakan. Kecuali bila pembuatannya disamarkan menggunakan lukisan-lukisan lain.
Batik Indonesia menjadi semakin terkenal setelah memperoleh pengakuan dari UNESCO yang memutuskan Batik Indonesia sebagai warisan pusaka dunia dan salah satu warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan Non Bendawi. Pengakuan
ini dilaksanakan secara resmi pada sidang UNESCO di Abu Dhabi pada tanggal 2 Oktober 2009 menjadi tonggak penting untuk eksistensi Batik di dunia internasional. Dalam rentang waktu sangat panjang batik hadir di bumi Nusantara. Batik sudah ada sejak zaman nenek moyang Indonesia.

Kata batik berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: amba, yang bermakna ‘menulis’ dan titik, yang bermakna ‘titik’. Walaupun kata batik berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa teknik membatik kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilanka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes, arkeolog Belanda, dan F.A. Sutjipto, sejarawan Indonesia, percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme, tetapi diketahui memiliki tradisi kuno membuat batik.

Jika dilihat dari awal sejarah batik adalah bermula sejak abad ke-17 Masehi. Pada saat itu batik masih ditulis dan dilukis hanya pada daun lotar dan papan rumah adat.

G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Adapun detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan Buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.

Sementara pada legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin, menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan dia hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Kemudian keempat lembar kain tersebut ditafsirkan sebagai batik.

Dalam literatur Eropa, teknik batik pertama kali diceritakan dalam buku History of Java, London, 1817 tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda, Van Rijekevorsel, memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19. Saat itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.

Kemudian sejak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, Adapun pada batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Hugh Clifford merekam industri membatik ini hingga menghasilkan kain pelangi dan kain telepok.

Pada akhirnya batik merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia, khususnya Jawa. Sejak masa lampau, para perempuan menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian. Sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan. Hingga ditemukannya “Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke bidang ini. Kemudian terjadi fenomena batik pesisir yang memiliki garis maskulin hingga bisa terlihat pada corak “Mega Mendung”. Bagi masyarakat di daerah pesisir ini, pekerjaan membatik merupakan sebuah kelaziman bagi kaum lelaki.

Berbicara tradisi membatik, pada mulanya batik merupakan tradisi yang turun-temurun dari masyarakat Jawa. Boleh jadi, terkadang untuk suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Adapun batik Cirebon bermotif makhluk laut dan pengaruh Tionghoa.

Dalam sejarah Indonesia, batik kemudian menjadi busana yang dikenakan oleh para tokoh, mulai dari masa sebelum kemerdekaan hingga sekarang. Di awal tahun 80-an, dalam diplomasi ke luar negeri, Presiden Soeharto mengatakan batik sebagai warisan nenek moyang Indonesia, terutama masyarakat Jawa yang hingga kini dikenakan oleh berbagai kalangan dan usia. 
Dengan pengakuan UNESCO dan ditetapkannya Hari Batik Nasional setiap tanggal 2 Oktober semakin menempatkan Batik tak hanya budaya Indonesia, tapi jati diri dan indentitas bangsa indonesia. 

Secara teknik batik Indonesia dinilai sarat simbol, dan budaya yang terkait erat dengan kehidupan masyarakat itu sendiri. Dengan begitu batik yang asli dari Indonesia ini tidak bisa diklaim oleh negara lain. Karena sebelumnya batik pernah diklaim sebagai warisan nenek moyang negara lain.

Batik Indonesia sudah dikenal luas di seluruh penjuru Mancanegara. Bukan hanya terkenal oleh orang-orang Jawa, batik itu sendiri sudah menyebar di semua pulau yang ada di Indonesia.

Baju yang bermotif batik pun bukan lagi hanya di pakai oleh orang Jawa. Sekarang kain batik sendiri telah dianggap pakaian resmi yang cocok untuk dipakai dalam acara apapun. Bahkan bukan hanya orang yang berkebangsawan, anak muda di seluruh Indonesia juga sering menggunakan baju bermotif batik.

0 komentar:

Posting Komentar