Assalamu’alaikum
Wr,Wb.
Mungkin
sebagian dari para orang tua sering menyebut kata NAKAL ketika seorang anak
agak bandel atau susah di nasihati, namun sebagai orang tua kita juga harus
menjaga lisannya dari penyebutan Nakal karena akan berdampak kepada pikiran
anak tersebut seperti:
“Anak saya
ini nakal sekali”, kata seorang ibu.
“Kamu itu memang anak nakal”, kata seorang bapak.
“Kamu itu memang anak nakal”, kata seorang bapak.
Kalimat itu sering kita dengarkan dalam kehidupan sehari-hari. Sangat sering kita mendengar orang tua menyebut anaknya dengan istilah nakal, padahal kadang maksudnya sekadar mengingatkan anak agar tidak nakal. Namun apabila anak konsisten mendapatkan sebutan nakal, akan berpengaruh pada dirinya.
Predikat-predikat
buruk memang cenderung memiliki dampak yang buruk pula. Nakal adalah predikat
yang tak diinginkan oleh orang tua, bahkan oleh si anak sendiri. Namun,
seringkali lingkungan telah memberikan predikat itu kepada si anak: “kamu anak
nakal”, “kamu anak kurang ajar”, “kamu
anak susah diatur”, dan lain sebagainya. Akibatnya, si anak merasa divonis.
Hindari
Sebutan Nakal
Jika tuduhan
nakal itu diberikan berulang-ulang oleh banyak orang, akan menjadikan anak
yakin bahwa ia memang nakal. Bagaimanapun nakalnya si anak, pada mulanya
tuduhan itu tidak menyenangkan bagi dirinya. Apalagi, jika sudah sampai menjadi
bahan tertawaan, cemoohan, dan ejekan, akan sangat menggores relung hatinya
yang paling dalam. Hatinya luka. Ia akan berusaha melawan tuduhan itu, namun
justru dengan tindak kenakalannya yang lebih lanjut.
Hendaknya orang
tua menyadari bahwa mengingatkan kesalahan anak tidak identik dengan memberikan
predikat “nakal” kepadanya. Nakal itu di telinga siapa pun yang masih waras senantiasa
berkesan negatif. Siapa tahu, anak menjadi nakal justru lantaran diberi
predikat “nakal” oleh orang tua atau lingkungannya!.
Mengingatkan
kesalahan anak hendaknya dengan bijak dan kasih sayang. Bagaimanapun, mereka
masih kecil. Sangat mungkin melakukan kesalahan karena ketidaktahuan, atau
karena sebab-sebab yang lain. Namun, apa pun bentuk kenakalan anak, biasanya
ada penyebab yang bisa dilacak sebagai sebuah bahan evaluasi diri bagi para
pendidik dan orang tua.
Banyak kisah
tentang anak-anak kecil yang cacat atau meninggal di tangan orang tuanya
sendiri. Cara-cara kekerasan yang dipakai untuk menanggulangi kenakalan anak
seringkali tidak tepat. Watak anak sebenarnya lemah dan bahkan lembut. Mereka
tak suka pada kekerasan. Jika disuruh memilih antara punya bapak yang galak
atau yang penyabar lagi penyayang, tentu mereka akan memilih tipe kedua.
Artinya, hendaknya orang tua berpikiran “tua” dalam mendidik anak-anaknya, agar
tidak salah dalam mengambil langkah.
Sekali lagi,
jangan cepat memberi predikat negatif. Hal itu akan membawa dampak psikologis
yang traumatik bagi anak. Belum tentu anak yang sulit diatur itu nakal, bisa
jadi justru itulah tanda-tanda kecerdasan dan kelebihannya dibandingkan anak
lain. Hanya saja, orang tua biasanya tidak sabar dengan kondisi ini.
Ungkapan
bijak Dorothy Law Nolte dalam syair Children Learn What They Live berikut bisa
dijadikan sebagai bahan perenungan:
-Bila anak sering dikritik, ia belajar mengumpat
-Bila anak sering dikasari, ia belajar berkelahi
-Bila anak sering diejek, ia belajar menjadi pemalu
-Bila anak sering dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
-Bila anak sering dimaklumi, ia belajar menjadi sabar
-Bila anak sering disemangati, ia belajar menghargai
-Bila anak mendapatkan haknya, ia belajar bertindak adil
-Bila anak merasa aman, ia belajar percaya
-Bila anak mendapat pengakuan, ia belajar menyukai dirinya
-Bila anak diterima dan diakrabi, ia akan menemukan cinta.
Cara Pandang
Positif
Hendaknya
orang tua selalu memiliki cara pandang positif terhadap anak. Jika anak sulit
diatur, maka ia berpikir bahwa anaknya kelebihan energi potensial yang belum
tersalurkan. Maka orang tua berusaha untuk memberikan saluran bagi energi
potensial anaknya yang melimpah ruah itu, dengan berbagai kegiatan yang
positif. Selama ini anaknya belum mendapatkan alternatif kegiatan yang memadai
untuk menyalurkan berbagai potensinya.
Dengan cara
pandang positif seperti itu, orang tua tidak akan emosional dalam menghadapi
ketidaktertiban anak. Orang tua akan cenderung introspeksi dalam dirinya, bukan
sekadar menyalahkan anak dan memberikan klaim negatif seperti kata nakal. Orang
tua akan lebih lembut dalam berinteraksi dengan anak-anak, dan berusaha untuk
mencari jalan keluar terbaik. Bukan dengan kemarahan, bukan dengan kata-kata
kasar, bukan dengan pemberian predikat nakal. “Kamu anak baik dan shalih.
Tolong lebih mendengar pesan ibu ya Nak”, ungkapan ini sangat indah dan
positif.
“Bapak bangga punya anak kamu. Banyak potensi kamu miliki. Jangan ulangi lagi perbuatanmu ini ya Nak”, ungkap seorang bapak ketika ketahuan anaknya bolos sekolah.
Semoga kita mampu menjadi orang tua yang bijak dalam membimbing, mendidik dan mengarahkan tumbuh kembang anak-anak kita. Hentikan sebutan nakal untuk mendidik anak-anak.
Semoga
bermanfaat.
Wassalamu’alaikum
Wr,Wb.
0 komentar:
Posting Komentar