Sabtu, 23 Maret 2019

Sejarah Musik Gambang Kromong

sejarah-awal-gambang-kromong
Gambang kromong merupakan seni kebudayaan Betawi yang sampai saat ini masih terus dilestarikan, kesenian ini sering dimainkan pada acara-acara resmi dan pesta rakyat, tahukah anda tentang asal usul gambang kromong??  mari kita bahas dari mana sebenarnya kesenian ini berasal.

Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong (masa jabatan 1736-1740)

Pada abad ke 17 banyak imigran china yang datang ke tanah betawi dan mereka memperkenalkan kesenian tersebut ke masyarakat adalah seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat Belanda bernama Nie Hoe Kong yang memperkenalkan kesenian tersebut kepada masyarakat lokal.

Gambang kromong awalnya dimainkan hanya dengan sebuah alat musik gesek bernama Tehyan, Kongahyan dan Sukong, seiring berjalannya waktu dan ada ketertarikan masyarakat lokal akan kesenian tersebut maka berkembanglah kesenian tersebut dimasyarakat betawi.

Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah alat musik tabuh atau perkusi, yaitu gambang dan kromong.  gambang alat musik yang berasal dari kayu yang di jejerkan sebanyak 18 buah, sedangkan Kromong alat musik yang dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah.

Bilahan gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu, manggarawan atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Tangga nada yang digunakan dalam gambang kromong adalah tangga nada pentatonik Cina, yang sering disebut salendro Cina atau salendro mandalungan. Instrumen pada gambang kromong terdiri atas gambang, kromong, gong, gendang, suling, kecrek, dan sukong, tehyan, atau kongahyan sebagai pembawa melodi. 

Orkes gambang kromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek yaitu sukong, tehyan, dan kongahyan. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. 

Di samping lagu-lagu yang menunjukkan sifat pribumi, seperti lagu-lagu Dalem (Klasik) berjudul: Centeh Manis Berdiri, Mas Nona, Gula Ganting, Semar Gunem, Gula Ganting, Tanjung Burung, Kula Nun Salah, dan Mawar Tumpahdan sebagainya, dan lagu-lagu Sayur (Pop) berjudul: Jali-jali, Stambul, Centeh Manis, Surilang, Persi, Balo-balo, Akang Haji, Renggong Buyut, Jepret Payung, Kramat Karem, Onde-onde, Gelatik Ngunguk, Lenggang Kangkung, Sirih Kuning dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya, seperti Kong Ji Liok, Sip Pat Mo, Poa Si Li Tan, Peh Pan Tau, Cit No Sha, Ma Cun Tay, Cu Te Pan, Cay Cu Teng, Cay Cu Siu, Lo Fuk Cen, dan sebagainya. 

Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang kromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai lawannya.

Gambang kromong merupakan musik Betawi yang paling merata penyebarannya di wilayah budaya Betawi, baik di wilayah DKI Jakarta sendiri maupun di daerah sekitarnya (Jabotabek). Jika terdapat lebih banyak penduduk peranakan Tionghoa dalam masyarakat Betawi setempat, terdapat lebih banyak pula grup-grup orkes gambang kromong. Di Jakarta Utara dan Jakarta Barat, misalnya, terdapat lebih banyak jumlah grup gambang kromong dibandingkan dengan di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

0 komentar:

Posting Komentar