PENELITIAN MAKAM BERSEJARAH DI HUTAN KOTA UNIVERSITAS INDONESIA, SITUS SEJARAH YANG TERKURUNG" DI UJUNG SELATAN JAKARTA (Waliyullah Mastur "Di Tengah Lautan Ilmu", Syekh Abdurrahman bin Abdullah Al-Maghribi)
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa jika di dalam kawasan Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, terdapat makam seorang ulama besar yang bernama Syekh Abdurrahman bin Abdullah Al-Maghribi atau Mbah Takol.
Karena prosedur masuk ke wilayah ini sudah saya ketahui, dalam perjalanan yang kedua ini, saya meminta izin untuk bisa masuk kepada pihak keamanan yang ada di daerah tersebut.
Untuk masuk ke wilayah ini sebaiknya kita melapor kepada pihak Keamanan yang menjaga keberadaan Hutan Kota Universitas Indonesia ini, pihak tersebut adalah Satuan Pengamanan dari Dinas Pertanian PEMDA DKI yang berada di depan jalan besar Hutan Kota. Ada baiknya kita juga melapor kepada pihak keamanan UI yang posisinya bersebelahan dengan Satuan Pengamanan Dinas Pertanian Pemda DKI. Perlu diketahui walaupun UI masuk wilayah Depok Jawa Barat, namun keberadaan Hutan Kota UI justru masuk wilayah Jakarta Selatan. Karena Hutan UI ini dikelola Dinas Pertanian Pemda DKI maka keberadaan makam Keramat Syekh Abdurrahman masuk bagian wilayah Jakarta.
Tidak sulit untuk menemukan lokasi makam-Nya jika anda ingin datang berziarah kesana, anda bisa juga menanyakan lokasi makam kepada pihak security kampus Universitas Indonesia. Jika berada di dalam komplek Universitas Indonesia, anda tinggal menuju kearah pintu keluar. Tapi, terus menyisir jalur yang paling kiri, hingga menemukan pos keamanan milik Perhutani DKI Jakarta Selatan, disebelah kanan jalan.
Tepat diseberang jalan ada, pengunjung bakal melihat jalan setapak untuk masuk ke Makam bersejarah di Hutan Kota Universitas Indonesia itu.
Di dalam kompleks pemakaman Mbah Takol ini banyak makam, namun pada makam inti ada 4 makam (makam inti yang didalam rumah dengan cat hijau) yakni:
1. Syekh Abdurrahman bin Abdullah Al-Maghribi
2. Kyai Mojo
3. Nyi Dasimah
4. Syekh Jalaludin Al-Maghribi
1. Syekh Abdurrahman bin Abdullah Al-Maghribi
2. Kyai Mojo
3. Nyi Dasimah
4. Syekh Jalaludin Al-Maghribi
Di samping paling kanan dari arah pintu masuk adalah Nyi Dasimah dari Cirebon, kemudian ditengahnya ada makam Kyai Mojo (bukan Kyai Mojo yang dekat dengan Pangeran Diponegoro). Sementara di depan makam ketiganya, ada satu makam yang bernama Syekh Jalaludin Al-Maghribi.
Sosok Mbah Masri (Juru Kunci Makam)
Dari informasi Mbah Masri (juru kunci makam) beliau biasa dipanggil ABAH atau kadang dipanggil AKI. Dengan ramah beliau mempersilahkan kami duduk di depan teras makam. Abah yang kami temui ini ternyata adalah sosok yang ramah dan sederhana, beliau adalah pensiunan TNI AD. Sebelum ziarah, seperti biasa kami terlebih dahulu memperkenalkan diri sekaligus mengungkapkan tujuan kedatangan kami. Abah sangat senang mendengar tujuan kami yang ingin menggali sejarah makam bersejarah ini.
Sekalipun kami sudah mengtahui nama makam ini, Abah kemudian juga menceritakan secara singkat sosok yang akan kami ziarahi ini. Menurut Abah, beliau yang dimakamkan disini bernama Syekh Abdurrahman bin Abdullah Al-Maghribi.
Beliau mempunyai gelar MBAH TAKOL yang menurut Abah bermakna, “Orang yang selalu berpindah-pindah dalam melakukan dakwah”.
Ajaran yang dikembangkan Syekh Abdurrahman Al-Maghribi, menurut Abah tidak jauh berbeda seperti yang diajarkan ulama-ulama terdahulu. Abah mengatakan kalau makam ini tergolong makam tua di wilayah Jakarta. Keberadaan makam ini juga pernah membuat beberapa orang Jawa Timur penasaran. Beberapa orang tersebut bahkan mengatakan jika Syekh Abdurrahman ini masih berkaitan dengan keluarga “AL-MAGHRIBI” yang banyak terdapat di Jawa Timur. Memang jika menilik nama laqob “AL-MAGHRIBI" menunjukkan jika nama tersebut identik dengan keluarga besar Walisongo. Namun jangan lupa gelar Al-Magribi ini juga sering disematkan kepada keluarga keturunan Sayyidina Hasan yang berasal dari Maroko. Kita perlu tahu kalau Al-Maghribi itu adalah nama lain Maroko pada masa lalu.
Terus terang masuk ke sekitar makam ini, kami seperti masuk kampung Betawi tempo dulu, disitu masih ada sumur tua, disitu masih masak dengan kayu bakar dan kiri kanan semuanya adalah pohon-pohonan, suara serangga masih banyak terdengar, satu minggu saya juga betah di tempat seperti ini, hanya saja nyamuknya luar biasa ramahnya.
Dalam beberapa obrolan kami dengan Abah, menurut beliau keberadaan makam Syekh Abdurrahman bin Abdullah Maghribi. Alhamdulillah sampai saat ini masih terjaga dan bertahan dengan baik ditengah bangunan-bangunan kampus Universitas Indonesia.
Dari Abah kami banyak mendapat informasi penting tentang keberadaan makam Syekh Abdurrahman bin Abdullah Al-Magribi ini. Menurut beliau Syekh Abdurrahman Al-Maghribi adalah penyebar agama Islam yang berada di kawasan Universitas Indonesia, dahulu sebelum berdirinya Universitas Indonesia kawasan ini adalah merupakan pemukiman warga Betawi yang kental dengan nilai keislamannya.
Ini dibuktikan dengan masih banyaknya makam-makam yang berada di sekitar makam Syekh Abdurrahman. Menurut Abah perubahan wilayah disekitar makam terjadi pada tahun 70an, dan pada beberapa tahun kemudian pemukiman tersebut harus berakhir setelah berdirinya Universitas Indonesia.
Saya sempat bertanya kepada Abah, “Abah apa betul makam ini mau digusur...?”.
Abah menjawab dengan santai, “Ah tidak benar itu bang..sambil senyum” (Abah memang kocak orangnya).
Menurut Abah Makam Syekh Abdurahman memang tidak digusur namun demikian kepedulian dari pihak yang berwenang dirasa masih kurang. Sebagai sebuah situs sejarah, menurut Abah makam ini harusnya diurus dan dipelihara keberadaannya oleh Dinas-dinas yang terkait, seperti misalnya Dinas Sejarah atau pihak Universitas Indonesia sendiri. Walau bagaimanapun Syekh Abdurrahman adalah sosok yang berjasa dalam penyebaran agama Islam di wilayah dimana Universitas Indonesia kini berdiri. Abah sendiri sudah berapa kali berusaha agar situs makam ini diperhatikan oleh pihak yang terkait, namun sampai saat ini tanggapan belum ada yang serius, namun walaupun demikian, Abah masih setia merawat makam dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu anda tidak usah heran kalau melihat lingkungan disini, bersih, asri dan rindang.
Menurut Abah kalau datang ke tempat makam seperti Waliyullah Syekh Abdurrahman, jangan meminta yang macam-macam, cukup berdoa dan juga mengenang kembali akan jasa beliau dalam menyebarkan agama Islam. Abah mengatakan ajaran Syekh Abdurrahman Al-Maghribi tidaklah neko-neko. Ajarannya cukup singkat, “Jalani saja Islam secara baik dan sempurna”.
Sampai saat ini menurut Abah makam ini tidak pernah sepi dari ziarah. Ada saja yang datang. Bahkan pernah juga ada serombongan polisi yang datang ketempat ini untuk menyelesaikan sebuah kasus. Ketika mereka datang ke tempat ini, justru mereka merasa nyaman karena memang suasana di tempat ini sepi dan tenang. Mereka bahkan kemudian memasak dan makan di tempat ini. Ada juga yang pernah beberapa hari nginap karena merasa tempat ini menjadikan dirinya tenang. Memang jika datang ketempat ini, rasanya berbeda, selain sepi suasanan hijau membuat kita jadi lebih nyaman. Yang penting menurut Abah, bagi yang ingin kesini harus dengan niat yang benar dan tidak lupa juga melapor kepada pihak keamanan agar keberadaannya bisa diketahui. Intinya sopan santun dan etika tetap harus dijaga.
Pada kesempatan ziarah beberapa minggu yang lalu, kebetulan kami tidak
dapat masuk ke dalam rumah yang ada makam Mbah Takol-nya, karena
dikunci, dan kuncennya tidak ada ditempat. Sehingga kami bertawasul dan
berdoa kepada Allah SWT dari teras rumah tersebut.
Septian Salah satu Petugas Perhutani DKI Jakarta, mengungapkan bahwa Mbah Masri kini sedang terbaring lemah alias sakit. "Sejak tiga bulan lalu. Dirawat di Garut. Sakit jantung" cetus dia.
Semenjak Mbah Masri dirawat, tak ada yang mengurus makam. Termasuk memberikan penjelasan seputar sosok Mbah Takol kepada para peziarah.
0 komentar:
Posting Komentar