Rabu, 31 Mei 2017

Ragam puasa sunnah

Ragam puasa sunnah
Ada beberapa macam puasa yang di sunnahkan untuk kita kerjakan, saya sengaja akan menuliskannya di bawah ini semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca bukuKu ini. Amiin.

1.Puasa Senin Kamis
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ

“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya).

Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau mengatakan,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih).

Niat puasa hari senin:

نَوَّيْتُ صَوْمَ يَوْمُ الْاِثْنَيْنِ سُنَةً لِلّٰهِ تَعَالٰى

Nawwaitu shouma yaumul itsnaini sunnatan lillaahi ta’aalaa.
“Saya niat puasa hari Senin, Sunnah karena Allah ta’ala.”

Niat puasa hari kamis:

نَوَّيْتُ صَوْمَ يَوْمُ الخَمِيْسْ سُنَةً لِلّٰهِ تَعَالٰى
Nawwaitu shouma yaumul khomis sunnatan lillaahi ta’aalaa.
“Saya niat puasa hari Kamis, sunnah karena Allah ta’ala.”

2. Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah/ Ayyamul bidh (Tanggal 13,14,15 H)
Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap bulannya, pada hari apa saja.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata,

أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
“Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: [1] berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2] mengerjakan shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1178).

Mu’adzah bertanya pada Aisyah,

أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَتْ نَعَمْ. قُلْتُ مِنْ أَيِّهِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ كَانَ لاَ يُبَالِى مِنْ أَيِّهِ صَامَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

“Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berpuasa tiga hari setiap bulannya....?” Aisyah menjawab, “Iya.” Mu’adzah lalu bertanya, “Pada hari apa beliau melakukan puasa tersebut..?” Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya semau beliau).” (HR. Tirmidzi no. 763 dan Ibnu Majah no. 1709. Shahih).

Namun, hari yang utama untuk berpuasa adalah pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal dengan ayyamul biid.[2] Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, beliau berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.” (HR. An Nasai no. 2345. Hasan).

Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda padanya:

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

“Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Hasan).

Niat Puasa Ayyamul bidh:

نَوَّيْتُ صَوْمَ اَيَّامُ الْبِيْضْ سُنَةً لِلّٰهِ تَعَالٰى
Nawwaitu shouma ayyamul bidh sunnatan lillaahi ta’aalaa
“Saya niat pusa pada hari-hari putih, sunnah karena Alloh ta’aalaa”.


3. Puasa Daud
Cara melakukan puasa Daud adalah sehari berpuasa dan sehari tidak. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

أحَبُّ الصِّيَامِ إلى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَأحَبُّ الصَّلاةِ إِلَى اللهِ صَلاةُ دَاوُدَ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ الليل، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا وَيَصُوْمُ يَوْمًا

“Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari no. 3420 dan Muslim no. 1159).


Niat Puasa Daud:

نَوَّيْتُ صَوْمَ دَاوُدَ سُنَةً لِلّٰهِ تَعَالٰى
Nawwaitu shouma dawuda sunnatan lillaahi ta’aalaa.
“Saya niat puasa Daud, sunnah karena Alloh ta’aalaa”

Dari Abdullah bin Amru radhiyallahu anhuma, ia berkata:
أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنِّى أَقُولُ وَاللَّهِ لأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ . فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « أَنْتَ الَّذِى تَقُولُ وَاللَّهِ لأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ » قُلْتُ قَدْ قُلْتُهُ . قَالَ « إِنَّكَ لاَ تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ ، وَقُمْ وَنَمْ ، وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا ، وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ » . فَقُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ » . قَالَ قُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ . قَالَ « فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا ، وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَهْوَ عَدْلُ الصِّيَامِ » . قُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « لاَ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ


Disampaikan kabar kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa aku berkata; "Demi Allah, sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku akan shalat malam sepanjang hidupku”. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya kepadanya (Abdullah bin Amru): “Benarkah kamu yang berkata; “Sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku pasti akan shalat malam sepanjang hidupku...?". Kujawab; “Demi bapak dan ibuku sebagai tebusannya, sungguh aku memang telah mengatakannya”. Maka Beliau berkata: “Sungguh kamu pasti tidak akan sanggup melaksanakannya. Akan tetapi berpuasalah dan berbukalah, shalat malam dan tidurlah dan berpuasalah selama tiga hari dalam setiap bulan karena setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa dan itu seperti puasa sepanjang tahun". Aku katakan: “Sungguh aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah”. Beliau berkata: “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah selama dua hari”. Aku katakan lagi: “Sungguh aku mampu yang lebih dari itu”. Beliau berkata: “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah sehari, yang demikian itu adalah puasa Nabi Allah Daud alaihi salam yang merupakan puasa yang paling utama”. Aku katakan lagi: “Sungguh aku mampu yang lebih dari itu”. Maka beliau bersabda: “Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu”. (HR. Bukhari no. 3418 dan Muslim no. 1159).

Ibnu Hazm mengatakan, “Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang dari melakukan puasa lebih dari puasa Daud yaitu sehari puasa sehari tidak.”.

Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengatakan, “Puasa seperti puasa Daud, sehari berpuasa sehari tidak adalah lebih afdhol dari puasa yang dilakukan terus menerus (setiap harinya).”.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan tidak merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai ia melakukan puasa ini sampai membuatnya meninggalkan amalan yang disyari’atkan lainnya. Begitu pula jangan sampai puasa ini membuatnya terhalangi untuk belajar ilmu agama. Karena ingat, di samping puasa ini masih ada ibadah lainnya yang mesti dilakukan. Jika banyak melakukan puasa malah membuat jadi lemas, maka sudah sepantasnya tidak memperbanyak puasa. ... Wallahul Muwaffiq.”

4. Puasa di Bulan Sya’ban
Aisyah radhiyallahu anha mengatakan:

لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

“Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156).


Dalam lafazh Muslim, Aisyah radhiyallahu anha mengatakan:

كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً

“Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156).

Yang dimaksud disini adalah berpuasa pada mayoritas harinya (bukan seluruh harinya) sebagaimana diterangkan oleh Az-Zain ibnul Munir. Para ulama berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib.


Niat Puasa Sya’ban:
نَوَّيْتُ صَوْمَ شَهْرِ شَعْبَانْ سُنَةً لِلّٰه تَعَالٰى
Nawwaitu shouma syahri sya’baan sunnatan lillaahi ta’aalaa
“Saya niat puasa bulan sya’ban, sunnah karena Alloh ta’aalaa”


5. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164).


Niat Puasa Syawal:

نَوَّيْتُ صَوْمَ شَهْرِ شَوَّالْ سُنَةً لِلّٰهِ تَعَالٰى
Nawwaitu shouma syahri syawwal sunnatan lillaahi ta’aalaa.
“Saya niat puasa syawal, sunnah karena Alloh ta’aalaa”


6. Puasa di Awal Dzulhijah (Tarwiyah)
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
"Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah)." Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah..?" Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968. Shahih).

Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya. Di antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan puasa.

Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu alaihi wasallam mengatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari Asyura (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya...” (HR. Abu Daud no. 2437. Shahih).


Niat Puasa Tarwiyah:

نَوَّيْتُ صُوْمَ تَرْوِيَهْ سُنَةً لِلّٰهِ تَعَالٰى

Nawwaitu shouma tarwiyah sunnatan lillaahi ta’aalaa
“Saya niat puasa tarwiyah, sunnah karena Alloh ta’aalaa”

7. Puasa Arofah
Puasa Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qotadah Al-Anshoriy berkata:

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arofah...? Beliau menjawab, ”Puasa Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa Asyura..? Beliau menjawab, ”Puasa Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162).

Sedangkan untuk orang yang berhaji tidak dianjurkan melaksanakan puasa Arofah. Dari Ibnu Abbas, beliau berkata:
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَفْطَرَ بِعَرَفَةَ وَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ أُمُّ الْفَضْلِ بِلَبَنٍ فَشَرِبَ
“Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak berpuasa ketika di Arofah. Ketika itu beliau disuguhkan minuman susu, beliau pun meminumnya.” (HR. Tirmidzi no. 750. Hasan shahih).

Niat Puasa Arofah:

نَوَّيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَةً لِلّٰهِ تَعَالٰى
Nawwaitu shouma arofah sunnatan lillaahi ta’aalaa
“Saya niat puasa arofah, sunnah karena Alloh ta’aala”


8. Puasa Muharram (10 Muharram)
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163).

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Hadits ini merupakan penegasan bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram.”

Keutamaan puasa Asyura sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Qotadah diatas. Puasa Asyura dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Namun Nabi shallallahu alaihi wasallam bertekad diakhir umurnya untuk melaksanakan puasa Asyura tidak bersendirian, namun di ikut sertakan dengan puasa pada hari sebelumnya yaitu (9 Muharram). Dimana tujuannya adalah untuk menyelisihi puasa Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam melakukan puasa hari Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ ». قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan, “Apabila tiba tahun depan insya Allah (jika Allah menghendaki) kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134).

Jadi untuk melakukan puasa Asyura 10 Muharram harus di mulai dari tanggal 9,10,11 Muharram, dimana hal itu untuk membedakan dengan hari raya orang yahudi.

Niat Puasa Muharram:

نَوَّيْتُ صَوْمَ عَشُرَ سُنَةً لِلّٰهِ تَعَالٰى
Nawwaitu shouma asyuro sunnatan lillaahi ta’aalaa
“Saya niat puasa asyuro, sunnah karena Alloh ta’aalaa”


9. Puasa Rajab
Di awal atau saat memasuki bulan Rajab, sebagian saudara kita ada yang menyebarkan info bahwa puasa Rajab tanggal 1 akan menghapus dosa selama 3 tahun, tanggal 2 akan menghapus dosa 2 tahun, tanggal 3 akan menghapus dosa 1 tahun, tanggal 4 akan menghapus dosa selama 1 bulan, dan amal di bulan rajab akan diberi pahala 70 kali lipat. Adakah anjuran secara khusus puasa awal Rajab..?

Hadits Tentang Puasa Rajab
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits yang menunjukkan keutamaan puasa Rajab secara khusus tidaklah shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya.” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 213).

Ibnu Rajab menjelaskan pula, “Sebagian salaf berpuasa pada bulan haram seluruhnya (bukan hanya pada bulan Rajab saja). Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Ibnu Umar, Al Hasan Al Bashri, dan Abu Ishaq As Sabi’iy. Ats Tsauri berkata, “Bulan haram sangat kusuka berpuasa di dalamnya.” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 214).

Ibnu Rajab kembali berkata, “Tidak dimakruhkan jika seseorang berpuasa Rajab namun disertai dengan puasa sunnah pada bulan lainnya”. Demikian pendapat sebagian ulama Hambali.

Seperti misalnya ia berpuasa Rajab disertai pula dengan puasa pada bulan haram lainnya. Atau bisa pula dia berpuasa Rajab disertai dengan puasa pada bulan Sya’ban. Sebagaimana telah disebutkan bahwa Ibnu Umar dan ulama lainnya berpuasa pada bulan haram (bukan hanya bulan Rajab saja). Ditegaskan pula oleh Imam Ahmad bahwa siapa yang berpuasa penuh pada bulan Rajab, maka saja ia telah melakukan puasa dahr yang terlarang (yaitu berpuasa setahun penuh).” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 215).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Setiap hadits yang membicarakan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malam (seperti shalat setelah Maghrib pada malam-malam pertama bulan Rajab), itu berdasarkan hadits dusta.” (Al Manar Al Munif, hal. 49).

Penulis Fiqh Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata, “Adapun puasa Rajab, maka ia tidak memiliki keutamaan dari bulan haram yang lain. Tidak ada hadits shahih yang menyebutkan keutamaan puasa Rajab secara khusus. Jika pun ada, maka hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil pendukung.” (Fiqh Sunnah, 1: 401).

Sebagaimana dinukil oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah (1: 401), Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Tidak ada dalil yang menunjukkan keutamaan puasa di bulan Rajab atau menjelaskan puasa tertentu di bulan tersebut. Begitu pula tidak ada dalil yang menganjurkan shalat malam secara khusus pada bulan Rajab. Artinya, tidak ada dalil shahih yang bisa jadi pendukung.”

Syaikh Sholih Al-Munajjid hafizhohullah berkata, “Adapun mengkhususkan puasa pada bulan Rajab, maka tidak ada hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya atau menunjukkan anjuran puasa saat bulan Rajab. Yang dikerjakan oleh sebagian orang dengan mengkhususkan sebagian hari di bulan Rajab untuk puasa dengan keyakinan bahwa puasa saat itu memiliki keutamaan dari yang lainnya, maka tidak ada dalil yang mendukung hal tersebut.” (Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 75394).


Puasa Hari Tertentu dari Bulan Rajab
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia pernah ditanya, “Diketahui bahwa di bulan Rajab dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Apakah puasa tersebut dilakukan di awal, di tengah ataukah di akhir.”

Jawaban dari para ulama yang duduk di komisi tersebut, “Yang tepat, tidaklah ada hadits yang membicarakan puasa khusus di bulan Rajab selain hadits yang dikeluarkan oleh An Nasa-i dan Abu Daud, hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dari hadits Usamah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah pernah melihatmu berpuasa yang lebih bersemangat dari bulan Sya’ban.” Beliau bersabda, “Bulan Sya’ban adalah waktu saat manusia itu lalai, bulan tersebut terletak antara Rajab dan Ramadhan. Bulan Sya’ban adalah saat amalan diangkat pada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karenanya, aku suka amalanku diangkat sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Ahmad 5: 201, An Nasai dalam Al Mujtaba 4: 201, Ibnu Abi Syaibah (3: 103), Abu Ya’la, Ibnu Zanjawaih, Ibnu Abi ‘Ashim, Al Barudi, Sa’id bin Manshur sebagaimana disebutkan dalam Kanzul ‘Amal 8: 655).
            Nah bila saudara pembaca mau berpuasa rajab, berpuasalah semata-mata karena Allah dan biarlah Alloh sendiri yang membalas puasa yang telah kita lakukan.


Niat Puasa Rajab:

نَوَّيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَجَبِ سُنَةً لِلّٰهِ تَعَالٰى
Nawwaitu shouma syahri rojabi sunnatan lillaahi ta’aalaa
“Saya niat puasa rajab, sunnah karena Alloh ta’aala”

 10. Puasa Hajat
            Puasa Hajat adalah puasa yang dilakukan bila seseorang ingin memohon kepada Alloh agar segala doa dan harapan yang diminta terkabul. Seperti agar lulus ujian, mau melamar kerja, agar mudah mencari rizki, dan lain sebagainya. Puasa hajat dapat dikerjakan kapanpun asal waktu yang di larang untuk berpuasa.


Niat Puasa Hajat:

نَوَّيْتُ صَوْمَ غَدِنْ لِقَضَعِلْ حَجَاتِ سُنَةً لِلّٰهِ تَعَالٰ
Nawwaitu shouma ghodin liqodho’il hajaati sunnatan lillaahi ta’aalaa
“Saya niat puasa agar dilaksanakan segala hajat, sunnah karena Alloh ta’aala”


Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah
Pertama: Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ.

“Pada suatu hari, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai makanan...?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju).” Maka beliau pun berkata, “Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.” (HR. Muslim no. 1154).

An-Nawawi memberi judul dalam Shahih Muslim, “Bab, Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur. ”

Kedua: Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.

Ketiga: Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 لاَ تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” (HR. Bukhari no. 5192 dan Muslim no. 1026).

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman tersebut karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap harinya. Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.”[13] Beliau rahimahullah menjelaskan pula, “Adapun jika si suami bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di sisi istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya.”

Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada pembaca buku ini untuk beramal sholih.


SEDANG HARI YANG DI LARANG UNTUK BERPUASA
1. Dua Hari Raya.
Dari Abi Sa’id Al-Khudlriyyi R.a.: Bahwasanya Rasulullah SAW. telah melarang puasa pada dua hari : hari Idul Fithri dan hari Idul Adha (HR. Muttafaq’alaih).

Para ulama telah sepakat atas haramnya berpuasa pada kedua hari raya baik puasa fardu maupun puasa sunnah berdasakan hadis Umar ra “Sesungguhnya Rasulullah saw melarang puasa pada kedua hari ini. Adapun hari raya Idul fitri ia merupakan hari berbuka dari puasamu sedang hari raya Idul adha maka makanlah hasil kurbanmu.”

2. Hari-Hari Tasyriq 11, 12 dan 13 Dzulhijjah
Dari Nubaitsah Al-Hudzali R.a. ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “Hari-hari tasyriq itu adalah hari makan dan minum, dan hari dzikir kepada Allah Azza wa Jalla”. (HR. Muslim)

Haram berpuasa pada hari-hari tasyriq yaitu tiga hari berturut-turut setelah hari raya Idul adha berdasakan riwayat Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah mengutus Abdullah bin Hudzaifah berkeliling kota Mina utk menyampaikan “Janganlah kamu berpuasa pada hari ini krn ia merupakan hari makan minum dan berzikir kepada Allah.”

3.Berpuasa pada Hari Jumat secara Khusus Hari Jumat merupakan hari raya mingguan bagi umat Islam. Oleh sebab itu agama melarang berpuasa pada hari itu. Akan tetapi jumhur berpendapat bahwa larangan itu berarti makruhbukan menunjukkan haram kecuali jika seseorang berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya atau sesuai dgn kebiasaannya atau secara kebetulan bertepatan pada hari Arafah atau hari Asyura maka tidaklah makruh berpuasa pada hari Jumat itu.

Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah SAW masuk ke rumah Juwairiyah binti Harits pada hari Jumat sedang ia sedang berpuasa. Lalu Nabi bertanya kepadanya “Apakah engkau berpuasa kemarin...?” Dia menjawab “Tidak” dan besok apakah engkau bermaksud ingin berpuasa...? “Tidak” jawabnya. Kemudian Nabi bertanya lagi dia menjawab tidak pula. “Kalau begitu berbukalah sekarang!” . Diriwayatkan pula dari Amir al-Asy’ari dia berkata Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya hari Jumat itu merupakan hari rayamu karena itu janganlah kamu berpuasa pada hari itu kecuali jika kamu berpuasa sebelum atau sesudahnya!”. Ali R.a berpesan “Siapa yg hendak melakukan perbuatan sunnah di antaramu hendaklah ia berpuasa pada hari Kamis dan jangan berpuasa pada hari Jumat karena ia merupakan hari makan dan minum serta zikir.” (HR Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang hasan).

 Menurut riwayat Bukhari dan Muslim yang diterima dari Jabir ra bahwa Nabi SAW bersabda “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jumat kecuali jika disertai oleh satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya.” Dan menurut lafal Muslim “Janganlah kamu mengkhususkan malam Jumat di antara malam-malam itu buat bangun beribadah dan jangan kamu khususkan hari Jumat itu di antara hari-hari lain untuk berpuasa kecuali bila bertepatan dengan puasa yang dilakukan oleh salah seorang di antaramu!”

4.Berpuasa pada Hari Sabtu secara Khusus Larangan berpuasa pada hari ini didasarkan pada dalil yang telah dipadukan dari dalil-dalil yang membolehkan puasa pada hari Sabtu dan dalil-dalil yang melarang puasa pada hari itu. Di antara dalil itu adalah hadits Busr seperti di bawah ini.

Dari Busr as-Sulami dari saudara perempuannya ash-Shamma bahwa Rasulullah SAW bersabda “Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu kecuali karena diwajibkan kepada kamu. Dan seandainya seseorang di antaramu tidak menemukan kecuali kulit anggur atau bungkal kayu hendaklah dimamahnya makanan itu!”.

Turmudzi mengatakan hadits tersebut Hasan seraya berkata “Dimakruhkan disini maksudnya ialah jika seseorang mengkhususkan hari Sabtu untuk berpuasa karena orang-orang Yahudi membesarkan hari Sabtu.” Dari Ummu Salamah dia berkata “Nabi SAW lebih banyak melakukan puasa pada hari-hari Sabtu dan Minggu daripada hari-hari yang lainnya dan beliau bersabda “Kedua hari itu merupakan hari besar orang-orang musyrik maka saya ingin berbeda dengan mereka.” (HR Ahmad Baihaqi Hakim dan Ibnu Khuzaimah seraya keduanya yang terakhir ini menyatakan sah. Berdasarkan bermacam-macam hadits ini Syekh Albani berpendapat “Dari sini maka tampaklah dengan jelas bahwa kedua macam ini membolehkan. Maka jika dilakukan kompromi antara hadits-hadits yang membolehkan dengan hadits ini bisa ditarik kesimpulan bahwa hadits ini lebih didahulukan daripada hadits-hadits yang membolehkan. Demikian juga sabda Nabi SAW kepada Juwairiyah “Apakah kamu akan berpuasa besok...?” dan yang semakna dengan sabda ini adalah dalil yang membolehkan juga maka tetap lebih mendahulukan hadits yang melarang daripada Sabda Nabi SAW kepada Juwairiyah ini.”

5. Berpuasa pada Hari yang diragukan Dari Ammar bin Yasir ra berkata “Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukannya berarti ia telah durhaka kepada Abul Qasim”. Menurut Turmudzi hadits ini hasan lagi shahih dan menjadi amalan bagi kebanyakan ulama. Hadits itu juga merupakan pendapat Sufyan Tsauri Malik bin Anas Abdullah ibnu Mubarok Syafi’i Ahmad serta Ishak. Kebanyakan mereka berpendapat jika hari yg dipuasakannya itu termasuk bulan Ramadhan hendaklah ia mengqadha satu hari sebagai gantinya. Dan jika ia berpuasa pada hari itu karena kebetulan bertepatan dengan kebiasaannya maka hukumnya boleh tanpa dimakruhkan. Dari Abu Hurairah R.a Nabi SAW bersabda “Janganlah kamu mendahului puasa Ramadhan itu dengan sehari dua hari kecuali jika bertepatan dengan hari yang biasa dipuasakan maka bolehlah kamu berpuasa pada hari itu.”

6. Berpuasa Sepanjang Masa, Hal ini berdasarkan hadits “Tidaklah berpuasa orang yang berpuasa sepanjang masa.” . Solusi dari larangan ini adalah hendaknya seseorang berpuasa dengan puasa Daud as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka. Refeensi
1. Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq
2. Tamamul Minnah Muhammad Nashiruddin al-Albani Al-Islam-Pusat
Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Semoga Bermanfaat



0 komentar:

Posting Komentar