Negeri Tercinta kita telah
terkenal sepanjang masa sejak jaman kerajaan dulu meninggalkan kekayaan
situs beragam. Candi, makam, monumen dan lain-lain menjadi simbol
penanda nilai-nilai kejayaan, perjuangan para leluhur yang pantas
menjadi teladan untuk anak cucunya. Maka layaklah pemerintah menjadikan situs
peninggalan itu menjadi sarana obyek wisata. Salah satu tujuannya tersebut adalah
untuk mengingatkan secara turun-temurun sejarah perjalanan bangsa. Oleh
karena itu wajib di upayakan untuk menjaga kelestarian agar situs luhur
itu terjaga dan bisa langgeng dan terus berada.
Upaya menjaga kelestarian situs purbakala
itu jelas terlihat nyata, saat kita masih dapat menyaksikan kemegahan
candi Borobudur yang telah ditetapkan menjadi warisan dunia. Juga
kecantikan Rorojonggrang pada situs Candi Prambanan maupun aroma mistis
Candi Boko. Situs yang tak kalah penting lainnya adalah makam purbakala.
Ada beragam seperti makam para sunan, para walisongo dan makam para
raja-raja di Indonesia.
Makam yang menjadi daya tarik dikunjungi
oleh para wisatawan, rata-rata pengelolaannya telah dilakukan pemerintah
melalui program-programnya dengan baik. Sebagai contoh, makam raja-raja
Mataram di Imogiri, Yogyakarta, yang menempati area luas yang asri dan
terawat dengan baik. Begitu pula dengan makam raja-raja Mangkunegaran di
Istana Giri Tunggal, Matesih, Jawa Tengah. Nilai-nilai budaya
didalamnya masih bisa dinikmati oleh para peziarahnya, berkat
pengelolaannya. Masih banyak makam raja yang terkenal lainnya, seeprti
makam raja-raja Demak, makam Sunan Giri, makam Sunan Kalijaga, makam
Sunan Gunung Jati.
Ada lagi makam bersejarah yang mungkin
tak cukup dikenal oleh masyarakat di luar Ibukota. Makam itu disebut
Taman Makam Pangeran Wijaya Kusuma. Tidak sebesar dan setenar makam
para raja besar lainnya, namun makam ini mempunyai nilai historis
sejarah yang penting untuk ditanamkan pada generasi muda.
Pintu Gerbang Taman Makam Pangeran Wijayakusuma |
Mungkin kita pernah dengar nama lapangan sepak bola Wijayakusuma atau
nama kantor Kelurahan Wijayakusuma, di Kecamatan Grogol petamburan,
Jakarta Barat. Tapi, siapa sangka jika nama itu diambil dari nama
seorang ulama besar dari Banten bernama, Pangeran Wijayakusuma.
Makam berlokasi di Jl. Pangeran
Wijayakusuma kawasan Jakarta Barat. Konon sosok Pangeran Wijayakusuma
merupakan seorang penasehat dan panglima perang pada masa kejayaan
Pangeran Jayakarta. Seorang Pangeran yang berjuang dan berperang melawan
Belanda di Batavia sekitar abad ke-17.
Ya, nama Pangeran Wijayakusuma memang tidak pernah bisa dilepaskan dari
sejarah berdirinya Jakarta. Tak heran, makamnya pun yang berlokasi di
Jalan Pangeran Tubagus Angke, Kampung Gusti, Kelurahan Wijayakusuma,
Kecamatan Grogol-Petamburan, itu tetap terjaga dan dijadikan benda cagar
budaya oleh Pemprov DKI.
Handoyo (60) juru kunci yang merupakan
generasi ketiga penjaga makam tersebut, mengatakan Pangeran Wijayakusuma
pada masanya dikenal sebagai seorang ulama yang disegani. Ia juga
merupakan penasihat dan panglima perang pada masa kejayaan Pangeran
Jayakarta, Wijayakrama, sekitar abad ke-17 yang berjuang melawan Belanda
(VOC) di Batavia. Menurutnya, nama Wijayakusuma sendiri diambil dari
bahasa Jawa, Wijaya berarti kemenangan dan Kusuma artinya kembang.
Sehingga jika diartikan Wijayakusuma yaitu sebagai, Kembang Kemenangan.Riwayat Pangeran Wijayakusuma sampai saat ini masih samar karena belum
ada keterangan yang pasti.
Pendopo Makam Pangeran Wijayakusuma |
Areal di sekitar Taman Makam Pangeran Wijayakusuma |
Namun yang saya tahu Pangeran Wijayakusuma
dulunya merupakan ulama yang sangat disegani, sekaligus penasehat dan
panglima perang pada masa kejayaan Pangeran Jayakarta,” ungkap Handoyo
Makam Pangeran Wijayakusuma Jakarta Barat |
Sudin Kebudayaan Jakarta Barat, mencatat Pangeran
Wijayakusuma adalah pangeran dari Banten yang datang pada saat Jayakarta
di bawah kekuasaan, Wijayakrama, atas perintah Sultan Banten, Maulana
Yusuf. Penugasan ini terkait isu, Pangeran Jayakarta, Wijayakrama telah
bekerja sama dengan Belanda dalam pengelolaan tanah.“Atas perintah
Sultan Banten, Maulana Yusuf, Wijayakrama ditarik kembali ke Banten,”
tambah Taufik Ahmad, Kasudin Kebudayaan Jakarta Barat.
Selanjutnya, posisi Pangeran Jayakarta, Wijayakrama, digantikan oleh
putranya, Pangeran Ahmad Jakerta. Namun karena usianya masih dianggap
terlalu muda untuk mengatur roda pemerintahan, ia selalu didampingi
Pangeran Wijayakusuma meski saat itu perselisihan antara Belanda dengan
pemerintah yang dipimpin oleh Pangeran Ahmad Jakerta terus berlangsung.
Namun, mengingat usia Pangeran Wijayakusuma sudah semakin lanjut, ia
tidak dapat lagi mendampingi Pangeran Ahmad Jakerta secara langsung,
hingga akhirnya Pangeran Wijayakusuma memisahkan diri dan mundur ke arah
barat ke daerah Jelambar hingga wafat dan dimakamkan di daerah yang
sekarang dikenal sebagai makam Pangeran Wijayakusuma yang berada di
Kampung Gusti, Jelambar, Jakarta Barat.
“Jadi sampai saat ini
hanya sebatas data tersebut yang kami miliki. Tapi karena ketokohannya,
setiap ulang tahun kota Jakarta, lokasi makam tersebut jadi tempat
ziarah jajaran Pemkot Jakarta Barat,” terang Taufik.
Prasasti Pemugaran Makam Pangeran Wijayakusuma |
Mengingat nilai historisnya, makam ini
mengalami pemugaran sebanyak 3 kali. Diceritakan oleh Hadi Doyo (62),
sang Jupel (Juru Pelihara), pemugaran pertama kali
dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta pada 22 Juni 1968. Berlanjut pemugaran
kedua dan ketiga oleh Walikota Jakarta Barat pada 28 Juli 1989 dan Juni
2004.
Area didalam Taman Makam Pangeran Wijayakusuma |
Suasana taman makam cukup asri meski
tidak menempati area yang luas. Beberapa orang sering menggunakan lokasi
ini untuk sejenak beristirahat. Sejuk dan segar di panas yang terik
karena makam ini terlindung oleh pohon beringin yang cukup besar.
Namun demikian menurut Hadi Doyo
frekuensi orang yang berkunjung tidak menentu. Belum banyak. Ada
masyarakat umum yang berkunjung ziarah, ada pula rombongan anak-anak
sekolah. Terakhir Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) melakukan ziarah ke makam ini, pada Juni 2013 lalu saat menjelang
hari jadi Kota Jakarta.
Selayaknya aset makam ini bisa
dikembangkan lebih baik. Konsep situs bersejarah sebagai aset wisata
bisa menjadi sarana rekreasi sekaligus edukasi dalam keluarga. Artinya
bisa memberikan kenyamanan, kegembiraan namun tidak mengabaikan
pengetahuan sejarah dari situs bersangkutan. Tentu saja pengembangan itu
harus mengedepankan faktor keamanan dan kelestarian makam, agar tidak
rusak atau terkena aksi tangan-tangan jahil.
Peta Lokasi Makam Pangeran Wijayakusuma |
Lokasi yang menempati perkotaan membuat
akses lebih mudah. Beberapa hal sangat mungkin dilakukan untuk
melengkapi dengan prasarana publik, misalnya menyediakan taman bermain,
ruang terbuka hijau dan semacamnya untuk warga. Ada lahan tersisa yang
masih belum dipergunakan, jika belum memadai bisa dilakukan dengan
pembebasan lahan penduduk di sekitarnya.
Pengembangan arena tersebut sangat
memungkinkan meningkatkan frekuensi kunjungan. Juga nantinya menjadi
tujuan utama sarana edukasi bagi anak-anak sekolah, soal mengenal
pahlawan daerahnya (dalam hal ini Pangeran Wijaya Kusuma).
Mengantisipasi tangan jahil, semestinya
bisa dibangun pemagaran di area petak makam. Pemagaran yang ada di makam
Pangeran Wijaya Kusuma sudah dilakukan namun masih terjangkau oleh
tangan pengunjung. Menilik pemagaran yang pendek. Pemagaran dilakukan
menggunakan kunci pengaman agar tidak sembarangan orang masuk tanpa ijin
Jupel (Hadi Doyo). Kecuali mengantisipasi pengrusakan oleh faktor
manusia, upaya pemagaran itu juga menghindarkan dari gangguan binatang
di sekitarnya. Pengunjung tidak diperkenankan kontak langsung pada
bagian makam, hanya bisa melihat dari jarak yang ditentukan.
Hal ini juga semestinya dilakukan pada
situs-situs candi yang lebih besar, seperti Borobudur dan Prambanan.
Beberapa aset patung, arca, relief dan semacamnya seyogyanya tidak
diperbolehkan disentuh atau kontak langsung. Kontak langsung ini
memungkinkan gesekan-gesekan yang lambat laun akan merusak candi. Tak
hanya sekedar dengan papan larangan mengingat kejadian-kejadian raibnya
arca-arca pada candi oleh tindak pencurian. Mengingat benda purbakala
itu bernilai tinggi dan telah terbukti diselundupkan dan ditemukan di
ajang lelang di luar negeri.
Terlepas dari itu semua, kesadaran akan
menjaga kelestarian peninggalan bersejarah paling utama yang mesti
ditanamkan pada setiap orang. Melibatkan setiap orang berperan serta
menjaga situs bersejarah, melalui sikap bertanggungjawab dari sendiri.
Agar fungsi situs sebagai sarana edukasi, menanamkan nilai patriotisme
bagi generasi muda, melalui pengetahuan sejarah perjuangan leluhurnya,
menghargai pahlawannya dapat terus dilakukan. Bukankah bangsa besar
adalah bangsa yang menghargai pahlawannya...? Satu lagi harapannya agar
aset-aset kekayaan pariwisata Indonesia sekecil apapun itu dapat berkembang, bermanfaat dan dikenal oleh seluruh masyarakat, termasuk masyarakat dunia.
BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG MENGHARGAI
JASA PARA PAHLAWANNYA
0 komentar:
Posting Komentar