Sebagai manusia, kita tidak luput dari kesalahan. Kita berbuat salah
bisa jadi karena kita tidak tahu, bisa juga karena lupa, lalai, dalam
keadaan terburu-buru atau tidak berhasil mengendalikan hawa nafsu.
Bentuk kesalahan pun bermacam-macam. Ada yang terhadap diri sendiri,
ada pula yang melibatkan orang lain. Ada yang karena mencoba sesuatu
yang baru, ada yang malah karena tidak melakukan apa-apa. Ada yang
sekadar kesalahan, ada pula yang termasuk dalam kategori dosa kecil
maupun besar.
Kesalahan dapat menjadi sarana pembelajaran, sehingga kita tidak
mengulangi kesalahan yang sama dan melakukan berbagai hal dengan lebih
baik dari sebelumnya.
Saat kesalahan yang kita lakukan hanya dirasakan oleh diri sendiri,
yang perlu kita lakukan hanya belajar agar tidak mengulanginya lagi.
Tetapi, jika kita melakukan kesalahan tehadap orang lain, yang
menyebabkan kerugian atau rasa sakit, selain bertanggung jawab atas
kerusakan yang kita timbulkan, kita tentu juga harus meminta maaf
kepadanya.
Meminta maaf bukanlah sesuatu yang bisa di abaikan begitu saja. Walau
terkesan sederhana, ia tak selalu mudah dilakukan. Permintaan maaf yang
diucapkan sembarangan malah bisa menambah luka dan memperburuk keadaan.
Diperlukan keberanian dan kesungguhan untuk meminta maaf, namun jika
dilakukan dengan baik, ia bisa menjadi awal dari perbaikan. Meminta maaf
juga menjaga kita agar tetap rendah hati dan mengingatkan bahwa kita
juga bisa berbuat kesalahan. Tentu saja, permintaan maaf ini perlu
mengandung penyesalan yang tulus dan diikuti oleh tindakan untuk
memperbaiki keadaan.
Saat kesalahan kita berkaitan dengan melalaikan perintah-Nya atau
melanggar larangan-Nya, tentu kepada Dialah kita harus memohon ampunan.
Mengucap istighfar adalah salah satu bentuk permohonan maaf kita
kepada-Nya, atas semua dosa dan kesalahan, baik besar maupun kecil, baik
yang disengaja maupun tidak disengaja, baik yang kita ketahui atau
luput dari ingatan kita.
Qalbu berkarat karena dua hal yaitu lalai dan dosa. Dan pembersihnya pun dengan dua hal yaitu istighfar dan dzikrullah. (HR. Al-Baihaqi).
Istighfar yang dilantunkan dengan sepenuh penghayatan akan
membersihkan hati kita. Sering mengulanginya menjaga kita dari perbuatan
buruk, menyadarkan kita setiap kali mengarah ke atau mulai melakukan
keburukan. Istighfar yang sempurna disertai dengan penyesalan dan
diikuti dengan tobat, di mana kita berhenti melakukan hal-hal yang kita
sesali itu, kepada Allah SWT.
Barang siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah akan menerima tobatnya. (HR. Muslim).
Lalu Bagaimana cara kita memohon ampunan kepada Allah SWT atas kelalaian yang telah kita lakukan..?
Ada sebuah doa yang biasa dibaca oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam. Isi doa ini jika kita renungkan dalam-dalam ternyata
sangat mencakup berbagai permintaan yang sangat kita perlukan. Sebab
semuanya sering mewarnai kehidupan sehari-hari manusia. Coba perhatikan:
رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي وَإِسْرَافِي فِي
أَمْرِي كُلِّهِ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
خَطَايَايَ وَعَمْدِي وَجَهْلِي وَهَزْلِي وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ
وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ وَأَنْتَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Tema yang utama di dalam doa ini adalah seorang hamba Allah memohon ampunanNya. Setidaknya ada tiga belas poin penting yang diajukan hamba tersebut kepada Rabbnya. Semuanya ia harapkan diampuni oleh Allah subhaanahu wa ta’aala:
Pertama, “Ya Allah, ampunilah kesalahanku”. Kesalahan dapat mencakup perintah Allah yang dilalaikannya atau larangan Allah yang dilanggarnya.
Kedua, “Ya Allah, ampunilah kebodohanku”. Manusia tidak luput dari kebodohan. Tidak ada manusia yang memiliki pengetahuan sempurna. Dan kebodohan seseorang seringkali menyebabkan tingkahlaku yang tidak terpuji. Sehingga ia perlu memohon ampunan Allah subhaanahu wa ta’aala atas kebodohan dirinya.
Ketiga, “Ya Allah, ampunilah perbuatanku yang berlebihan dalam urusanku”. Terkadang kita mengerjakan suatu perbuatan secara tidak adil atau tidak proporsional. Perbuatan berlebihan tersebut sangat mungkin menyakiti hati bahkan menzalimi orang lain. Maka kita berharap ampunan Allah atas perbuatan berlebihan di dalam berbagai urusan.
Keempat, “Ya Allah, ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku”. Manusia sering mengerjakan kesalahan tanpa ia menyadarinya. Orang lain boleh jadi dengan mudah melihat kesalahannya, tetapi ia sendiri tidak menyadarinya. Maka untuk urusan seperti ini seorang mukmin memohon ampunan Allah Yang Maha Tahu segala sesuatunya. Seorang mukmin mengakui jika Allah subhaanahu wa ta’aala merupakan Dzat Yang Maha Tahu perkara yang ghaib maupun nyata, maka iapun mengembalikan segenap dosa yang ia sendiri tidak ketahui kepada Allah subhaanahu wa ta’aala. Ia serahkan dosa jenis ini kepada Ke-Maha-Tahuan Allah SWT. Sebab ia yakin bahwa Allah pasti jauh lebih mengetahui dosa yang dilakukan hamba-Nya daripada si hamba itu sendiri.
Kelima, “Ya Allah, ampunilah kesalahanku”. Manusia bisa terlibat di dalam banyak kesalahan. Maka ia memohon kembali ampunan Allah atas kesalahannya padahal sebelumnya ia telah mengajukannya kepada Allah subhaanahu wa ta’aala.
Keenam, “Ya Allah, ampunilah kemalasanku”. Kemalasan dapat menjadi musuh utama yang menyebabkan seseorang menunda bahkan melalaikan suatu kewajiban yang mestinya ia kerjakan. Pengakuannya di hadapan Allah bahwa dirinya terkadang dilanda kemalasan jelas mesti disertai dengan permohonan ampunan Allah atasnya.
Ketujuh, “Ya Allah, ampunilah kesengajaanku”. Harus diakui bahwa terkadang kita secara sengaja melakukan suatu kesalahan. Entah karena emosi, atau terpengaruh lingkungan atau berbagai alasan lainnya. Yang jelas, semua kesengajaan itu mesti kita istighfari, mesti kita mintakan ampunan Allah atasnya.
Kedelapan, “Ya Allah, ampunilah kebodohanku”. Subhaanallah, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mengerti akan kelemahan kita yang satu ini. Manusia memang selalu kekurangan ilmu sehingga ia mustahil luput dari kebodohan. Sehingga permohonan ampunan Allah atas kebodohan diri perlu diajukan berulang-kali.
Kesembilan, “Ya Allah, ampunilah gelak tawaku yang semua itu ada pada diriku.” Apakah tertawa itu berdosa...? Tentunya tidak. Tetapi bila dilakukan secara tidak proporsional ia akan mendatangkan masalah. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:
فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS At-Taubah 82).Sementara itu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَاللهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
“Demi Allah, andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian jarang tertawa dan sering menangis.” (HR Tirmidzi – Shahih).Kesepuluh, “Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu”. Kita perlu berhati-hati terhadap dosa yang pernah kita lakukan di masa lalu. Sebab boleh jadi dosa tersebut belum sempat kita istighfari di waktu itu. Maka saat ini kita akui dan sesali di hadapan Allah subhaanahu wa ta’aala. Bahkan kita mohonkan ampunan Allah atasnya.
Kesebelas, “Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang mendatang”. Seorang mukmin sadar jika hidupnya bukan hanya terdiri atas masa lalu dan masa kini. Tetapi juga meliputi masa yang akan datang. Demikian pula dengan dosa yang dikerjakan. Ia tidak hanya terjadi di masa lalu dan masa kini semata. Tetapi tentunya sangat mungkin bisa terjadi di masa mendatang. Oleh karenanya dengan penuh kejujuran ia mengharapkan ampunan Allah atas dosa yang mendatang. Dan tentunya ini tidak boleh dilandasi niat buruk berrencana dengan sengaja berbuat dosa di masa mendatang.
Keduabelas, “Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang aku samarkan”. Seorang mukmin sangat khawatir dengan dosa yang ia lakukan sembunyi-sembunyi atau tersamar. Sebab ia teringat hadits sebagai berikut:
Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “Sungguh saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari ummatku yang datang pada hari Kiamat dengan membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih, lantas Allah menjadikan kebaikan itu debu yang beterbangan.” Tsauban berkata; “Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka kepada kami, dan jelaskanlah tentang mereka kepada kami, supaya kami tidak menjadi seperti mereka sementara kami tidak mengetahuinya.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian dan dari golongan kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian mengerjakannya, tetapi mereka adalah kaum yang melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah jika mereka berkhulwah (menyendiri).” (HR Ibnu Majah – Shahih).
Ketigabelas, “Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan”. Sedangkan terhadap dosa yang ia kerjakan secara tersamar saja ia sudah sangat khawatir, maka apalagi dosa yang dilakukan secara terbuka. Oleh karenanya ia sangat memohon ampunan Allah subhaanahu wa ta’aala atasnya.
Sungguh luar biasa, ketiga belas point di atas jelas merupakan dosa dan kesalahan yang sangat sering kita lakukan. Betapa beruntungnya ummat Islam diajarkan oleh Nabi mereka suatu doa yang sungguh diperlukan.
AMALAN SUNNAH AGAR DI AMPUNI DOSA SEBANYAK BUIH DI LAUTAN
حَدَّثَنِي
عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ بَيَانٍ الْوَاسِطِيُّ أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ الْمَذْحِجِيِّ قَالَ
مُسْلِم أَبُو عُبَيْدٍ مَوْلَى سُلَيْمَانَ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ
عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي
دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا
وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ
وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ
الْبَحْرِ و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ
بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ
Telah
menceritakan kepadaku Abdul Hamid bin Bayan Al Wasithi telah
mengabarkan kepada kami Khalid bin Abdullah dari Suhail dari Abu Ubaid
Al Madzhiji. -Muslim menjelaskan bahwa Abu Ubaid adalah mantan budak
Sulaiman bin Abdul Malik- dari Atha bin Yazid Al Laitsi dari Abu
Hurairah dari Rasulullaah shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda: “Barangsiapa
bertasbih (Subhanallah) kepada Allah sehabis shalat sebanyak tiga puluh
tiga kali, dan bertahmid (Alhamdulillah) kepada Allah tiga puluh tiga
kali, dan bertakbir (Allahu Akbar) kepada Allah tiga puluh tiga kali,
hingga semuanya berjumlah sembilan puluh sembilan, dan beliau
menambahkan dan kesempurnaan seratus adalah membaca Laa ilaaha
illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu wahuwa
‘alaa kulli syai’in qadiir, maka kesalahan-kesalahannya akan diampuni
walau sebanyak buih di lautan.” Dan telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Shabh telah menceritakan kepada kami Ismail bin Zakariya
dari Suhail dari Abu Ubaid dari Atha dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullaah shallallaahu alaihi wasallam bersabda seperti hadits di atas. (HR. Muslim No.939, Abudaud No.1286, Ahmad No.8478, 9878, Malik No.439).
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي
صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ سُبْحَانَ
اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ
وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Sumay
dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengucapkan
SUBHAANALLAAHI WABIHAMDIHI (Maha suci Allah dan segala pujian hanya
untuk-Nya) sehari seratus kali, maka kesalahan-kesalahannya akan
terampuni walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR. Bukhori No.5926, At Tirmidzi No.3388, Ibnumajah No.3802, Ahmad No.7667, 8518, 10266, dan Malik No.438).
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ
يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ عَنْ زَبَّانَ بْنِ فَائِدٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ
مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ الْجُهَنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَعَدَ فِي مُصَلَّاهُ حِينَ
يَنْصَرِفُ مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى يُسَبِّحَ رَكْعَتَيْ الضُّحَى
لَا يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا غُفِرَ لَهُ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ
أَكْثَرَ مِنْ زَبَدِ الْبَحْرِ
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah Al Muradi telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dari Yahya bin Ayyub dari Zabban bin
Fa`id dari Sahl bin Mu’adz bin Anas Al Juhani dari ayahnya bahwa
Rasulullaah shallallaahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa tetap
duduk di tempat shalatnya ketika selesai dari shalat shubuh (sambil
berdzikir) sampai dia mengerjakan dua rakaat dhuha dan tidak mengucapkan
kata-kata kecuali yang baik, melainkan dosa-dosanya akan terampuni
meskipun lebih banyak dari buih di lautan.” (HR.Abudaud No.1095, Ahmad No.15070).
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ أَخْبَرَنَا النَّهَّاسُ بْنُ قَهْمٍ عَنْ أَبِي
عَمَّارٍ شَدَّادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَافَظَ عَلَى شُفْعَةِ الضُّحَى
غُفِرَتْ ذُنُوبُهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
Telah
menceritakan kepada kami Ali bin Ashim, dia berkata; telah mengabarkan
kepada kami An Nuhas bin Qahm dari Abu Ammar Syaddad dari Abu Hurairah,
dia berkata; Rasulullaah shallallaahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
bisa (mengerjakan) menjaga (setiap harinya) dua rakaat dhuha maka
dosa-dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Ibnumajah No.1372, Ahmad No.9339, 10043, 10075).
حَدَّثَنَا
أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ
الْوَصَّافِيُّ عَنْ عَطِيَّةَ الْعَوْفِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ حِينَ يَأْوِي إِلَى فِرَاشِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ
زَبَدِ الْبَحْرِ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ رَمْلٍ عَالِجٍ وَإِنْ كَانَتْ
مِثْلَ عَدَدِ وَرَقِ الشَّجَرِ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah berkata; telah menceritakan
kepada kami Ubaidullah Ibnul Walid Al Washshafi dari Athiyyah Al Aufi
dari Abu Sa’id Al Khudri berkata; Rasulullaah shallallaahu alaihi
wasallam bersabda: “Barangsiapa ketika akan tidur ia mengucapkan:
ASTAGHFIRULLAAH ALLADZII LAA ILAAHA ILLA HUWAL HAYYUL QAYYUUMU WA ATUUBU
ILAIHI (aku memohon ampun kepada Allah yang tidak ada Tuhan yang patut
di sembah selain Dia, Yang Maha Hidup dan Maha Benar, dan aku bertaubat
kepada-Nya) sebanyak tiga kali, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya
walaupun seperti buih di lautan, walaupun seperti gunung pasir, walau
seperti jumlah daun di pepohonan.” (HR. Ahmad No.10652).
Semoga dengan jalan wasilah doa atas Allah SWT mengampuni dan memaafkan kesalahan yang telah kita lakukan, Amiin yaa robbal aalamiin.
Semoga dengan jalan wasilah doa atas Allah SWT mengampuni dan memaafkan kesalahan yang telah kita lakukan, Amiin yaa robbal aalamiin.
0 komentar:
Posting Komentar