Bulan Shofar adalah bulan kedua dalam kalender Hijriyah. Sebagaimana bulan lainnya, Shofar adalah salah satu bulan yang mulia, bukan bulan sial sebagaimana anggapan sebagian orang. Kita juga mengetahui bahwa Islam adalah agama yang mengajari kita untuk selalu bersikap optimistis dan menaruh harapan yang baik.
Memang, menurut beberapa riwayat sebagaimana yang disebutkan sebagian ulama, di bulan ini Allah SWT menurunkan berbagai bala' dan cobaan serta musibah di bumi, terutama di hari Rabu terakhir bulan Shofar turun bala' yang sangat besar. Namun hal ini tidak berarti bulan Shofar adalah bulan Bala'. Secara keseluruhan, bulan Shofar sama saja dengan bulan-bulan yang lain. Jadi keterangan itu tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa semua bulan dan semua hari itu adalah baik.
Kedua, pada setiap bulan, termasuk bulan Shofar, terdapat atau terjadi hal-hal yang baik (menyenangkan) dan juga hal-hal yang buruk atau tidak menyenangkan. Jadi, keterangan yang menyebutkan bahwa pada bulan Shofar turun berbagai musibah bukan berarti bahwa bulan itu adalah bulan sial. Karena itu, untuk menghindari sikap pesimistis, para ulama menyebut bukan Shofar dengan Shofar Al-Khoir (bulan Shofar yang baik).
Setiap bulan yang di situ seorang mukmin mengerjakan kebaikan dan beribadah, bulan itu adalah bulan yang membawa berkah baginya. Setiap waktu yang dibuat seseorang untuk mengerjakan maksiat, waktu tersebut adalah waktu yang membawa kesialan dan dosa.
Jadi hakikat kesialan adalah maksiat kepada Allah SWT. Dalam hadits yang diriwayatkan Sayyidina Abdullah bin Mas'ud RA dikatakan, "Jika kesialan terdapat pada sesuatu, ia ada di lidah." Karena, lidah adalah salah satu Indra manusia yang sering digunakan untuk bermaksiat. Imam Adiy bin Hatim juga berkata, "Beruntung dan sialnya sesuatu itu tergantung pada lidahnya."
Dalam sebuah hadits dari Sayyidina Ali RA dikatakan, "Bersegeralah untuk bersedekah. Sesungguhnya Bala' tidak akan melewatinya." [HR. Imam Thabrani] Dalam hadits lain dikatakan, "Sesungguhnya pada tiap-tiap hari terdapat musibah, maka tolaklah musibah itu dengan sedekah."
Menganggap bulan Shofar sebagai bulan pembawa sial, sehingga menanggalkan bepergian di bulan ini bisa termasuk perbuatan syirik, yang dilarang oleh syari'at. Dalam sebuah hadits dikatakan, "Barangsiapa menanggalkan suatu perjalanan karena pesimistis (berkeyakinan akan sial), ia telah melakukan perbuatan syirik."
Dalam Shohih Bukhori dan Shohih Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda, "Tidak ada penularan (penyakit), tidak ada Thiyaroh, tidak ada hamah, dan tidak ada Shofar." Lalu seorang dusun bertanya, "Wahai Rosuulullaah, bagaimana dengan unta yang sehat yang kemudian dicampuri unta yang berkudis, sehingga membuatnya berkudis juga?" Maka Rosuulullaah SAW berkata, "Lalu siapa yang menulari yang pertama?"
Thiyaroh adalah mengambil tanda-tanda kemalangan (kesialan) dengan menggunakan nama-nama burung, warnanya, dan arah perginya, meskipun tidak dibuat lari (terbang). Sedang hamah adalah burung hantu. Orang-orang Jahiliyyah meyakini bahwa, bila burung hantu mengitari rumah salah seorang di antara rumah mereka, orang tersebut atau salah seorang anggota keluarga yang menghuni rumah itu akan mati. Maka maksud "tidak ada hamah" adalah tidak ada tanda-tanda kemalangan (kesialan) dengan burung hantu. Adapun "tidak ada Shofar" artinya adakah tidak ada kesialan dengan masuknya bulan tersebut.
Al Imam Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang bagaimana status adanya dari nahas yang oleh sebagian orang dipercaya, sehingga mereka berpaling dari hari itu atau menghindarkan suatu pekerjaannya karena dianggap hari itu penuh kesialan. Beliau menjawab bahwa jika ada orang mempercayai adanya hari nahas (sial) dengan tujuan mengharuskan untuk berpaling darinya atau menghindarkan suatu pekerjaan pada hari tersebut dan menganggapnya terdapat kesialan, maka sesungguhnya yang demikian ini termasuk tradisi kaum Yahudi dan bukan Sunnah kaum Muslimin yang selalu tawakkal kepada Allah dan tidak berprasangka buruk terhadap Allah.
Jika ada riwayat yang menyebutkan tentang hari yang harus dihindari karena mengandung kesialan, maka riwayat tersebut adalah bathil, tidak benar, mengandung kebohongan dan tidak mempunyai sandaran dalil yang jelas, untuk itu jauhilah riwayat seperti ini. [Fatawa Al-Haditsiyah]
0 komentar:
Posting Komentar