PERISAI MUKMIN CHANNEL YOUTUBE
Channel youtube berbagi kumpulan shalawat nabi dan dzikir serta kisah islami
SHALAWAT SULTHON MAHMUD AL-GHOZNAWI
Sekali Baca = 300.000 Shalawat! Shalawat Sulthon Mahmud Al-Ghoznawi | Dahsyatnya Keutamaan!
THORIQOH SAMMANIYAH ABAH GURU SEKUMPUL
Dzikir Paling LANGKA Dalam 100 Tahun | Hanya Diberikan Kepada 1 Orang
Ustadz Abdul Shomad Lc MA
Amalan Penghapus Dosa dan Mengangkat Derajat
Ijazah Membuka Sesuatu yang tertutup
Ijazah amalan dari Habib Syech untuk membuka sesuatu yang tertutup
KEUTAMAAN DAN BERKAH MANDI DI WAKTU FAJAR
keistimewaan mandi fajar yaitu mandi pada pagi hari sebelum adzan subuh yang sebagian orang tidak mengetahuinya.
HAJAT TERKABUL DENGAN ISTIQOMAH SHALAT TASBIH
Memohon hajat yang sulit agar terkabul dengan barokah melaksanakan shalat tasbih
Sabtu, 22 Maret 2025
Abah Guru Sekumpul, Ulama Kharismatik Asal Kalimantan Selatan
By Jaka Swara Maret 22, 2025
agar husnul khotimah, amalan sesudah subuh, Biografi Abah Guru Sekumpul, ijazah dzikir abah sekumpul, thoriqoh sammaniyyah, Ulama Kharismatik Asal Kalimantan Selatan No comments
Siapa itu Guru Sekumpul..? Julukan “Guru Sekumpul” berasal dari nama tempat tinggal seorang ulama di Kalimantan.
Abah Guru Sekumpul adalah tokoh ulama terkenal yang berasal dari Kalimantan Selatan. Nama aslinya adalah Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al-Banjari. Beliau lahir pada 1942 dan wafat pada 2005.
Semasa hidupnya, Abah Guru Sekumpul aktif dalam mendakwahkan agama Islam di Kalimantan. Beliau turut mengajarkan berbagai ilmu keislaman dari kitab-kitab kuning karya para ulama kepada jemaahnya. Di sisi lain, kegiatan pengajian lain juga dilaksanakan. Pengajian yang Abah Guru Sekumpul gelar senantiasa dipadati banyak orang. Jemaahnya bahkan datang dari berbagai kalangan dan wilayah.
Kehidupan Abah Guru Sekumpul
Abah Guru Sekumpul lahir pada tanggal 11 Februari 1942 di Desa Tunggul Irang Seberang, Martapura, Kalimantan Selatan. Pada awalnya, nama beliau adalah Qusyairi. Setelah beranjak usia, beliau meminta agar namanya diganti menjadi Muhammad Zaini.
Semasa kecil, kehidupan Abah Guru Sekumpul terbilang sederhana. Ayah beliau, Abdul Ghani, berprofesi sebagai tukang gosok intan dengan penghasilan yang pas-pasan. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya saja terkadang kurang mampu. Pernah pada suatu waktu, keluarga Abah Guru Sekumpul hanya menyantap sebungkus nasi yang dibagi menjadi empat porsi dan sayur gedebok pisang.
Keluarga Abah Guru Sekumpul juga hanya tinggal di rumah tua tanpa kamar dan atap yang berlubang. Kehidupan masa kecil Abah Guru Sekumpul yang demikian membuat beliau memiliki jiwa yang tegar.
Masa muda beliau diisi dengan perjalanan mencari ilmunya dengan berguru kepada sejumlah ulama terkemuka. Hingga pada usia 33 tahun, Abah Guru Sekumpul menikah dengan Juwairiyah binti H. Sulaiman. Pernikahan beliau dengan Juwairiyah tidak dikaruniai keturunan.
Kemudian beliau menikah lagi dengan Noor Laila binti KH. Abdul Muin Kandangan dan di anugerahi 2 anak laki-laki. Saat wafat pada 10 Agustus 2005, Abah Guru Sekumpul meninggalkan 3 orang istri dan 2 orang anak.
Pendidikan Abah Guru Sekumpul
Sejak kecil, Abah Guru Sekumpul mendapatkan pendidikan dasar agama dari keluarganya. Ayahnya, H. Abdul Ghani, dan ibunya, Hj. Masliah, mendidik beliau dengan ajaran Islam yang kuat. Kecerdasan beliau sudah terlihat sejak usianya masih belia. Ibunya sering membimbingnya membaca Al-Qur’an, sementara ayahnya menanamkan nilai-nilai akhlak mulia.
Di usia 7 tahun, Guru Sekumpul sudah mampu menghafal Al-Qur’an dan menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam memahami agama. beliau sudah hafal Al-Qur'an serta berhasil menghafal kitab Tafsir Jalalain karya ulama Jalaluddin as-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli di usia 9 tahun. Pendidikan awal ini menjadi dasar yang kuat bagi perjalanan ilmunya.
Masa kecil Abah Guru Sekumpul juga di isi dengan belajar di Madrasah Kampung Keraton yang dipimpin oleh paman beliau sendiri, yakni Tuan Guru Muhammad Semman. Kemudian beliau menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam Martapura di usia 9 tahun. Di pesantren ini, beliau berguru kepada ulama-ulama terkemuka pada masa itu.
Guru Sekumpul juga belajar kepada beberapa ulama terkenal di Martapura, di antaranya:
•Guru Haji Abdush Shamad, yang mengajarkan beliau ilmu tasawuf dan tauhid.
•Guru Haji Mahmud, yang membimbingnya dalam ilmu tajwid dan qira’at.
•Guru Muhammad Sa’ad, yang mengajarkan berbagai cabang ilmu syariah.
Beliau juga belajar di beberapa pesantren di Kalimantan Selatan untuk mendalami ilmu fiqih, tafsir, dan hadits. Guru Sekumpul melanjutkan pendidikannya dengan berguru kepada ulama-ulama besar di luar Kalimantan, seperti Habib Muhammad bin Husein al-Habsyi (Solo)
Abah Guru Sekumpul pun menyelesaikan pendidikannya di pesantren selama 12 tahun dengan sangat baik. Pendidikannya tak berhenti di sana, Abah Guru Sekumpul kembali mencari ilmu dari para ulama di sekitar Kalimantan dan merantau ke Pulau Jawa untuk mendalami agama Islam.
Perjalanan Dakwah Abah Guru Sekumpul
Perjalanan dakwah Abah Guru Sekumpul dimulai saat dirinya menjadi pengajar di Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Setelah 5 tahun mengajar, beliau mengajukan pengunduran diri. Kemudian, Abah Guru Sekumpul mulai mensyiarkan Islam lebih luas kepada khalayak umum dengan membuka pengajian di rumah beliau.
Pada awalnya, pengajian kitab-kitab digelar hanya sebagai pelajaran penunjang bagi para santri Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Pengajian beliau pun semakin berkembang dan jemaah yang hadir bukan hanya para santri tapi juga masyarakat umum.
Abah Guru Sekumpul juga mensyiarkan kitab Simthud Durar karangan Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi. Pengajian kitab maulid ini dibarengi pembacaan ayat suci Al-Qur'an dan kasidah berisi pujian bagi Nabi Muhammad SAW.
Pengajian yang diadakan Abah Guru Sekumpul semakin besar dengan jamaah yang berasal dari berbagai kalangan. Bahkan jamaahnya juga datang dari wilayah luar Martapura, seperti Banjarmasin, Rantau, Hulu Sungai, serta Kotabaru.
Padatnya jamaah yang menghadiri pengajian sampai membuat beliau memindahkan kediamannya ke wilayah Sungai Kacang. Di rumahnya itu juga menjadi lokasi pusat pengajian Abah Guru Sekumpul yang mampu menampung ribuan jamaah. Dalam keadaan sakit sebelum wafat, Abah Guru Sekumpul bahkan tetap berdakwah dengan menggelar pengajian melalui rekaman layar video dari dalam kamar beliau.
Karya-karya Abah Guru Sekumpul
Sepanjang dakwahnya, Abah Guru Sekumpul membuat sejumlah karya tulisan berupa kitab. Kitab-kitab beliau juga kerap menjadi rujukan dalam ilmu keislaman. Berikut beberapa kitab karangan Abah Guru Sekumpul:
1. Manaqib Syekh Sayyid Muhammad bin Abdul Karim al-Qadiri al-Hasani as-Samman al-Madani
2. Risalatun Nuraniyyah fi Syarhi Tawassulat as-Sammaniyah
3. Nubzah fi Manaqib al-Imam al-'Azham al-Faqih al-Muqaddam
4. Ar-Risalah fi Auradil Mufidah.
5. Al-Imdad fi Auradi Ahlil Widad.
Karomah Abah Guru Sekumpul
Karomah adalah keistimewaan atau kemuliaan yang Allah Swt anugerahkan kepada hamba-Nya yang shaleh. Berikut beberapa karomah yang sering diceritakan oleh para murid tentang Abah Guru Sekumpul:
1. Kemampuan Membaca Hati dan Pikiran Orang
Guru Sekumpul dikenal memiliki kemampuan memahami isi hati dan pikiran seseorang tanpa diberi tahu. Banyak jamaah yang menceritakan bahwa beliau sering memberikan nasihat yang tepat sesuai dengan masalah yang dihadapi, meskipun orang tersebut belum sempat mengungkapkannya.
2. Doa yang Mustajab
Doa-doa Abah Guru Sekumpul dikenal sangat mustajab (dikabulkan oleh Allah Swt). Banyak orang yang mendapatkan kesembuhan dari penyakit, kelancaran rezeki, dan penyelesaian masalah setelah memohon doa dari beliau.
3. Keberkahan Majelisnya
Majelis pengajian yang dipimpin oleh Guru Sekumpul selalu dipenuhi ribuan jamaah dari berbagai daerah. Keberkahan majelis ini terlihat dari suasana yang damai, hati jamaah yang tenang, dan banyaknya hidayah yang didapatkan.
4. Selamat dari Bahaya
Abah Guru Sekumpul sering diceritakan selamat dari berbagai situasi berbahaya dengan cara yang tidak masuk akal. Hal ini menunjukkan perlindungan khusus dari Allah Swt atas dirinya.
5. Kehadiran yang Dirasakan Meskipun Tidak Hadir Secara Fisik
Beberapa jamaah menceritakan bahwa mereka merasa seperti ditemui oleh Guru Sekumpul, meskipun beliau secara fisik berada di tempat lain atau bahkan telah wafat. Hal ini dianggap sebagai karomah beliau yang mampu “menghadirkan diri” di berbagai tempat dalam waktu bersamaan.
6. Keharuman Makam Beliau
Setelah wafat, karomah Abah Guru Sekumpul tetap dirasakan oleh masyarakat. Salah satu yang sering disaksikan adalah keharuman di sekitar makam beliau, terutama saat Haul Guru Sekumpul. Keharuman ini diyakini sebagai tanda kemuliaan beliau di sisi Allah Swt.
Wafatnya Abah Guru Sekumpul
Abah Guru Sekumpul, ulama besar dari Martapura, Kalimantan Selatan, wafat pada Senin, 10 Agustus 2005 (5 Rajab 1426 H) dalam usia 63 tahun. Kepergian beliau meninggalkan duka mendalam bagi umat Islam, terutama masyarakat Kalimantan, yang sangat mencintainya.
Abah Guru Sekumpul wafat pada malam Selasa, salah satu hari yang dianggap mulia dalam tradisi Islam. Kepergiannya diyakini sebagai tanda husnul khatimah (akhir hidup yang baik). Pemakaman Abah Guru Sekumpul berlangsung pada hari Selasa, 11 Agustus 2005. Jenazah beliau dimakamkan di kompleks Ar-Raudhah, yang terletak di kawasan Sekumpul, Martapura.
Setelah wafatnya, jamaah dari seluruh Indonesia dan negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam secara rutin mengadakan Haul Guru Sekumpul setiap tahun.
Makam Abah Guru Sekumpul
Makam Abah Guru Sekumpul terletak di Kompleks Makam Ar-Raudhah, yang berada di kawasan Sekumpul, Martapura, Kalimantan Selatan. Mengetahui siapa itu Guru Sekumpul bagi Muslim bertujuan untuk mengenang, mendapatkan keberkahan, dan melanjutkan perjuangan dakwah melalui perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
Jumat, 21 Maret 2025
niat zakat fitrah
NIAT ZAKAT FITRAH
Zakat fitrah (zakat al-fitr) adalah zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadhan pada Idul Fitri. Sebagaimana hadist Ibnu Umar ra,
Zakat fitrah (zakat al-fitr) adalah zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadhan pada Idul Fitri. Sebagaimana hadist Ibnu Umar ra,
"Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha` kurma atau satu sha` gandum atas umat muslim; baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau saw memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk shalat." (HR Bukhari Muslim)
Selain untuk mensucikan diri setelah menunaikan ibadah di bulan Ramadhan, zakat fitrah juga dapat dimaknai sebagai bentuk kepedulian terhadap orang yang kurang mampu,membagi rasa kebahagiaan dan kemenangan di hari raya yang dapat dirasakan semuanya termasuk masyarakat miskin yang serba kekurangan.
Zakat fitrah wajib ditunaikan bagi setiap jiwa, dengan syarat beragama Islam, hidup pada saat bulan Ramadhan, dan memiliki kelebihan rezeki atau kebutuhan pokok untuk malam dan Hari Raya Idul Fitri. Besarannya adalah beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa.
Para ulama, diantaranya Shaikh Yusuf Qardawi telah membolehkan zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk uang yang setara dengan 1 sha` gandum, kurma atau beras. Nominal zakat fitrah yang ditunaikan dalam bentuk uang, menyesuaikan dengan harga beras yang dikonsumsi.
Zakat Fitrah ditunaikan sejak awal Ramadhan dan paling lambat dilakukan sebelum pelaksanaan Shalat Idul Fitri. Sementara itu, penyalurannya kepada mustahik (penerima zakat) paling lambat dilakukan sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri.
NIAT ZAKAT FITRAH
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺍَﻥْ ﺍُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْﺴِﻰْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'AN NAFSII FARDLOL LILLAAHI TA'AALAA.Artinya : Sengaja saya mengeluarkan zakat fitrah pada diri saya sendiri, fardhu karena Allah Ta'ala.
➡ NIAT ZAKAT FITRAH UNTUK ISTRI
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﺯَﻭْﺟَﺘِﻲْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'AN ZAUJATII FARDHOL LILLAATI TA'AALAA.Artinya : Saya niat mengeluarkan zakat fitrah atas istri saya fardhu karena Allah Ta'ala.
➡ NIAT ZAKAT FITRAH UNTUK ANAK LAKI LAKI
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻱْ ... ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'AN WALADII (Sebutkan Nama Anaknya) FARDHOL LILLAAHI TA'AALAA.Artinya : Sengaja saya mengeluarkan zakat fitrah atas anak laki-laki saya (sebut namanya) Fardhu karena Allah Ta’ala.
➡ NIAT ZAKAT FITRAH UNTUK ANAK PEREMPUAN
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﺑِﻨْﺘِﻲْ ... ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'AN BINTII (Sebutkan Nama Anaknya) FARDHOL LILLAAHI TA'AALAA.Artinya : Sengaja saya mengeluarkan zakat fitrah atas anak perempuan saya (sebut namanya), fardhu karena Allah Ta’ala.
➡ NIAT ZAKAT FITRAH UNTUK DIRI SENDIRI DAN KELUARGA
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻨِّﻰْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ ﻳَﻠْﺰَﻣُﻨِﻰْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'ANNII WA'AN JAMII'I MAA YALZAMUNII NAFAQOOTUHUM SYAR'AN FARDHOL LILLAAHI TA'AALAA.Artinya : Saya niat mengeluarkan zakat atas diri saya dan atas sekalian yang saya diwajibkan memberi nafkah pada mereka secara syari’at, fardhu karena Allah Ta’aala.
permasalahan seputar zakat
By Jaka Swara Maret 21, 2025
permasalahan seputar zakat, Siapa sajakah mustahiq zakat itu No comments
Siapa sajakah mustahiq zakat itu.?
Jawaban : ِOrang yang berhak menerima zakat ada delapan golongan sesuai ayat Al-Qur'an:
1. Orang Fakir: orang yang tidak punya harta atau pekerjaan sama sekali dari kerjaan halal atau punya harta atau kerjaan tapi tidak mencukupi 50% dari kebutuhan sehari-hari.
2. Orang Miskin: orang yaitu orang yang mempunyaai harta atau mata pencaharian tetapi tidak mencukupi.
3. Amil zakat : orang yang diberi tugas oleh imam untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Budak mukatab yaitu budak yang dijanjikan merdeka oleh tuannya apabila sudah melunasi sebagian jumlah tebusan yang ditentukan dengan cara angsuran.
6. Orang yang berhutang.
7. Sabilillah yaitu orang yang berperang di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji.
8. Ibnus Sabil yaitu orang yang memulai bepergian dari daerah tempat zakat atau musafir yang melewati daerah tempat zakat. Referensi :
الإقناع للشربيني الجزء 1 صحـ : 229
وتدفع الزكاة ) من أي صنف كان من أصنافها الثمانية المتقدم بيانها ( إلى ) جميع ( الأصناف الثمانية ) عند وجودهم في محل المال ( وهم ) الذين ذكرهم الله تعالى في كتابه العزيز في قوله تعالى { إنما الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل
2. GURU NGAJI MENERIMA ZAKAT
Sering terlaku di tengah masyarakat, dimana zakat fitrahnya diberikaan kepada seorang kyai atau guru ngajinya dikampung. Bagaimana fiqh menyikapi kasus di atas..?
Jawab: Menurut pendapat Imam al-Qasthalani Asy-Syafi’i ustadz, para da'i, para santri yang rajin, dan para pencari keadilan adalah termasuk sabilillah. Bahkan menurut Imām Al-Qoffal Sabilillah mencakup semua bentuk kebaikan. Referensi:
جواهر البخاري صحـ : 172
أَهْلُ سَبِيْلِ اللهِ الْغُزَاةُ الْمُتَطَوِّعُوْنَ بِالْجِهَادِ وَإِنْ كَانُوْا أَغْنِيَاءَ، إِعَانَةً عَلَى الْجِهَادِ. وَيَدْخُلُ فِيْ ذَلِكَ طَلَبَةُ الْعِلْمِ الشَّرْعِيِّ وَرُوَّادُ الْحَقِّ وَطُلاَّبُ الْعَدْلِ وَمُقِيْمُوا اْلإِنْصَافِ وَالْوَعْظِ وَاْلإِرْشَادِ وَنَاصِرُوا الدِّيْنِ الْحَنِيْفِ. اهـ
مراح لبيد لكشف معنى القرآن المجيد الجزء 1 صحـ : 455
وَنَقَلَ الْقَفَّالُ عَنْ بَعْضِ الْفُقَهَاءِ أَنَّهُمْ أَجاَزُوْا صَرْفَ الصَّدَقاَتِ إِلَى جَمِيْعِ وُجُوْهِ الْخَيْرِ : مِنْ تَكْفِيْنِ الْمَوْتىَ وَبِناَءِ الْحُصُوْنِ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ لِأَنَّ قَوْلُهُ تَعاَلَى فِىْ سَبِيْلِ اللهِ عاَمٌ فِى اْلكُلِ
Paijo sudah sepuluh tahun menekuni profesi sebagai tukang becak. Penghasilannya hanya cukup buat makan saja dan tidak cukup untuk bayar fitrah, tak disangka-sangka pada saat malam lebaran, ia diberi THR (Tunjangan Hari Raya) dari langganannya dengan jumlah yang tidak sedikit. Sehingga jika hanya untuk membayar zakat fitrah, THR tersebut masih sisa. Dalam keadaan demikian, wajibkah ia mengeluarkan zakat fitrah..?
Jawab: Tidak wajib, namun ia hanya disunahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah. Referensi:
نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج الجزء 3 صحـ : 114 مكتبة دار الفكر
(وَ) لاَ فِطْرَةَ عَلَى (مُعْسِرٍ) وَقْتَ الْوُجُوْبِ إجْمَاعًا وَلَوْ أَيْسَرَ بَعْدَ لَحْظَةٍ لَكِنْ يُسَنُّ لَهُ إذَا أَيْسَرَ قَبْلَ فَوَاتِ يَوْمِ الْعِيْدِ اْلإِخْرَاجُ ثُمَّ أَشَارَ إلَى حَدِّهِ بِقَوْلِهِ (فَمَنْ لَمْ يَفْضُلْ) بِضَمِّ الضَّادِ وَفَتْحِهَا (عَنْ قُوْتِهِ وَقُوْتِ مَنْ) أَيِ الَّذِيْ (فِي نَفَقَتِهِ) مِنْ آدَمِيٍّ وَحَيَوَانٍ وَاسْتِعْمَالُ مَنْ فِيْمَنْ لاَ يَعْقِلُ تَغْلِيْبًا بَلِ اسْتِقْلاَلاً سَائِغٌ بَلْ حَقِيْقَةٌ عِنْدَ بَعْضِ الْمُحَقِّقِيْنَ (لَيْلَةَ الْعِيْدِ وَيَوْمَهُ شَيْءٌ) يُخْرِجُهُ فِيْْ فِطْرَتِهِ (فَمُعْسِرٌ) وَمَنْ فَضُلَ عَنْهُ مَا يُخْرِجُهُ فَمُوْسِرٌ إذِ الْقُوْتُ ضَرُوْرِيٌّ لاَ بُدَّ مِنْهُ وَإِنَّمَا لَمْ يُعْتَبَرْ زِيَادَتُهُ لِعَدَمِ ضَبْطِ مَا وَرَاءَهُمَا وَلَوْ تَلِفَ الْمَالُ قَبْلَ التَّمَكُّنِ سَقَطَتْ الْفِطْرَةُ كَزَكَاةِ الْمَالِ اهـ
Yoyon termasuk pedagang yang lumayan sukses, meskipun ia menyimpan uang yang lumayan banyak, tapi ia masih mempunyai tanggungan hutang modal. Andaikan uang simpanannya tersebut dibuat melunasi hutangnya, maka tidak akan tersisa sama sekali. Apakah Yoyon masih wajib mengeluarkan zakat fitrah?
Jawab: Menurut Imam Romli tetap wajib zakat, karena hutang bukan penghalang atas wajibnya bayar zakat. Namun menurut Imam Ibn Hajar diperinci; apabila untuk membayar hutang uangnya masih tersisa, maka wajib zakat dan apabila tidak tersisa sama sekali, maka tidak wajib zakat. Referensi:
إعانة الطالبين الجزء 2 صحـ : 195 مكتبة دار الفكر
(إِنْ فَضُلَ عَنْ قُوْتٍ مَمُوْنٍ) لَهُ تَلْزَمُهُ مُؤْنَتُةُ مِنْ نَفْسِهِ وَغَيْرِهِ (يَوْمَ عِيْدٍ وَلَيْلَتِهِ) وَعَنْ مَلْبَسٍ وَمَسْكَنٍ وَخَادِمٍ يَحْتَاجُ إِلَيْهِمَا هُوَ أَوْ مَمُوْنُهُ (وَعَنْ دَيْنٍ) عَلَى الْمُعْتَمَدِ خِلاَفًا لِلْمَجْمُوْعِ وَلَوْ مُؤَجَّلاً وَإِنْ رَضِيَ صَاحِبُهُ بِالتَّأْخِيْرِ (قوله وَعَنْ دَيْنٍ عَلَى الْمُعْتَمَدِ) أَيْ عِنْدَ شَيْخِ اْلإِسْلاَم وَابْنِ حَجَرٍ وَالْمعْتَمَدُ عِنْدَ الرَّمْلِيِّ وَالْخَطِيْبِ أَنَّ الدَّيْنَ لاَ يَمْنَعُ وُجُوْبَ الْفِطْرَة وَعِبَارَةُ الْمُغْنِيْ وَلاَ يُشْتَرَطُ كَوْنُهُ فَاضِلاً عَنْ دَيْنِهِ وَلَوْ ِلآدَمِيٍّ كَمَا رَجَّحَهُ فِي الْمَجْمُوْعِ كَالرَّافِعِيِّ فِي الشَّرْحِ الصَّغِيْرِ وَجَزَمَ بِهِ اِبْنُ الْمُقْرِيْ فِيْ رَوْضِهِ وَاقْتَضَاهُ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَاْلأَصْحَابِ لَوْ مَاتَ بَعْدَ أَنْ هَلَّّ شَوَّالٌ فَالْفِطْرَةُ فِيْ مَالِهِ مُقَدَّمَةٌ عَلَى الدُّيُوْنِ وَبِأَنَّ الدَّيْنَ لاَ يَمْنَعُ الزَّكَاةَ وَبِأَنَّهُ لاَ يَمْنَعُ نَفَقَةَ الزَّوْجَةِ وَالْقَرِيْبِ فَلاَ يَمْنَعُ إِيْجَابَ الْفِطْرَةِ وَمَا فُرِقَ بِهِ مِنْ أَنَّ زَكَاةَ الْمَالِ مُتَعَلِّقَةٌ بِعَيْنِهِ وَالنَّفَقَةُ ضَرُوْرِيَّةٌ بِخِلاَفِ الْفِطْرَةِ فِيْهِمَا لاَ يُجْدِيْ فَالْمُعْتَمَدُ مَا تَقَرَّرَ وَإِنْ رَجَّحَ فِي الْحَاوِي الصَّغِيْرِ خِلاَفَهُ وَجَزَمَ بِهِ اَلْمُصَنِّفُ فِيْ نُكَتِهِ وَنَقَلَهُ عَنِ اْلأَصْحَابِ اهـ
Penentuan awal hari raya sering terjadi kontroversial. Untuk menghindari hal itu, panitia zakat fitrah berinisiatif menarik zakat fitrahnya sebelum malam hari raya. Apakah diperbolehkan menunaikan zakat fitrah sebelum hari raya?
Jawab: Diperbolehkan, namun kurang utama. Waktu pelaksanaan mengeluarkan zakat fitrah terbagi menjadi 5 kelompok :
1. Waktu wajib : Yaitu, ketika menemui bulan Ramadhan dan menemui sebagian awalnya bulan Syawwal. Oleh sebab itu orang yang meninggal setelah maghribnya malam 1 Syawwal, wajib dizakati. Sedangkan bayi yang lahir setelah maghribnya malam 1 Syawwal tidak wajib dizakati.
2. Waktu jawaz : Yaitu, sejak awalnya bulan Ramadhan sampai memasuki waktu wajib.
3. Waktu Fadhilah : Yaitu, setelah terbit fajar dan sebelum sholat hari raya.
4. Waktu makruh : Yaitu, setelah sholat hari raya sampai menjelang tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti menanti kerabat atau orang yang lebih membutuhkan, maka hukumnya tidak makruh.
5. Waktu haram : Yaitu, setelah tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti hartanya tidak ada ditempat tersebut atau menunggu orang yang berhak menerima zakat, maka hukumnya tidak haram. Sedangkan status dari zakat yang dikeluarkan tanggal 1 Syawwal adalah qodho’. Referensi:
حاشية البجيرمي على الخطيب الجزء 2 صحـ : 351 مكتبة دار الفكر
قوْلُهُ ( وَيُسَنُّ أَنْ تَخْرُجَ إلخ) الْحَاصِلُ أَنَّ لَهَا خَمْسَةَ أَوْقَاتٍ وَقْتُ جَوَازٍ وَوَقْتُ وُجُوْبٍ وَوَقْتُ فَضِيْلَةٍ وَوَقْتُ كَرَاهَةٍ وَوَقْتُ حُرْمَةٍ فَوَقْتُ الْجَوَازِ أَوَّلُ الشَّهْرِ وَالْوُجُوْبُ إذَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ وَالْفَضِيْلَةُ قَبْلَ الْخُرُوْجِ لِصَلاَةِ الْعِيْدِ وَالْكَرَاهَةُ تَأْخِيْرُهَا عَنْ صَلاَتِهِ إِلاَّ لِعُذْرٍ مِنِ انْتِظَارِ قَرِيْبٍ أَوْ أَحْوَجَ وَالْحُرْمَةُ تَأْخِيْرُهَا عَنْ يَوْمِ الْعِيْدِ اهـ اط ف
Ada anak kecil yang ditinggal merantau oleh orang tuanya ke Saudi Arab. Bagaimanakah caranya memberikan atau membagi-bagikan zakat fitrah anak kecil tersebut.
Jawaban: Menurut qaul yang râjih (pendapat yang unggul), zakatnya diberikan di negara anak tersebut dan dengan menggunakan qût (makanan pokok) negara tempat anak itu tinggal. Sedangkan menurut qaul yang marjûh (lemah), zakatnya diberikan di tempat ayahnya dan diambilkan dari qût tempat ayahnya pula. Referensi :
بغية المسترشدين صحـ : 103
وَلاَ يَجُوْزُ إِخْرَاجُهَا إِلاَّ مِنْ غَالِبِ قُوْتِ بَلَدِ الْمُؤَدَّى عَنْهُ فَيَدْفَعُهَا الْمُخْرِجُ إِلَى الْحَاكِمِ اَوْ لِمَنْ يُخْرِجُهَا ثُمَّ فَإِنْ عَجَزَ عَنْهَا عُذِرَ فِي التَّأْخِيْرِ فَيُخْرِجُهَا قَضَاءً هُنَاكَ اهـ وَعِبَارَةُ ي لاَ يُخْرِجُ اَيْ لاَ يَجُوْزُ إِخْرَاجُهَا اَيْ الْفِطْرَةِ إِلاَّ مِنْ غَالِبِ قُوْتِ الْبَلَدِ الَمُؤَدّي عَنْهُ وَعَلَى مُسْتَحِقِّيْهِ مُطْلَقًا كَمَا فِي التُّحْفَةِ و م ر وَغَيْرِهِمَا لَكِنْ ظَاهِرُ عِبَارَةُ الْفَتْحِ وَاْلإِمْدَادِ اَنَّهُ يَلْزَمُ فِيْ غَيْرِ المُكَلَّفِ أَنْ تَكُوْنَ مِنْ غَالِبِ قُوْتِ بَلَدِ الْمُؤَدَّى وَعَلَى مُسْتَحِقِّيْهِ اهـ
7. MENGELUARKAN ZAKAT ANAKNYA YANG DI PONDOK TANPA IZIN DAHULU
Entah karena alasan apa, sebagian santri pondok saat liburan, ada yang tidak pulang ke rumahnya. Menjelang hari raya tiba, seperti yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang tua kepada anaknya, yaitu sang ayah mengeluarkan zakat fitrah anaknya. Namun terkadang sang ayah tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada anaknya. Bolehkah sang ayah mengeluarkan zakat fitrah anaknya tanpa izin?
Jawab: Tidak boleh, karena zakat adalah ibadah yang membutuhkan niat dan diharuskan mendapat izin darinya. Referensi:
حاشية الجمل الجزء 2 صحـ : 284 مكتبة دار الفكر
( وَِلأَصْلٍ أَنْ يُخْرِجَ مِنْ مَالِهِ زَكَاةَ مُوْلِيِّهِ الْغَنِيِّ ) ِلأَنَّهُ يَسْتَقِلُّ بِتَمْلِيْكِهِ بِخِلاَفِ غَيْرِ مُوْلِيِّهِ كَوَلَدٍ رَشِيْدٍ وَأَجْنَبِيٍّ لاَ يَجُوْزُ إخْرَاجُهَا عَنْهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ وَتَعْبِيْرِيْ بِمَا ذُكِرَ أَعَمُّ مِنْ تَعْبِيْرِهِ بِفِطْرَةِ وَلَدِهِ الصَّغِيْر ِاهـ
Cak Umam adalah santri asal Malaysia yang tidak pulang pada awal Bulan Ramadan karena mengikuti kursus di pondok. Ia berencana kembali ke negaranya seusai kursus tanggal 13 Ramadan. Sebelum pulang, ia sempatkan membayar zakat fitrah kepada tukang becak di perempatan jalan. Apakah zakat yang dikeluarkannya di Indonesia sudah mencukupi (tidak usah zakat lagi di Malaysia)?
Jawaban : Khilaf: Menurut Imam Ramli mencukupi. Sementara menurut Imam Ibnu Hajar tidak mencukupi dan harus mengeluarkan zakat lagi. Referensi :
كتاب إثمد العينين في بعض اختلاف الشيخين الجزء 1 صحـ : 60
[مسألة]: لو غاب المالك أو الآخذ عن بلد الوجوب لم يجز المعجل عند (حج) خلافاً لـ (مر) قال الشرقاوي: قرر الحفني أن غيبة الدفع لا تضر في زكاة الفطر، ولو مات المدفوع له مثلاً لزم المالك الدفع ثانياً، ولا يجزىء دفع المعجل لغير مستحق وقت القبض وإن استحقه وقت الوجوب اهـ.
نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج الجزء 9 صحـ : 264
وقد يفهم أنه لا بد من العلم بكونه مستحقا في آخر الحول : أي ولو بالاستصحاب ، فلو غاب عند الحول أو قبله ولم يعلم حياته أو احتياجه أجزأه المعجل كما في فتاوى الحناطي وهو أقرب الوجهين في البحر ، ومثل ذلك ما لو حصل المال عند الحول ببلد غير بلد القابض فإن المدفوع يجزي عن الزكاة كما اعتمده الوالد رحمه الله تعالى ، إذ لا فرق بين غيبة القابض عن بلد المال وخروج المال عن بلد القابض خلافا لبعض المتأخرين, ( قوله : ما لو حصل المال عند الحول ) أي آخره ( قوله : كما اعتمده الوالد ) وهل يجري ذلك في البدن في الفطرة حتى لو عجل الفطرة ثم كان عند الوجوب في بلد آخر أجزأ أو لا ، ولا بد من الإخراج ثانيا إذا كان عند الوجوب ببلد آخر ، فيه نظر ا هـ سم على حج .والأقرب الأول للعلة المذكورة في كلام الشارح ، فإن قضيتها أنه لا فرق بين زكاة المال والبدن .
9. PANITIA MENCAMPUR BERAS ZAKAT
Demi untuk memenuhi kebutuhan orang faqîr miskin dan agar tidak terkesan mendiskriminasikan salah satu diantara mereka. Artinya biar adil, panitia zakat mengumpulkan hasil zakat fitrah secara menyeluruh. Sehingga tidak dapat dibedakan zakat yang satu sama lainnya. Namun langkah demikian ini butuh ditelaah lebih lanjut, sebab tatkala zakat dibagikan, ada kemungkinan zakat tersebut kembali lagi pada muzakki. Apakah tindakan panitia dibenarkan?
Jawab: Tidak dapat dibenarkan, karena akan memungkinkan sebagian beras zakat kembali lagi pada orang yang punya, sementara orang yang menunaikan zakat tidak boleh menerima kembali zakatnya sendiri. Referensi:
الأم الجزء 2 صحـ : 84 مكتبة دار المعرفة
وَلاَ يَجُوْزُ لَكَ إذَا كَانَتْ الزَّكَاةُ فَرْضًا عَلَيْكَ أَنْ يَعُوْدَ إلَيْكَ مِنْهَا شَيْءٌ فَإِنْ أَدَّيْتَ مَا كَانَ عَلَيْكَ أَنْ تُؤَدِّيَهُ وَإِلاَّ كُنْتَ عَاصِيًا لَوْ مَنَعْتَهُ فَإِنْ قَالَ فَإِنْ وَلَّيْتَهَا غَيْرِيْ قِيْلَ إذَا كُنْتَ لاَ تَكُوْنُ عَامِلاً عَلَى غَيْرِكَ لَمْ يَكُنْ غَيْرُكَ عَامِلاً إذَا اسْتَعْمَلْتَهُ أَنْتَ وَلاَ يَكُوْنُ وَكِيْلُكَ فِيْهَا إِلاَّ فِيْ مَعْنَاكَ أَوْ أَقَلَّ لأَنَّ عَلَيْك تَفْرِيْقُهَا فَإِذَا تَحَقَّقَ مِنْكَ فَلَيْسَ لَك اْلانْتِقَاصُ مِنْهَا لَمَّا تَحَقَّقْتَ بِقِيَامِهِ بِهَا اهـ
نهاية الزين صحـ : 178
وَيُشْتَرَطُ لِبَرَاءَةِ ذِمَّةِ الْمُوَكِّلِ الْعِلْمُ بِوُصُوْلِهَا لِلْمُسْتَحِقِّ وَمِثْلُ الصَّبِيِّ الْمُمَيِّزُ السَّفِيْهُ وَ الرَّقِيْقُ فِيْ ذَلِكَ اهـ
المنثور الجزء 2 صحـ : 125
الخَلْطُ بِمَا لاَ يَتَمَيَّزُ بِمَنْزِلَةِ اْلإِتْلاَفِ وَلِهَذَا لَوْ خَلَطَ الْوَدِيْعَةَ بِمَالِهِ وَلَمْ تَتَمَيَّزْ ضَمِنَ وَلَوْ غَصَبَ حِنْطَةً أَوْ زَيْتًا وَخَلَطَهَا بِمِثْلِهَا فَهُوَ إهْلاَكٌ حَتَّى يَنْتَقِلَ ( ذَلِكَ ) الْمَالُ إلَيْهِ وَيَتَرَتَّبَ فِي ذِمَّتِهِ بَدَلُهُ وَحِينَئِذٍ فَيَضْمَنُ ضَمَانَ الْمَغْصُوْبِ اهـ
10. ZAKAT SATU KARUNG UNTUK KELUARGA
Mbah Katrok ingin menunaikan zakat fitrahnya bersama anak-anaknya sekaligus, dengan cara beras satu karung, ia niati untuk zakat bersama. Apakah cara mengeluarkan zakat demikian dapat mencukupi?
Jawab: Dapat mencukupi, jika jumlah beras sesuai kadar kewajiban mereka. Referensi:
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي صحـ : 168 مكتبة دار الفكر
(مَسْأَلَةٌ) لَوْ كَانَ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثَمَانِيَةُ أَمْدَادٍ فَنَوَيَاهَا فِطْرَةً وَفَرَّقَاهَا بِلاَ إِفْرَازٍ كَفَاهُمَا قَالَهُ ابْنُ حَجَرٍ وَيُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ لَوْ جَمَعَ وَلِيٌّ فِطْراً مِنْ جِنْسٍ وَنَوَاهَا عَنْهُ وَعَنْ مَمُوْنِهِ أَجْزَأَ أَيْضاً وَيُجْزِىءُ صَاعٌ مِنْ نَوْعَيْنِ عَنْ وَاحِدٍ لاَ مِنْ جِنْسَيْنِ اهـ
Apakah santri atau pelajar yang sebenarnya mampu untuk bekerja, akan tetapi disibukkan dengan menuntut ilmu dan belajar boleh menerima zakat fitrah?
Jawab: Boleh menerima zakat menurut qaul Shahîh, hal ini mengecualikan santri yang di pesantrennya tidak pernah belajar atau berkecukupan dengan kiriman orang tuanya. Referensi:
كفاية الأخيار الجزء 2 صحـ : 16 مكتبة الشاملة
وَلَوْ قَدَرَ عَلَى الْكَسْبِ إِلاَّ أَنَّهُ مُشْتَغَلٌّ بِالْعُلُوْمِ الشَّرْعِيَّةِ وَلَوْ أَقْبَلَ عَلَى الْكَسْبِ لاَنْقَطَعَ عَنِ التَّحْصِيْلِ حَلَّتْ لَهُ الزَّكَاةُ عَلَى الصَّحِيْحِ الْمَعْرُوْفِ وَقِيْلَ لاَ يُعْطَى مُطْلَقًا وَيَكْتَسِبُ وَقِيْلَ إِنْ كَانَ نَجِيْبًا يُرْجَى تَفَقُّهُهُ وَنَفْعُهُ اسْتَحَقَّ وَإِلاَّ فَلاَ وَكَثِيْرًا مَا يَسْكُنُ المَدَارِسَ مَنْ لاَ يَأْتِىْ مِنْهُ التَّحْصِيْلُ بَلْ هُوَ مُعْطِلٌ نَفْسَهُ فَهَذَا لاَ يُعْطَى بِلاَ خِلاَفٍ وَلَوْ كَانَ مُقْبِلاً عَلَى الْعِبَادَةِ لَكِنَّ الْكَسْبَ يَمْنَعُهُ عَنْهَا وَعَنْ أَوْرَادِهِ الَّتِي اسْتَغْرَقَ بِهَا الْوَقْتَ فَهَذَا لاَ تَحِلُّ لَهُ الزَّكَاةُ ِلأَنَّ اْلاسْتِغْنَاءَ عَنِ النَّاسِ أَوْلَى وَاعْلَمْ أَنَّ الْفَقِيْرَ الْمَكْفِيَّ بِنَفَقَةِ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ وَكَذَا الزَّوْجَةُ الْمَكْفِيَّةُ بِنَفَقَةِ زَوْجِهَا لاَ يُعْطَيَانِ اهـ
12. PANITIA MENJUAL BERAS ZAKATDengan tujuan supaya lebih mudah dalam pembagian zakat fitrah, sang ‘âmil berinisiatif menjual beras zakat fitrah, kemudian uangnya diserahkan kepada yang berhak. Karena uang lebih bermanfaat dari pada beras untuk kebutuhan sehari-hari serta lebih leluasa dalam men-tasharufkan-nya. Apakah praktek demikian diperbolehkan?
Jawab: Tidak boleh, kecuali dalam kondisi darurat, seperti halnya khawatir akan rusak. Referensi:
الأنوار الجزء 1 فى باب الزكاة
وَلاَ يَجُوْزُ لِْلإِمَامِ وَالسَّاعِىْ بَيْعُ الزَّكاَةِ إِلاَّ لِلضَّرُوْرَةِ كَاْلإِشْرَافِ عَلَى التَّلَفِ أَوْ خَطَرِ الطَّرِيْقِ أَوِ اْلاحْتِيَاجِ إِلَى مُؤْنَةِ النَّقْلِ إهـ
المجموع الجزء 2 صحـ : 156 مكتبة مطبعة المنيرية
قَالَ الْمُصَنِّفُ رحمه الله تعالى وَلاَ يَجُوْزُ لِلسَّاعِيْ وَلاَ لِْلإِمَامِ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِيْمَا يَحْصُلُ عِنْدَهُ مِنَ الْفَرَائِضِ حَتَّى يُوْصِلَهَا إلَى أَهْلِهَا ِلأَنَّ الْفُقَرَاءَ أَهْلُ رُشْدٍ لاَ يُوَلَّى عَلَيْهِمْ فَلاَ يَجُوْزُ التَّصَرُّفُ فِيْ مَالِهِمْ بِغَيْرِ إذْنِهِمْ فَإِنْ أَخَذَ نِصْفَ شَاةٍ أَوْ وُقِفَ عَلَيْهِ شَيْءٌ مِنَ الْمَوَاشِيْ وَخَافَ هَلاَكَهُ أَوْ خَافَ أَنْ يُؤْخَذَ فِي الطَّرِيْقِ جَازَ لَهُ بَيْعُهُ ِلأَنَّهُ مَوْضِعُ ضَرُوْرَةٍ اهـ
13. ZAKAT FITRAH DIBERIKAN KEPADA ANAKNYA SENDIRI
Seorang ayah karena merasa kasihan melihat anaknya tidak mampu, dia bermaksud memberikan zakat fitrahnya kepada sang anak. Apakah yang demikian diperbolehkan?
Jawab: Boleh dengan syarat anak tersebut sudah mukallaf dan faqîr. karena anak yang mukallaf tidak wajib dinafkahi oleh orang tuanya, apalagi kalau anaknya sudah berkeluarga sendiri. Referensi:
بغية المسترشدين صحـ : 173 مكتبة دار الفكر
(مَسْأَلَةُ ب ك) يَجُوْزُ دَفْعُ زَكَاتِهِ لِوَلَدِهِ الْمُكَلَّفِ بِشَرْطِهِ إِذْ لاَ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ وَِلإِتْمَامِهَا عَلَى الرَّاجِحِ وَإِنْ كَانَ فَقِيْراً ذَا عَيْلَةٍ وَكَانَ يُنْفِقُ عَلَيْهِ تَبَرُّعاً بِخِلاَفِ مَنْ لاَ يَسْتَقِلُّ بِنَفْسِهِ كَصَبِيٍّ وَعَاجِزٍ عَنِ الْكَسْبِ بِمَرَضٍ أَوْ زَمَانَةٍ أَوْ عَمًى لِوُجُوْبِ نَفَقَتِهِ عَلَى الْوَالِدِ فَلاَ يُعْطِيْهِ الْمُنْفِقُ قَطْعاً وَلاَ غَيْرُهُ عَلَى الرَّاجِحِ اهـ
Ada seseorang dari keturunan Nabi Saw. (baca; sayyid atau habib) yang perekonomiannya tergolong menengah ke bawah. Kehidupan sehari-harinya tidak menentu, kadang kekurangan, kadang juga cukup. Bolehkah menyerahkan zakat kepada keturunan Nabi Saw. sebagaimana di atas?
Jawab: Menurut Jumhûr as-Syâfi’iyyah tidak boleh. Akan tetapi menurut mayoritas ulama’ Mutaqaddimîn dan Mutaakhirîn diperbolehkan, dengan alasan tidak adanya jatah bagian 1/25 dari harta rampasan perang sebagaimana realita sekarang. Referensi:
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي صحـ : 175 مكتبة دار الفكر
(مَسْأَلَةٌ ب) اتَّفَقَ جُمْهُوْرُ الشَّافِعِيَّةِ عَلَى مَنْعِ إِعْطَاءِ أَهْلِ الْبَيْتِ النَّبَوِيِّ مِنَ الزَّكَاةِ كَكُلِّ وَاجِبٍ كَنَذَرٍ وَكَفَّارَةٍ وَإِنْ مُنِعُوْا حَقَّهُمْ مِنْ خُمُسِ الْخُمُسِ وَكَذَا مَوَالِيْهِمْ عَلَى اْلأَصَحِّ وَاخْتَارَ كَثِيْرُوْنَ مُتَقَدِّمُوْنَ وَمُتَأَخِّرُوْنَ الْجَوَازَ حَيْثُ انْقَطَعَ عَنْهُمْ خُمُسُ الْخُمُسِ مِنْهُمْ اَْلأُصْطُخْرِيُّ وَالْهَرَوِيُّ وَابْنَ يَحْيَى وَابْنَ أَبِيْ هُرَيْرَةَ وَعَمِلَ بِهِ وَأَفْتَى بِهِ الْفَخْرُ الرَّازِيُّ وَالْقَاضِيْ حُسَيْنٌ وَابْنُ شُكَيْلٍ وَابْنُ زِيَادٍ وَالنَّاشِرِيُّ وَابْنُ مُطَيْرٍ قَالَ اْلأَشْخَرُ فَهَؤُلاَءِ أَئِمَّةُ كِبَارٍ وَفِيْ كَلاَمِهِمْ قُوَّةٌ وَيَجُوْزُ تَقْلِيْدُهُمْ تَقْلِيْداً صَحِيْحاً بِشَرْطِهِ لِلضَّرُوْرَةِ وَ تَبْرَأُ بِهِ الذِّمَةُ حِيْنَئِذٍ لَكِنْ فِيْ عَمَلِ النَّفْسِ لاَ اْلإِفْتَاءِ وَالْحُكْمِ بِهِ اهـ وَخَالَفُهُ ي فَقَالَ لاَ يَجُوْزُ إِعْطَاؤُهُمْ مُطْلَقاً وَمَنْ أَفْتَى بِجَوَازِهَا لَهُمْ فَقَدْ خَرَجَ عَنِ الْمَذَاهِبِ اْلأَرْبَعَةِ فَلاَ يَجُوْزُ اعْتَمَادُهُ لإِجْمَاعِهِمْ عَلَى مَنْعِهَا لَهُمْ اهـ
15. MISKIN PEMALAS BOLEHKAH MENERIMA ZAKAT
Banyak kita jumpai komunitas masyarakat penggangguran, yang semestinya mereka mempunyai potensi untuk bekerja dan mencari nafkah, terbukti lapangan pekerjaan masih terbentang luas. Apakah mereka berhak mendapatkan zakat fitrah?
Jawab: Tidak berhak mendapatkan zakat, karena mereka tidak termasuk faqîr miskin. Kecuali dia sudah berusaha mencari pekerjaan dan tidak kunjung ada yang memberinya pekerjaan. Referensi:
نهاية المحتاج الجزء 6 صحـ : 152 مكتبة دار الفكر
وَقَضِيَّةُ الْحَدِّ أَنَّ الْكَسُوْبَ غَيْرُ فَقِيْر ٍوَإِنْ لَمْ يَكْتَسِبْ وَهُوَ كَذَلِكَ هُنَا وَفِي الْحَجِّ فِي بَعْضِ صُوَرِهِ كَمَا مَرَّ وَفِيْمَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَةُ فَرْعِهِ بِخِلاَفِهِ فِي اْلأَصْلِ الْمُتَّفَقِ عَلَيْهِ لِحُرْمَتِهِ كَمَا يَأْتِيْ إنْ وَجَدَ مَنْ يَسْتَعْمِلُهُ وَقَدَرَ عَلَيْهِ أَيْ مِنْ غَيْرِ مَشَقَّةٍ لاَ تُحْتَمَلُ عَادَةً فِيْمَا يَظْهَرُ وَحَلَّ لَهُ تَعَاطِيْهِ وَلاَقَ بِهِ وَإِلاَّ أُعْطِيَ اهـ
كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار صحـ : 194
(وَلَا حَظّ فِيهَا لَغَنِيّ وَلَا لذِي مرّة سوي وَهِي الْقُوَّة) نعم لَو لم يجد من يستكسبه أعْطى
Meskipun neng Luna tergolong miskin, namun ia masih mempunyai rumah gedong dan beberapa baju yang lumayan bagus, karena kehidupan di masa remajanya bisa dikatakan glamor. Apakah ia tetap berhak mendapatkan zakat?
Jawab: Tetap berhak menerima zakat fitrah, namun jika gajinya masih memungkinkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, maka tidak berhak.menerima zakat. Referensi:
المحلي الجزء 3 صحـ : 197 مكتبة دار إحياء الكتب العربية
(الْفَقِيرُ مَنْ لاَ مَالَ لَهُ وَلاَ كَسْبَ يَقَعُ مَوْقِعًا مِنْ حَاجَتِهِ) كَمَنْ يَحْتَاجُ إلَى عَشَرَةٍ وَلاَ يَمْلِكُ أَوْ يَكْسِبُ إِلاَّ دِرْهَمَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةً (وَلاَ يَمْنَعُ الْفَقْرَ مَسْكَنُهُ وَثِيَابُهُ) وَإِنْ كَانَتْ لِلتَّجَمُّلِ قَالَ ابْنُ كج وَعَبْدُهُ الَّذِيْ يَحْتَاجُ إلَى خِدْمَتِهِ ذَكَرَهُ عَنْهُ فِي الرَّوْضَةِ وَعَلَى وَفْقِ بَحْثِ الرَّافِعِيِّ (وَلَوْ لِلتَّجَمُّلِ) أَيْ وَلَوْ مَرَّةً فِي الْعَامِ أَيْ مَعَ كَوْنِهَا لاَئِقَةً بِهِ كَالْحُلِيِّ وَكَذَا يُقَالُ فِي الْمَسْكَنِ نَعَمْ إِنِ اسْتَغْنَى بِسُكْنَى نَحْوِ الْمَدَارِسِ قَالَ شَيْخُنَا أَوْ بِنَحْوِ اْلأُجْرَةِ مَنَعَ مَسْكَنَهُ فَقْرُهُ قَوْلُهُ (وَعَبْدُهُ) أَيِ اللاَّئِقُ بِهِ وَمِثْلُهُ خَيْلُ الْجُنْدِيِّ غَيْرَ الْمُرْتَزِقِ أَوْ لَمْ يُعْطِهِ اْلإِمَامُ وَكَذَا آلَةُ الْمُحْتَرِفِ وَكُتُبُ الْعَالِمِ الْمُحْتَاجِ إلَيْهَا وَلَوْ مِنْ نَحْوِ طِبٍّ أَوْ وَعْظٍ أَوْ تَعَدَّدَتْ مِنْ فَنٍّ وَاحِدٍ نَعَمْ إنْ تَعَدَّدَتْ مِنْ كِتَابٍ تُرِكَ لَهُ اْلأَصَحُّ وَمِثْلُ كُتُبِ الْعِلْمِ تَوَارِيْخُ الْخُلَفَاءِ اْلأَرْبَعَةِ لاَ غَيْرِهِمْ وَأَشْعَارِ نَحْوِ اللُّغَةِ
Ustadz Dono adalah tergolong tokoh agama di daerahnya. Walaupun begitu, ia tidak gengsi dengan pekerjaan tambal bannya, asalkan halal dan tidak sikut kiri sikut kanan, ia rela menekuninya. Menurut presfektif fiqh, apakah ustadz Dono tetap dikatagorikan faqîr?
Jawab: Tetap dikatagorikan faqîr, jika hasil pekerjaannya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, dalam gambaran hasilnya itu kurang dari 50% dari kebutuhan. Contoh, 1 hari kebutuhannya 10 ribu, dia punya uang atau penghasilan dibawah 5 ribu. Referensi:
إعانة الطالبين الجزء 2 صحـ : 212 مكتبة دار الفكر
وَلاَ يَمْنَعُ الْفَقْرَ مَسْكَنُهُ وَثِيَابُهُ وَلَوْ لِلتَّجَمُّلِ فِيْ بَعْضِ أَيَّامِ السَّنَةِ - إلى أن قال - وَالدَّيْنُ الْمُؤَجَّلُ وَالْكََسْبُ الَّذِيْ لاَ يَلِيْقُ بِهِ ( وقوله الَّذِي لاَ يَلِيْقُ بِهِ ) أَيْ شَرْعًا لِحُرْمَتِهِ أَوْ عُرْفًا ِلإِخْلاَلِهِ بِمُرُوْءَتِهِ فَهُوَ حِيْنَئِذٍ كَالْعَدَمِ فَلَوْ لَمْ يَجِدْ مَنْ يَسْتَعْمِلُهُ إِلاَّ مَنْ مَالُهُ حَرَامٌ أَوْ فِيْهِ شُبْهَةٌ قَوِيَّةٌ أَوْ كَانَ مِنْ أَرْبَابِ الْبُيُوْتِ الَّذِيْنَ لَمْ تَجْرِ عَادَتُهُمْ بِالْكَسْبِ وَهُوَ يُخِلُّ بِمُرُوْءَتِهِ كَانَ لَهُ اْلأَخْذُ مِنَ الزَّكَاةِ فِيْهِمَا وَأَمَّا قَوْلُهُ فِي اْلإِحْيَاءِ إِنَّ تَرْكَ الشَّرِيْفِ نَحْوَ النَّسْخِ وَالْخََِياطَةِ عِنْدَ الْحَاجَةِ حَمَاقَةً وَرُعُوْنَةَ نَفْسٍ وَأَخْذََهُ اْلأَوْسَاخَ عِنْدَ قُدْرَتِهِ أَذْهَبَ لِمُرُوْءَتِهِ فَمَحْمُوْلٌ عَلَى إِرْشَادَهِ لِْلأَكْمَلِ مِنَ الْكَسْبِ اهـ
Karena alasan lebih mudah dan praktis para orang kaya ketika zakat fitrah lebih memilih mengeluarkan zakat fitrahnya dengan uang. Disamping itu, uang tersebut lebih leluasa untuk ditasarufkan oleh pihak penerima zakat. Apakah yang demikian diperbolehkan?
Jawab: Menurut mayoritas ulamâ’ madzhab Syâfi'i tidak diperbolehkan. Sedangkan menurut madzhab Hanafi diperbolehkan, karena hakikat zakat adalah untuk mengentaskan kemiskinan. Dimana membayar zakat dengan menggunakan uang, penerima zakat akan lebih leluasa untuk membelanjakannya. Sementar uang yang harus dikeluarkan seharga beras ukuran kadar + 3,8 kg. Referensi:
إثمد العينين صحـ : 183-184 مكتبة دار الفكر
(مَسْأَلَةٌ) أَفْتَى اْلبُلْقُوْنِيُّ بِجَوَازِ إِخْرَاجِ اْلفُلُوْسِ اْلجُدُدِ اْلمُسَمَّاةِ بِاْلمَنَاقِيْرِ فيِ زَكَاةِ النَّقْدِ وَالتِّجَارَةِ وَقَالَ إِنَّهُ الَّذِي إِعْتَقَدَهُ وَبِهِ أَعْمَلَ وَإِنْ كَانَ مُخَالِفاً لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَاْلفُلُوْسِ أَنْفَعَ لِلْمُسْتَحِقِّيْنَ وَأَسْهَلَ وَلَيْسَ فِيْهَا غَشٌّ كَمَا فيِ اْلفِضَّةِ اْلمَغْشُوْشَةِ وَيَتَضَرَّرُ اْلمُسْتَحِقُّ إِذَا وَرَدَتْ عَلَيْهِ وَلاَ يَجِدُ بَدَلاً إِنْتَهَى وَيَسِعُ اْلمُقَلِّدُ تَقْلِيْدَهُ لِأَنَّهُ مِنْ أَهْلِ التَّخْرِيْجِ وَالتَّرْجِيْحِ لاَ سِيَماً إِذَا رَاجَتِ اْلفُلُوْسُ وَكَثُرَ رَغْبَةُ النَّاسِ فِيْهَا .وَقَدْ سَلَفَ اْلبُلْقُوْنِيُّ فيِ ذَلِكَ اْلبُخَارِيِّ وَهُوَ مَعْدُوْدٌ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ فَإِنَّهُ قَالَ فيِ صَحِيْحِهِ بَابِ اْلعُرُوْضِ فيِ الزَّكَاةِ - إِلىَ أَنْ قَالَ- قَالَ شَاِرحُهُ اِبْنُ حَجَرٍ بَابَ اْلعَرْضِ أَيْ جَوَازَ أَخْذِ اْلعَرْضِ بِسُكُوْنِ الرَّاءِ مَا عَدَا النَّقْدَيْنِ وَوَافَقَ اْلبُخَارِيُّ فيِ هَذِهِ اْلمَسْأَلَةِ اْلحَنَفِيَّةَ مَعَ كَثْرَةِ مُخَالَفَتِهِ لَهُمْ لَكِنْ سَاقَهُ إِلىَ ذَلِكَ الدَّلِيْلِ إِنْتَهَى وَلاَ شُكَّ أَنَّ اْلفُلُوْسَ إِذَا رَاجَتْ رَوَاجَ النَّقْدَيْنِ فَهِيَ أَوْلىَ بِاْلجَوَازِ مِنَ اْلعَرْضِ لِأَنَّهَا أَقْرَبُ إِلىَ النُّقُوْدِ فَهِيَ مُتْرَقِيَّةٌ عَنِ اْلعَرْضِ بَلْ قَضِيَّةُ كَلاَمِ الشَّيْخَيْنِ وَصَرِيْحُ كَلاَمِ اْلمَحَلِّي أَنَّهَا مِنَ النَّقْدِ وَحِينْئِذٍ فَسَبِيْلٌ مِنْ اِرَادِ إِخْراَجِهَا تَقْلِيْدُ مَنْ قَالَ بِجَوَازِهِ وَيَسِعُهُ ذَلِكَ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ تَعَالىَ وَيَبْرَأُ عَنِ اْلوَاجِبِ وَقَدْ أَرْشَدَ اْلعُلَمَاءِ إِلىَ التَّقْلِيْدِ عِنْدَ اْلحَاجَةِ اهـ
الفقه الاسلامي الجزء 4 صحـ : 272 مكتبة الشاملة الإصدار الثاني
قَالَ الْحَنَفِيَّةُ تَجِبُ زَكَاُة الْفِطْرِ مِنْ أَرْبَعَةِ أَشْيَاءَ اَلْحِنْطَةِ وَالشَّعِيْرِ وَالتَّمَرِ وَالزَّبِيْبِ وَقَدْرُهََا نِصْفُ صَاعٍ مِنْ حِنْطَةٍ أَوْ صَاعٍ مِنْ شَعِيْرٍ أَوْ تَمَرٍ أَوْ زَبِيْبٍ وَالصَّاعِ عِنْدَ أَبِي حَنَفِيَّةِ وَمُحَمَّد ثَمَانِيَّةُ أَرْطَالٍ بِالْعِرَاقِي وَالرِّطْلُ الْعِرَاقِيُّ مِائَةٌ وَثَلاثُونَ دِرْهَماً وَيُسَاوِي 3800 غرَاماً لأَنَّهُ عليه السلام كَانَ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ رِطْلَيْنِ وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ ثَمَانِيَّةَ أَرْطَالٍ هَكَذَا كَانَ صَاعُ عُمَر رضي الله عنه وَهُوَ أَصْغَرُ مِنَ الْهَاشِمِيّ وَكَانُوْا يَسْتَعْمِلُوْنَ الْهَاشِمِيّ وَدَلِيْلُهُمْ عَلَى تَقْدِيْرِ الْفِطْرَةِ بِصَاعٍ أَوْ نِصْفِهِ حَدِيْثُ ثَعْلَبَةِ بْنِ صَعِيْرِ الْعَذَرِي أَنَّهُ قَالَ خَطَبَنَا رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أُدُّوا عَنْ كُلِّ حُرٍّ وَعَبْدٍ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ أَوْ صَاعاً مِنْ تَمَرٍ أَوْ صَاعاً مِنْ شَعِيْرٍ دَفْعَ الْقِيْمَةِ عِنْدَهُمْ يَجُوْزُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ أَنْ يَعْطِيَ عَنْ جَمِيْعِ ذَلِكَ الْقِيْمَةِ دَرَاهِمَ أَوْ دَنَانِيْرَ أَوْ فُلُوْساً أَوْ عُرُوْضاً أَوْ مَا شَاءَ لأَنَّ الْوَاجِبَ فِي الْحَقِيْقَةِ إِغْنَاءُ الْفَقِيْرِ لِقَوْلِهِ صلّى الله عليه وسلم " أغْنَوْهُمْ عَنِ الْمَسْأَلَةِ فِي مِثْلِ هَذَا الْيَوْمِ "وَالإِغْنَاءُ يَحْصُلُ بِالْقِيْمَةِ بَلْ أَتَمُّ وَأَوْفَرُ وَأَيْسَرُ لأَنَّهَا أَقْرَبُ إِلَى دَفْعِ الْحَاجَةِ فَيَتَبَيَّنُ أَنَّ النَّصَ مُعَلِّلٌ بِاْلإغْنَاءِ - الى ان قال- وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَّنَهَا تَجِبُ مِنْ غَالِبِ قُوْتِ الْبَلَدِ أَوْ الْمَحَلِّ لِأَنَّ ذَلِكَ يَخْتَلِفَ بِاخْتِلَافِ النَوَاحِي وَالْمُعْتَبَرُ فِي غَالِبِ الْقُوْتِ غَالِبُ قُوْتِ السُّنَّةِ وَيَجْزِئُ الأَعْلَى عَنِ الْأَدْنَى لاَ الْعَكْسُ وَذَلِكَ بِزِيَّادَةِ الاِقْتِيَّاتِ فِي الْأَصَحِّ لا بِالْقِيْمَةِ اهـ
Amil zakat adalah mereka yang diangkat oleh imam untuk mentasarrufkan zakat. Namun dalam kenyataan di kampung banyak panitia yang mengangkat diri sebagai amil tanpa mandat dari pemerintah. Apakah mereka sah sebagai amil yang berhak menerima zakat ?
Jawab: Tidak sah.
Catatan: Orang yang berhak mengangkat 'amil zakat adalah Imam, dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Kepala Pemerintahan dalam hal ini Presiden. Adapun terkait dengan pembentukan amil zakat adalah presiden dan orang-orang diberi wewenang membentuk amil sebagaimana diatur oleh UU No 23 tahun 2011, tentang pengelolaan zakat, yaitu Pembentukan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Masyarakat tetap dapat membantu dan berperan serta dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan zakat dengan membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Hak masyarakat untuk membantu dan berperan serta dalam pengelolaan zakat, diatur dalam ketentuan Pasal 17 UU Pengelolaan Zakat yang menyatakan, ”Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.”
Kemudian dalam rangka memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada muzakki, mustahik, dan LAZ dalam melaksanakan pengelolaan zakat, maka ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU Pengelolaan Zakat mengatur secara tegas bahwa untuk pembentukan LAZ wajib mendapat izin menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri. Mekanisme perizinan dalam pembentukan LAZ adalah merupakan penerapan asas kepastian hukum dalam pengelolaan zakat.
Catatan :
* Kepala desa / Lurah tidak termasuk orang-orang diberi wewenang membentuk amil zakat. Lihat Nihatul muhtaj VI/168.
* Panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa [keinginan sendiri tanpa adanya dorongan pihak yang berhak] oleh masyarakat tidak termasuk 'amil yang berhak menerima bagian zakat. Lihat Hasyiah At-Tarmasi IV/120. Referensi:
حاشية الباجوري الجزء 2 صحـ : 301
قوله العامل من استعمله الإمام إلخ أي كساع يجبيها وكاتب يكتب ما أعطاه أرباب الأموال وقاسم يقسمها على المستحقين وحاشر يجمعها
Pak Zarahan adalah seorang yang penghasilannya sangat minim. Sehingga disaat anaknya akan melanjutkan sekolah, Pak Zarahan hutang uang pada Hj. Zaimah, guna membiayai anaknya. Jelang beberapa hari, tibalah bulan puasa. Akhirnya Hj. Zaimah berbicara pada Pak Zarahan, “Entar zakatku akan kuberikan padamu, tapi nanti kasihkan aku lagi, sebagai pembayaran hutangmu”. Sahkah membayar zakat semacam di atas?
Jawab: Tidak sah, kecuali jika tidak ada kesepakatan. Referensi:
فتح المعين الجزء 2 صحـ : 218 مكتبة دار الفكر
(فَرْعٌ) مَنْ دَفَعَ زَكَاتَهُ لِمَدِيْنِهِ بِشَرْطِ أَنْ يَرُدَّهَا لَهُ عَنْ دَيْنِهِ لَمْ يَجُزْ وَلاَ يَصِحُّ قَضَاءُ الدَّيْنِ بِهَا فَإِنْ نَوَيَا ذَلِكَ بِلاَ شَرْطٍ جَازَ وَصَحَّ وَكَذَا إِنْ وَعَدَهُ الْمَدِيْنُ بِلاَ شَرْطٍ فَلاَ يَلْزَمُهُ الْوَفَاءُ بِاْلوَعْدِ وَلَوْ قَالَ لِغَرِيْمِهِ جَعَلْتُ مَا عَلَيْكَ زَكَاةً لَمْ يُجِْزئْ عَلَى اْلأَوْجَهِ إِلاَّ إِنْ قَبَضَهُ ثُمَّ رَدُّهُ إِلَيْهِ وَلَوْ قَالَ اكْتَلْ مِنْ طَعَامِيْ عِنْدَكَ كَذَا اهـ
Ada sebagian pedagang yang mengeluarkan zakat tijarohnya pada bulan tertentu ( seperti bulan Romadlon ) tanpa meninjau terlebih dahulu apakah itu akhir haul atau tidak. Dan sebagian dari mereka ada yang mengeluarkan zakat dalam bentuk makanan dengan cara mengadakan tasayakuran dsb.
1. Sahkah zakat yang dikeluarkan tersebut bila melampaui satu tahun atau belum sampai satu tahun ?
2. Sahkah zakat dalam bentuk makanan ?
Jawaban :
1. Mengeluarkan zakat yang telah melampaui satu tahun adalah sah. Namun hukumnya haram, jika hal tersebut dilakukan dengan tanpa udzur atau hajat ( kebutuhan ). Sedangkan Ta’jiluz zakat at-tijaroh ( mengeluarkan zakat perdagangan sebelum waktunya ) yang telah mencapai nishob, hukumnya juga sah. Dan jika belum mencapai nishob maka terjadi khilaf. Menurut imam As Subki sah dan menurut sebagian ulama’ tidak sah.
2. Pemberian zakat dalam bentuk makanan hukumnya terjadi khilaf. Kalau itu merupakan ‘urudhut tijarohnya ( harta yang diperdagangkannya ), maka menurut qoul ( pendapat ) yang masyhur tidak boleh. Namun menurut qoul dhoif ( pendapat yang lemah ), diperbolehkan. Dan menurut imam Al Bulqini, apabila itu merupakan sesuatu yang paling bermanfa’at bagi para mustahiqqin, maka diperbolehkan. Hanya saja qoul ini adalah dhoif ( lemah ). Referensi :
نهاية الزين صحـ : 178 مكتبة طه فوترا سماراع
( و ) جاز لمالك النصاب ( تعجيلها ) أى الزكاة فى المال الحولى ( قبل ) تمام ( حول ) فيما انعقد حوله ووجد النصاب فيه لأنه صلى الله عليه وسلم أرخص فى التعجيل للعباس رواه أبو داود والحاكم ولأنه وجب بسببين فجاز تقديمه على أحدهما كتقديم الكفارة على الحنث ومحل جواز التعجيل فى غير الولى أما هو فلا يجوز له التعجيل عن موليه سواء الفطرة وغيرها نعم إن عجل من ماله جاز ولا يرجع به على الصبى وإن نوى الرجوع لأنه إنما يرجع عليه فيما يصرفه عنه عند الاحتياج ولا يصح تعجيل الزكاة على ملك النصاب فى زكاة عينية كأن ملك مائة درهم فعجل خمسة دراهم لتكون زكاة إذا تم النصاب وحال الحول عليه واتفق ذلك فلا يجزئه إذ لم يوجد سبب وجوبها لعدم المال الزكوى فأشبه أداء الثمن قبل البيع والدية قبل القتل والكفارة قبل اليمين وخرج بالزكاة العينية زكاة التجارة فيجوز التعجيل فيها بناء على ما مر من أن النصاب فيها معتبر بآخر الحول فلو اشترى عرضا قيمته مائة فعجل زكاة مائتين مثلا أو قيمته مائتان فعجل زكاة أربعمائة وحال الحول وهو يساوي ذلك أجزأه وكأنهم اغتفروا له التردد فى النية إذ الأصل عدم الزيادة لضرورة التعجيل وإلا لم يجز تعجيل أصلا لأنه لا يدرى ما حاله ثم آخر الحول ( لا ) يجوز تعجيل الزكاة ( لعامين ) ولا لأكثر منهما إذ زكاة غير الأول لم ينعقد حوله والتعجيل قبل انعقاد الحول ممتنع فإن عجل لأكثر من عام أجزأه عن الأول مطلقا : أى ميز ما لكل عام أو لا دون غيره سواء أكان قد ميز حصة كل عام أم لا وشرط وقوع المعجل زكاة بقاء المالك بصفة الوجوب عند آخر الحول والقابض بصفة الاستحقاق والمال إلى تمام الحول فإن مات مالك أو قابض قبله أو ارتد قابض أو غاب ولم يجز نقل الزكاة أو استغنى بمحض غير المعجل كمعجل آخر أخذه بعد الأول أو نقص نصاب أو زال عن ملكه وليس مال تجارة لم تجزئه لخروجه عند الوجوب عن الأهلية فى الطرفين ولا يضر غناه بالمعجل وحده أو مع غيره ولا عروض مانع فيه قبل الحول كردة وكذا لو لم يعلم استحقاقه أو حياته ( وحرم تأخيرها ) أى تأخير المالك أداء الزكاة بعد التمكن ( وضمن ) أى المالك ( إن ) أخر الأداء ( وتلف ) أى المال ( بعد تمكن ) وقد مر لتقصيره ومن ثم لو أتلفه بعد الحول ولو قبل التمكن ضمنه بأن يؤدى ما كان يؤديه قبل التلف فإن أتلفه أجنبى تعلقت الزكاة بالقيمة ويجوز التأخير لطلب الأفضل لتفريقه أو لطلب الإمام حيث كان تفريقه أفضل ولانتظار قرابة وإن بعدت وجار أو أحوج أو أصلح لأنه تأخير لغرض ظاهر هذا إذا لم يكن هناك مضطر أما إذا كان ثم من يتضرر بالجوع أو العرى مثلا ضررا يبيح التيمم فيحرم التأخير مطلقا ويضمن ما تلف فى مدة التأخير فيخرج قدر الزكاة لمستحقيه وإن لم يأثم كأن أخر ذلك لحصول الامكان وإذا أخر لغرض نفسه فيتقيد جواز التأخير بشرط سلامة العاقبة أما ما تلف قبل التمكن من غير تقصير فلا ضمان سواء كان تلفه بعد الحول أم قبله فإذا كان من نصاب لا وقص سقط قسطه وقى قسط الباقى فيتعلق الفرض بالنصاب فقط وذلك لانتفاء تقصيره فإن قصر كأن وضعه فى غير حرز مثله كان ضامنا وخرج بالتلف قبل التمكن ما لو مات المالك قبل التمكن فلا يسقط الضمان بل يتعلق الواجب بتركته اهـ.
إسعاد الرفيق الجزء 1 صحـ : 126 مكتبة دار إحياء الكتب العربية
( فصل ) فيما يجب على كل من يتعاطى شيئا من المعاملات ( يجب ) عينا ( على كل مسلم مكلف ) ومسلمة كذلك إذا أراد شيئا منها كبيع وشراء وإجارة ونكاح وإعارة وشركة ( أن لا يدخل فى شىء ) منها ( حتى يعلم ) ويتحقق ( ما أحل الله تعالى منه وما حرم ) منه وما يشترط لصحته لئلا يقع فى عقد فاسد أو محرم اهـ
حواشى الشروانى الجزء 3 صحـ : 353 مكتبة دار صادر
( فصل ) فى التعجيل وتوابعه ( لا يصح تعجيل الزكاة ) العينية ( على ملك النصاب ) كما إذا ملك مائة فأدى خمسة لتكون زكاة إذا تم مائتين وحال الحول لفقد سبب الوجوب فأشبه تقديم أداء كفارة يمين عليها أما غير العينية كأن اشترى للتجارة عرضا قيمته مائة فعجل عن مائتين أو أربعمائة مثلا وحال الحول وهو يساويهما فيجزئه لما مر أن النصاب فى زكاة التجارة معتبر بآخر الحول وكأنهم اغتفروا له تردد النية إذ الأصل عدم الزيادة لضرورة التعجيل وإلا لم يجز تعجيل أصلا لأنه لايدرى ما حاله عند آخر الحول وبهذا اندفع ما للسبكى هنا اهـ ( فصل فى التعجيل وتوابعه ) ( قوله فى التعجيل ) أى فى بيان جوازه وعدمه وقد منع الإمام مالك رضى الله تعالى عنه صحته وتبعه ابن المنذر وابن خزيمة من أئمتنا ( قوله وتوابعه ) أى من حكم الاسترداد ومن حكم الاختلاف الواقع بينهما فى مثبت الاسترداد ومن أنه لا يضر غناؤه بها ومن أن الزكاة تتعلق بالمال تعلق شركة بجيرمى قول المتن ( لا يصح تعجيل الزكاة ) أى فى مال حولى نهاية ومغنى ( قوله العينية ) إلى قول المتن ويجوز فى النهاية إلا قوله أى وقد إلى ثم وقوله ولظهور إلى جزم وكذا فى المغنى إلا قوله وكأنهم إلى ولو ملك ( قوله العينية ) سيذكر محترزه قال سم أى ومن لازم تعجيل العينية على ملك النصاب تعجيلها على تمام الحول إذ ما دون النصاب لا يجرى فى الحول اهـ ( قوله إذا تم ) أى المال سم ( قوله مائتين خبرتم على تضمينه معنى الصيرورة ( قوله لفقد الخ ) أى واتفق ذلك فإنه لا يجزئه لفقد سبب وجوبها وهو المال الزكوى مغنى ونهاية ( قوله عليها ) أى اليمين ( قوله كأن اشترى للتجارة عرضا قيمته مائة فعجل عن مائتين الخ ) هل يشترط هنا فى التجارة أن يغلب على ظنه أنه يبلغ النصاب فى آخر الحول أخذا مما يأتى عن البحر فى الحبوب والثمار كما نقله صاحب المغنى والنهاية عنه وأقراه أو لا ويفرق بتيسر العلم بذلك فيما سيأتى بخلاف ما هنا لأنه يتعسر معرفة القيم فى آخر الحول محل تأمل بصرى وقضية إطلاقهم الثانى بل تعليلهم فيما سيأتى بإمكان معرفة القدر تخمينا يشير إلى الفرق المذكور ( قوله أو أربعمائة الخ ) عبارة النهاية والمغنى أو قيمته مائتان فعجل زكاة أربعمائة وحال الحول وهو يساوى ذلك أجزأه اهـ ( قوله يساويهما ) ليتأمل فى إرجاع الضمير بصرى ويمكن أن يقال أن الضمير للنصابين المتقدمين على سبيل التوزيع أى يساوى نصاب المائتين فى الصورة الأولى ونصاب أربعمائة فى الثانية ( قوله تردد النية ) أى التردد فى النية ع ش ( قوله إذ الأصل الخ ) علة للتردد ( وقوله لضرورة التعجيل ) علة للاغتفار رشيدى ( قوله وإلا الخ ) وإن لم يغتفروا التردد فى النية ( قوله أصلا ) أى لا فى النية ولا فى غيرها لا قبل النصاب ولا بعده ( قوله ما حاله ) أى المال من حيث القيمة ( قوله وبهذا ) أى بقوله وكأنهم اغتفروا الخ
حواشى الشروانى الجزء 3 صحـ : 347 - 348 مكتبة دار صادر
ولو أدى عن مال مورثه بفرض موته وارثه له ووجوب الزكاة فيه فبان كذلك لم يجزئه للتردد فى النية مع أن الأصل عدم الوجوب عند الإخراج وأخذ منه بعضهم أن من شك فى زكاة فىذمته فأخرج عنها إن كانت وإلا فمعجل عن زكاة تجارته مثلا لم يجزئه عما فى ذمته بان له الحال أو لا ولا عن تجارته لتردده فى النية وله الاسترداد إن علم القابض الحال وإلا فلا كما يعلم مما يأتى وقضية ما مر فى وضوء الاحتياط أن من شك أن فى ذمته زكاة فأخرجها أجزأته إن لم يبن الحال عما فى ذمته للضرورة وبه يرد قول ذلك البعض بان الحال أو لا ولو أخرج أكثر مما عليه بنية الفرض والنفل من غير تعيين لم يجزئ أو الفرض فقط صح ووقع الزائد تطوعا ( قوله لو أدى عن مال مورثه الخ ) أى لو قال هذه زكاة مالى إن كان مورثى قد مات فبان موته نهاية ومغنى ( قوله لم يجزئه الخ ) وينبغى مثله فى عدم الإجزاء ما لو تردد كأن قال هذا زكاة مالى إن كان مورثى قد مات وإلا فعن مالى الحاضر ووجه عدم الصحة فيه التردد بين ما يجب وما لا يجب ع ش ( قوله وأخذ منه بعضهم أن من شك الخ ) هل محل ذلك إذا شك فى أصل اللزوم أو فى الأداء مع تحقق الوجوب أو مطلقا والأوجه الأول بخلاف ما إذا تحقق الوجوب وشك فى الإخراج فلا يضر التردد لاعتضاده بالأصل وهو بقاء الوجوب وقد صرح الشيخان بأن التردد المعتضد بالأصل لا يضر هنا هذا ما يتحرر فى كلام البعض بالنسبة لما فى الذمة أما بالنسبة إلى عدم الإجزاء عن المعجل حيث قلنا بعدم إجزائه عما فى الذمة فمحل نظر وتأمل اهـ بصرى بحذف ( قوله إن علم القابض الخ ) ظاهره وإن لم يشترط الاسترداد ويمكن أن لا يخالف فرق شرح العباب فى الحاشية المارة سم ( قوله وقضية ما مر الخ ) إنما يتم ما ذكره بفرض تسليمه لوكان ترديد النية فى وضوء الاحتياط غير مضر وقد تقدم فى كلامه ما يقتضى أنه يضر فليحرر على أنه يمكن الفرق بأنه يغتفر فى الوسائل ما لا يغتفر فى المقاصد فليتأمل بصرى وقوله ما يقتضى أنه يضر أى إذا تبين الحدث وإلا فكلام الشارح هناك صريح فى عدم المضرة إن لم يبن الحال ( قوله من غير تعيين الخ ) أى بخلاف ما لو نوى أن نصفه مثلا عن الفرض والباقى نفل فيصح ويقع النصف عن الفرض.
بغية المسترشدين صحـ : 101 مكتبة دار الفكر
( فائدة ) سئل القاضى القطب سقاف بن محمد الصافى هل يجوز إخراج زكاة التمر رطبا فأجاب المذهب لا يجوز إلا جافا منقى لكن إذا اضطر الفقراء جازت رطبا دفعا لضررهم لأن مدارها على نفع المستحقين والخروج من رذيلة البخل اهـ وقال فى القرطاس فى مناقب القطب عمر العطاس وبلغنا عنه أى صاحب الممناقب المذكور أنه أمر بإخراج زكاة الخريف قبل أن يجف فقيل له إن أهل العلم يقولون إنه لا يصح حتى يجف فقال هم رجال ونحن رجال اسألوا الفقراء أيما أحب إليهم الرطب أم الجاف فقبل منه وعمل به أهل الجهة الجميع اهـ
ترشيح المستفيدين صحـ : 154 - 155 مكتبة دار الفكر
( فائدة ) لايجوز فى مذهب الإمام الشافعى رحمه الله تعالى إخراج العرض عن القيمة فمن أراد إخراجه عنها قلد غير ممن يرى الجواز كما أفتى ابن حجر وغيره بجواز التقليد فى ذالك قال ابن زياد فى فتاويه أفتى البلقينى بجواز إخراج الفلوس الجدد المسماه بالمناقير فى زكاة النقد والتجارة وقال إنه الذى أعتقده وبه أعمل وإن كان مخالفا لمذهب الشافعى والفلوس أنفع للمستحققين وأسهل وليس فيها غش كما فى الفضة المغشوشة ويتضرر المستحق إذا وردت عليه ولا يجد لها بدلا اهـ ويسع المقلد تقليده لأنه من أهل التخريج والترجيح لا سيما اذا راجت الفلوس وكثر رغبة الناس فيها وقد سلف البلقينى فى ذلك البخارى وهو معدود من الشافعية فإنه قال فى صحيحه باب العرض فى الزكاة وقال طاوس قال معاذ لأهل اليمن ائتونى بعرض ثياب خميص أو لبيس فى الصدقة مكان الشعير والذرة أهون عليكم وخير لأصحاب النبى صلى الله عليه وسلم بالمدينة اهـ قال شارحه ابن حجر باب العرض أى جواز أخذ العرض بسكون الراء ما عدا النقدين ووافق البخارى فى هذه المسألة الحنفية مع كثرة مخالفته لهم لكن ساقه إلى ذلك الدليل اهـ ولا شك أن الفلوس إذا راجت رواج النقدين فهى أولى بالجواز من العرض لأنها أقرب إلى النقود فهى مترقية عن العرض بل قضية كلام الشيخين وصريح كلام المحلى أنها من النقد وحينئذ فسبيل من أراد إخراجها تقليد من قال بجوازه ويسعه ذلك فيما بينه وبين الله تعالى ويبرأ عن الواجب وقد أرشد العلماء إلى التقليد عند الحاجة.
غاية تلخيص المراد بهامش بغية المسترشدين صحـ : 112 مكتبة دار الفكر
( مسئلة ) أفتى البلقينى بجواز إخراج الفلوس الجدد المسماه بالمناقير فى زكاة النقد والتجارة وقال إنه الذى أعتقده وبه أعمل وإن كان مخالفا لمذهب الشافعى والفلوس أنفع للمستحققين وأسهل وليس فيها غش كما فى الفضة المغشوشة ويتضرر المستحق إذا وردت عليه ولا يجد لها بدلا اهـ ويسع المقلد تقليده لأنه من أهل التخريج والترجيح لا سيما اذا راجت الفلوس وكثر رغبة الناس فيها وقد سلف البلقينى فى ذلك البخارى وهو معدود من الشافعية فإنه قال فى صحيحه باب العروض فى الزكاة وقال طاوس قال معاذ لأهل اليمن ائتونى بعرض ثياب خميص أو لبيس فى الصدقة مكان الشعير والذرة أهون عليكم وخير لأصحاب النبى صلى الله عليه وسلم بالمدينة اهـ قال شارحه ابن حجر باب العرض أى جواز أخذ العرض بسكون الراء ما عدا النقدين ووافق البخارى فى هذه المسألة الحنفية مع كثرة مخالفته لهم لكن ساقه إلى ذلك الدليل اهـ ولا شك أن الفلوس إذا راجت رواج النقدين فهى أولى بالجواز من العرض لأنها أقرب إلى النقود فهى مترقية عن العرض بل قضية كلام الشيخين وصريح كلام المحلى أنها من النقد وحينئذ فسبيل من أراد إخراجها تقليد من قال بجوازه ويسعه ذلك فيما بينه وبين الله تعالى ويبرأ عن الواجب وقد أرشد العلماء إلى التقليد عند الحاجة.
موهبة ذى الفضل الجزء 4 صحـ : 37-38 مكتبة العامرة الشرفية بمصر المحمية
( قوله وواجبها ) أى التجارة أى الواجب فى زكاتها ( قوله ربع عشر القيمة لا العروض ) أى اتفاقا فى ربع العشر كالنقد وعلى الجديد فى كونه من القيمة لأن فىالمسئلة ثلاثة أقوال المشهور الجدبد أنه يخرج من القيمة ولايجوز أن يخرج من عين العرض والثانى يجب الإخراج من العرض لأنه الذى يملكه والقيمة تقدير والثالث يتخير بينهما لتعارض الدليلين اهـ
المجموع الجزء 6 صحـ : 68 - 69 مكتبة المكتبة السلفية
قال المصنف رحمه الله تعالى ( إذا قوم العرض فقد قال فى الأم يخرج الزكاة مما قوم به وقال فى القديم فيه قولان ( أحدهما ) أنه يخرج ربع عشر قيمته ( والثانى ) يخرج ربع عشر العرض، وقال فى موضع آخر لا يخرج إلا العين أو الورق أو العرض، فمن أصحابنا من قال فيه ثلاثة أقوال ( أحدها ) يخرج من الذى قوم به لأن الوجوب يتعلق به ( والثانى ) يخرج من العرض، لأن الزكاة تجب لأجله ( والثالث ) يخير بينهما لأن الزكاة تتعلق بهما فيخيره بينهما، وقال أبو إسحاق فيه قولان ( أحدهما ) يخرج مما قوم به ( والثانى ) أنه بالخيار، فقال أبو على ابن أبى هريرة فيه قولان ( أحدهما ) يخرج مما قوم به ( والثانى ) يخرج العرض ) ( الشرح ) قال الشافعى والأصحاب زكاة عرض التجارة ربع العشر بلا خلاف، ولا وقص فيه كالنقد، وفيما يجب إخراجه طرق كما ذكره المصنف حاصلها ثلاثة أقوال ( أصحها ) عند الأصحاب، وهو نصه فى الأم والمختصر وهو الجديد، وبه الفتوى وعليه العمل يجب ربع عشر القيمة مما قوم به ولا يجوز أن يخرج من نفس العرض ( والثانى ) يجب الإخراج من نفس العرض ولا تجزىء القيمة ( والثالث ) يتخير بينهما، وقد ذكر المصنف دليل الجميع، والقول الثانى والثالث قديمان ضعيفان، وحكى الصميرى ( طريقاً رابعاً ) وهو أنه إن كان العرض حنطة أو شعيراً أو مما ينفع المساكين
أخرج منه، وإن كان عقاراً أو حيواناً فمن القيمة نقداً.
بغية المسترشدين صحـ : 100 مكتبة دار الفكر
( مسألة ى ) لايجزى إخراج الفلوس المضروبة من النحاس عن زكاة النقد كما لا يجزى أحد النقدين عن الآخر ولا نوع أردأ أو ناقص القيمة عن أجود نعم إن إعسر الإخراج من كل أخرج من الوسط ويجزئ أجود عن أردأ كمختلفى صفة بتعدد الضربية أو قلة الغش مع استواء القيمة مطلقا ومغشوش عن خالص إن ساوى الغش مؤنه السبك أو رضى المستحقون بتحمل المؤنة ولا يحسب الغش حينئذ اهـ قلت وفى تشديد البنيان لبارجا وأفتى البلقينى بجواز إخراج الزكاة فلوسا عند تعذر الفضة أو كانت معاملتهم بالفلوس لأنها أنفع للمسلمين وأسهل وليس فيها غش كما فىالفضة المغشوشة فعند ذلك يتضرر المستحق اذا ردت ولايجد غيرها ولا بدلا اهـ وقال ق ل أما إخراج الفلوس فإنى أعتقد جوازه ولكنه مخالف لمذهب الشافعى اهـ
Dzakir dengan modal kelihaiannya dalam berbisnis, ia mencoba berbisnis ayam petelor. Dengan semangat 45, akhirnya dia memborong ayam sebanyak mungkin, kemudian ia ternak dan telornya dipasarkan. Banyangkan saja, dalam jangka yang cukup singkat, ia mampu memasarkan dipelbagai daerah. Sehingga dia sekarang menjadi juragan telor yang tenar. Apakah Dzakir wajib zakat jika hartanya tersebut sudah mencapai satu nishab?
Jawab: Tidak wajib, sebab tidak memenuhi pensyaratan zakat tijarah, yakni harus ada niat memperdagangkan barang dagangan yang dibeli. Sedangkan dalam kasus ini yang ia niati tijarah adalah telur, bukan ayam yang dibeli. Referensi:
تحفة المحتاج في شرح المنهاج الجزء 3 صحـ : 294 مكتبة دار إحياء التراث العربي
( فَصْلٌ فِيْ زَكَاةِ التِّجَارَةِ ) ( قَوْلُهُ فِي زَكَاةِ التِّجَارَةِ ) أَيْ وَمَا يَتْبَعُ ذَلِكَ كَوُجُوْبِ فِطْرَةِ عَبِيْدِ التِّجَارَةِ ع ش وَالتِّجَارَةُ تَقْلِيْبُ الْمَالِ بِالْمُعَاوَضَةِ لِغَرَضِ الرِّبْحِ أَسْنَى وَمُغْنِي وَإِيعَابٌ وَهَذَا هُوَ الْمُرَادُ مِمَّا تَقَدَّمَ فِي الشَّرْحِ أَنَّهَا تَقْلِيْبُ الْمَالِ بِالتَّصَرُّفِ فِيْهِ لِطَلَبِ النَّمَاءِ اهـ إذِ الْمُرَادُ بِالتَّصَرُّفِ فِيْهِ الْبَيْعُ وَنَحْوُهُ مِنَ الْمُعَاوَضَاتِ كَمَا نَبَّهَ عَلَيْهِ ع ش فَشِرَاءُ بِزْرِ الْبَقَّمِ لِيُزْرَعَ وَيُبَاعَ مَا يَنْبُتُ وَيَحْصُلُ مِنْهُ لَيْسَ مِنَ التِّجَارَةِ وَإِنْ خَفِيَ عَلَى بَعْضِ الضَّعَفَةِ فَقَالَ بِوُجُوْبِ الزَّكَاةِ فِيْهِ وَيَلْزَمُهُ فِيْمَا إذَا اشْتَرَى نَحْوَ بِزْرِ سِمْسِمٍ أَوْ كَتَّانٍ أَوْ قُطْنٍ لِيُزْرَعَ وَيُبَاعَ مَا يَحْصُلُ مِنْهُ كَمَا هُوَ عَادَةُ الزُّرَّاعِ أَنْ تَجِبَ زَكَاةُ التِّجَارَةِ فِيْمَا يَنْبُتُ مِنْهُ إذَا مَضَى عَلَيْهِ حَوْلٌ مِنْ حِيْنِ الشِّرَاءِ وَبَلَغَ الْحَاصِلُ مِنْهُ نِصَابًا وَهُوَ ظَاهِرُ الْفَسَادِ وَيَأْتِيْ فِيْهِ زِيَادَةُ بَسْطٍ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى اهـ
تحفة المحتاج في شرح المنهاج الجزء 3 صحـ : 295 مكتبة دار إحياء التراث العربي
وَتَقَدَّمَ أَيْضًا أَنَّ التِّجَارَةَ تَقْلِيْبُ الْمَالِ بِالتَّصَرُّفِ فِيْهِ بِنَحْوِ الْبَيْعِ لِطَلَبِ النَّمَاءِ فَتَبَيَّنَ بِذَلِكَ أَنَّ الْبِزْرَ الْمُشْتَرَى بِنِيَّةِ أَنْ يُزْرَعَ ثُمَّ يُتَّجَرَ بِمَا يَنْبُتُ وَيَحْصُلُ مِنْهُ كَبِزْرِ الْبَقَّمِ لاَ يَكُوْنُ عَرْضَ تِجَارَةٍ لاَ هُوَ وَلاَ مَا نَبَتَ مِنْهُ أَمَّا اْلأَوَّلُ فَِلأَنَّ شِرَاءَهُ لَمْ يَقْتَرِنْ بِنِيَّةِ التِّجَارَةِ بِهِ نَفْسِهِ بَلْ بِمَا يَنْبُتُ مِنْهُ وَأَمَّا الثَّانِيْ فَِلأَنَّهُ لَمْ يُمْلَكْ بِمُعَاوَضَةٍ بَلْ بِزِرَاعَةِ بِزْرِ الْقِنْيَةِ وَلاَ يُقَاسُ الْبِزْرُ الْمَذْكُوْرُ عَلَى نَحْوِ صِبْغٍ اشْتُرِيَ لِيُصْبَغَ بِهِ لِلنَّاسِ بِعِوَضٍ ِلأَنَّ التِّجَارَةَ هُنَاكَ بِِعَيْنِ الصِّبْغِ الْمُشْتَرَى لاَ بِمَا يَنْشَأُ مِنْهُ بِخِلاَفِ الْبِزْرِ الْمَذْكُوْرِ فَإِنَّهُ بِعَكْسِ ذَلِكَ اهـ
Ayam dan sapi ternak yang diperdagangkan oleh Zuhair, perkembangannya sangat baik dan beranak-pinak sangat banyak. Apakah telor dan anak dari hewan ternak tersebut juga wajib dizakati?
Jawab: Wajib dizakati, karena termasuk harta dagangan, sementara haulnya mengikuti haul induknya. Referensi:
حاشيتا قليوبي وعميرة الجزء 2 صحـ : 38 مكتبة دار إحياء الكتب العربية
( وَاْلأَصَحُّ أَنَّ وَلَدَ الْعَرَضِ ) مِنَ الْحَيَوَانِ غَيْرَ السَّائِمَةِ كَالْخَيْلِ وَالْجَوَارِيْ وَالْمَعْلُوْفَةِ ( وَثَمَرَهُ ) مِنَ اْلأَشْجَارِ ( مَالُ تِجَارَةٍ ) وَالثَّانِيْ يَقُوْلُ لَمْ يُحَصَّلاَ بِالتِّجَارَةِ ( وَ ) اْلأَصَحُّ عَلَى اْلأَوَّلِ ( أَنَّ حَوْلَهُ حَوْلُ اْلأَصْلِ ) وَالثَّانِيْ لاَ بَلْ يُفْرَدُ بِحَوْلٍ مِنِ انْفِصَالِ الْوَلَدِ وَظُهُوْرِ الثَّمَرِ قَوْلُهُ ( أَنَّ وَلَدَ الْعَرْضِ مِنَ الْحَيَوَانِ مَالُ تِجَارَةٍ ) سَوَاءٌ كَانَ مِنْ نَعَمٍ أَوْ خَيْلٍ أَوْ إِمَاءٍ أَوْ غَيْرِهَا وَيَظْهَرُ أَنَّ مِثْلَهُ فَرْخُ بَيْضٍ لِلتِّجَارَةِ وَيُلْحَقُ بِوَلَدِهِ صُوْفُهُ وَرِيْشُهُ وَوَبَرُهُ وَشَعْرُهُ وَلَبَنُهُ وَسَمْنُهُ وَنَحْوُهَا فَكُلُّهَا مَالُ تِجَارَةٍ وَقَوْلُهُ ( وَثَمَرَهُ ) أَيْ عَرْضَ التِّجَارَةِ مِنْ نَخْلٍ وَعِنَبٍ وَغَيْرِهِمَا مَالُ تِجَارَةٍ وَكَذَا تِبْنُهُ وَأَغْصَانُهُ وَأَوْرَاقُهُ وَيَظْهَرُ أَنَّ مِثْلَهُ نَبَاتُ بَذْرِهِ وَسَنَابِلُهُ اهـ
Berbisnis tanpa diimbangi dengan tempat yang strategis, rasanya kurang begitu mantab. Kurang lebih begitulah yang dirasakan Raja’i, yang selama kurang lebih setahun menekuni dunia perdagangan. Demi kelancaran bisnisnya itu, akhirnya dia menyewa sebuah tempat yang lumayan setrategis. Dengan tempat yang baru tersebut, Raja’i merasa lega, sebab baru berjalan sebulan saja, dia sudah mendapatkan penghasilan yang diluar dugaan. Apakah tanah toko yang dibeli atau disewa dengan tujuan untuk tempat berdagang termasuk harta dagangan yang wajib untuk dizakati?
Jawab: Tidak wajib zakat. Referensi:
الفقه الإسلامي الجزء 3 صحـ : 223
( أَوَّلاً مَعْنَى عُرُوْضِ التِّجَارَةِ ) الْعُرُوْضُ جَمْعُ عَرَضٍ (بِفَتْحَتَيْنِ) حِطَامُ الدُّنْيَا وَبِسُكُوْنِ الرَّاءِ هِيَ مَا عَدَا النَّقْدَيْنِ (الدَّرَاهِمِ الفِضِّيَّةِ وَالدَّنَانِيْرِ الذَّهَبِيَّةِ) مِنَ اْلأَمْتِعَةِ وَالْعَقَارَاتِ وَأَنْوَاعِ الْحَيَوَانِ وَالزُّرُوْعِ وَالثِّيَابِ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِمَّا أُعِدَّ لِلتِّجَارَةِ وَيَدْخُلُ فِيْهَا عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ الْحُلِيُّ الَّذِي اتُّخِذَ لِلتِّجَارَةِ وَالْعَقَارُ الَّذِيْ يَتَّجِرُ فِيْهِ صَاحِبُهِ بِالْبَيْعِ وَالشِّرَاءِ حُكْمُهُ حُكْمُ السِّلَعِ التِّجَارِيَّةِ وَيُزَكَّى زَكَاةَ عُرُوْضِ التِّجَارَةِ أَمَّا الْعَقَارُ الَّذِيْ يَسْكُنُهُ صَاحِبُهُ أَوْ يَكُوْنُ مَقَرًّا لِعَمَلِهِ كَمَحَلٍ لِلتِّجَارَةِ وَمَكَانٍ لِلصَّنَاعَةِ فَلاَ زَكَاةَ فِيْهِ اهـ
Kamis, 20 Maret 2025
keutamaan Ramadhan 10 Hari Terakhir
Bulan Ramadhan pada 10 hari terakhir ialah hari hari yang begitu indah bagi umat mukmin sebab menjadi hari hari terakhir yang penuh kemuliaan dimana untuk mencapainya lagi harus menunggu hingga 1 tahun ke depannya, tentu sebuah penantian yang panjang dan penuh pertanyaan sebab belum tentu seseorang diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan bulan Ramadhan di tahun berikutnya.
Itulah sebabnya sebagian orang umumnya lebih banyak melakukan amal kebaikan sebab menginginkan kebaikan dan menikmati ramadhan dengan seindah mungkin, apa yang menyebabkan hal tersebut? Alasannya adalah karena terdapat keutamaan yang mulia. Mari simak selengkapnya dalam artikel tausiah berikut, 17 keutamaan ramadhan 10 hari terakhir:
1. Fase Paling Menimbulkan Kerinduan
Di malam malam terakhir bulan ramadhan, yakni pada 10 hari terakhir, tentunya umat mukmin yang sungguh sungguh mencintai bulan Ramadhan akan merasa bahwa bulan yang mulia ini sungguh memberikan ketenangan baginya serta ia akan merasa sedih karena sebentar lagi akan berakhir dan belum tentu bisa bertemu kembali di ramadhan tahun depan sebab ayat tentang kematian dalam islam menjelaskan bahwa mati bisa terjadi kapan saja tanpa ada yang tahu.
Ia akan merindukan Ramadhan dengan dalam dan diungkapkan dengan memperbanyak amal ibadah, sehingga di hari hari tersebut ia semakin dekat dengan Allah dan semakin bertambah cintanya terhadap bulan ramadhan. Allah pun akan memberinya keberkahan dengan menerima amal kebaikannya serta memberinya kebaikan di sepanjang hari selanjutnya sehingga ia menjadi orang yang sukses dunia akherat.
2. Malam Lailatul Qadar
Yang paling ditunggu di 10 hari terakhir di bulan ramadhan tentunya ialah adanya malam yang sangat mulia, yakni malam lailatul qadar yang di dalamnya terdapat banyak keindahan dan kemuliaan. Dan al-Quran diturunkan setelah melewati 24 dari Ramadhan (H.R Ahmad dari Watsilah bin Asqo’, al-Munawi menyatakan bahwa para perawinya terpercaya).
Orang yang menjalankan ramadhan di 10 hari terakhir akan mendapatkan keutamaan bisa menikmati dan bisa berbuat amal kebaikan di malam tersebut hingga hatinya akan terasa tenang dan jauh dari rasa gelisah, ia akan merasakan bahwa bulan ramadhan sungguh sungguh sebuah anugrah dan rezeki bagi siapa saja yang diberi kesempatan untuk melewatinya. doa di malam lailatul qadar dapat dilakukan.
3. Wujud Istiqomah
Mampu melaksanakan ibadah ramadhan hingga 10 hari terakhir adalah bukti istiqomah karena menjalankan ibadah hingga selesai. “Jika engkau mendengar Allah berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, maka pasang pendengaran baik-baik karena padanya pasti terdapat kebaikan yang diperintahkan atau keburukan yang akan dilarang” (riwayat Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliyaa’). keutamaan istiqomah dalam islam penting untuk dijalankan.
4. Masa Pengampunan Dosa
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu,dimana ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda : “Awal bulan Ramadhan adalah Rahmat, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya ‘Itqun Minan Nar (pembebasan dari api neraka).” Keutamaan ramadhan 10 hari terakhir ialah Allah membuka ampunan dosa sehingga mendapat kesempatan untuk bertaubat dan lahir sebagai manusia baru yang bersih. Doa pengampunan dosa dapat dilakukan agar taubat lebih sempurna.
5. Dilindungi dari Hawa Nafsu
Beribadah kepada Allah disertai dengan niat dalam bentuk menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa dari sejak terbit fajar shadiq hingga terbenamnya matahari (asy-Syarhul Mumti’ ala Zaadil Mustaqni’ (6/298)). Mampu menjalani ibadah ramadhan hingga 10 hari terakhir artinya mampu melawan segala godaan seperti godaan untuk sibuk dengan duniawi dan sibuk dengan berlebih lebihan yang tidak bermanfaat.
6. Memiliki Ketaqwaan yang Dalam
… dan bertakwalah kepada Allah agar kalian sukses/ berhasil (Q.S alBaqoroh:189, Ali Imran:130, Ali Imran:200). Melakukan ibadah ramadhan hingga 10 hari terakhir akan mendapat kenikmatan dari Allah berupa rasa taqwa yang lebih dalam karena kesungguhannya dalam beribadah ramadhan sejak pertama hingga selesai.
7. Jalan untuk Bersyukur
Allah menginginkan bagimu kemudahan dan tidak menginginkan kesukaran untukmu. Dan hendaknya kalian sempurnakan bilangannya dan bertakbirlah (mengangungkan kebesaran) Allah sesuai dengan yang Allah berikan petunjuk kepada kalian agar kalian bersyukur (Q.S al-Baqoroh: 185). Orang yang tekun melakukan ibadah ramadhan hingga 10 hari terakhir artinya bersyukur dan memanfaatkan sebaik mungkin dengan menjalankan ibadah secara penuh.
8. Terhindar dari Berlebih Lebihan
Sering kita melihat di akhir ramadhan banyak orang berlebih lebihan dalam menyiapkan lebaran hingga melupakan kewajiban seperti buka puasa bersama dengan alasan silturahmi hingga melupakan shalat dan membeli berbagai baju atau kue hingga berlebihan dan lupa beramal pada orang lain serta melakukan pemborosan. Menjalankan ibadah ramadhan hingga 10 hari terakhir akan menghindarkan dari hal tersebut.
9. Mendapat Petunjuk
…agar kalian bertakwa (Q.S al-Baqoroh:183). Jelas bahwa Allah akan memberikan petunjuk pada orang yang sungguh sungguh beribadah hingga ramadhan 10 hari terakhir karena kesungguhannya, orang itu akan mendapat petunjuk dalam kesehariannya hingga bulan ramadhan telah selesai karena telah sempurna menjalankan perintah Allah.
10. Rangkaian Ibadah Ramadhan Sempurna
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (Q.S al-Baqoroh:183). Melakukan ibadah bulan ramadhan hingga 10 hari terakhir artinya telah melakukan amalan ramadhan yang sempurna dan jika ia tulus karena Allah ia juga akan mendapat pahala yang sempurna.
11. Bertambah Rasa Iman
Setiap perintah dalam al-Quran pasti mengandung kebaikan, kemaslahatan, keberuntungan, manfaat, keindahan, keberkahan. Sedangkan setiap larangan dalam al-Quran pasti mengandung kerugian, kebinasaan, kehancuran, keburukan (disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir (1/200)). Rasa iman pada Allah akan bertambah karena telah menjalani ibadah bulan ramadhan secara lengkap.
12. Mulia di Mata Allah
…sesungguhnya aku bernadzar puasa untuk arRahman (Allah) sehingga aku tidak akan berbicara pada hari ini dengan manusia manapun (Q.S Maryam:26). Orang yang menjalankan ibadah bulan ramadhan hingga 10 hari terakhir tentu mulia di mata Allah karena mampu melawan hawa nafsu nya dan mampu membuktikan kepada Allah untuk mentaati perintahnya dengan ikhlas.
13. Kenikmatan Dekat dengan Allah
jika seseorang sakit sehingga tidak mampu sholat dalam keadaan berdiri, maka pada saat itu ia boleh untuk tidak berpuasa (riwayat Ibnu Jarir atThobary). Allah akan dekat dengan orang yang mendekat padaNya termasuk pada orang yang sungguh sungguh dalam beribadah dengan menjalankan ibadah bulan ramadhan hingga selesai.
14. Berada di Malam Malam Mulia
Sesungguhnya Kami menurunkan (al-Quran) pada Lailatul Qodr (Q.S al-Qodr:1). Malam malam terakhir bulan ramadhan ialah malam yang mulia sebab merupakan malam ramadhan penuh hikmah dan penuh ampunan sehingga ia beruntung karena bisa berada di malam malam tersebut dan mengisinya dengan ibadah yang bermanfaat untuk dunia dan akherat.
15. Mengikuti Teladan Rasul
…sebagaimana diwajibkan kepada umat sebelum kalian…(Q.S al-Baqoroh:183). Rasulullah serta umat mukmin di jaman terdahulu ketika islam belum menyebar secara sempurna dan luas karena banyak musuh yang membenci merasa indah ketika menjalani ramadhan yang mungkin penuh ujian tidak seperti sekarang ini.
Tentu teladan rasul yang diikuti tersebut akan memberikan pahala tersendiri dan mengingatkan untuk bersyukur karena tidak semua orang diberi kesempatan oleh Allah untuk menjalankan ibadah penuh kebahagiaan ini. ia akan menjadi orang yang nanti akan mendapat syafaat ketika di akherat karena melakukan perintah Rasul dengan ikhlas.
16. Mendapat Kemudahan
Ayat ke-184 Surat al-Baqoroh (pada) hari-hari yang tertentu. Barangsiapa yang sakit atau safar, maka mengganti di hari lain. Bagi orang yang mampu, maka ia membayar fidyah memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan (membayar kelebihan), maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
17. Perhitungan Amal
…setiap orang miskin (diberi) setengah sho’ (H.R alBukhari no 1688 pada bab al-Ith’aam fil fidyah nishfu sho’ dan Muslim no 2080). Di ramadhan akhir tentu Allah akan menilai seluruh ibadah yang dilakukan manusia di bulan ramadhan dan semuanya akan mendapat balasan kebaikan sesuai dengan apa yang dilakukannya, sebuah kebahagiaan tersendiri jika selalu berada dalam kondisi beriman hingga di akhir ramadhan hingga seterusnya di akhir usia.
Jelas bahwa keutamaan ramadhan 10 hari terakhir sangatlah banyak, sebagai manusia kita harus berusaha untuk memanfaatkan kesempatan yang diberikan Allah dengan sebaik baiknya yaitu dengan mengisi dengan amal kebaikan dari hari pertama hingga terakhir sebagai wujud syukur dan wajib dilakukan dengan istiqomah agar mendapat pahala dan keberkahan yang lebih besar.
Puasa ramadhan wajib untuk dijalankan sebab dunia hanya sementara dan kita tidak tahu sampai kapan akan tetap berada di dunia untuk mendapatkan kesempatan bertemu dan menjalani ibadah di bulan ramadhan, wajib untuk memahami hal tersebut, jangan berlebih lebihan dalam urusan duniawi atau melakukan kesibukan yang berhubungan dengan duniawi di bulan ramadhan hingga lupa akan kewajiban. Semoga kita menjadi hamba yang selalu memperbaiki diri dan bahagia dunia akherat.
Demikian artikel tausiah kali ini, semoga bisa menjadi tambahan wawasan islami untuk anda dan menjadi motivasi untuk selalu menjadi mukmin yang lebih baik lagi, terima kasih. Semoga bermanfaat
Haid Sebelum Junub
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh, ustadz mau bertanya, ada seorang wanita yang sudah berhubungan suami istri, tapi sebelum ia mandi dia keburu datang bulan atau haid, pertanyaannya apakah ia harus nunggu selesai haid baru mandi wajib, atau boleh mandi wajib dalam keadaan haid..??. Terima kasih
Ada seorang wanita yang melakukan hubungan badan dengan suaminya, belum sempat mandi junub, dia sudah keluar haid, bagaimana cara mandinya..?
Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm mengatakan:
(قَالَ الشَّافِعِيُّ) : إذَا أَصَابَتْ الْمَرْأَةَ جَنَابَةٌ ثُمَّ حَاضَتْ قَبْلَ أَنْ تَغْتَسِلَ مِنْ الْجَنَابَةِ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا غُسْلُ الْجَنَابَةِ وَهِيَ حَائِضٌ؛ لِأَنَّهَا إنَّمَا تَغْتَسِلُ فَتَطْهُرُ بِالْغُسْلِ وَهِيَ لَا تَطْهُرُ بِالْغُسْلِ مِنْ الْجَنَابَةِ وَهِيَ حَائِضٌ فَإِذَا ذَهَبَ الْحَيْضُ عَنْهَا أَجْزَأَهَا غُسْلٌ وَاحِدٌ وَكَذَلِكَ لَوْ احْتَلَمَتْ وَهِيَ حَائِضٌ أَجْزَأَهَا غُسْلٌ وَاحِدٌ لِذَلِكَ كُلِّهِ وَلَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا غُسْلٌ وَإِنْ كَثُرَ احْتِلَامُهَا حَتَّى تَطْهُرَ مِنْ الْحَيْضِ فَتَغْتَسِلَ غُسْلًا وَاحِدًا.
"(Imam Syafi'i berkata) : ketika wanita junub kemudian haid sebelum mandi junub, maka dia tidak ada ketentuan wajib mandi junub dalam keadaaan haid. Karena fungsi mandi itu bisa menyebabkan seseorang menjadi suci, sedangkan dia tidak bisa suci dengan mandi junub disaat haid. Maka ketika haidnya telah selesai, dia cukup untuk mandi satu kali saja. Begitu juga semisal dia mimpi sampai keluar mani, dan dia dalam keadaan haid, maka juga cukup mandi satu kali untuk itu semua. Dan tidak ada ketentuan wajib mandi walaupun dia keluar mani berkali² sampai dia selesai dari haid, kemudian mandi satu kali." (Al-Umm karya Imam Syafi'i, 1/61 cet. Darul Ma'rifah, Beirut). Kesimpulannya:
Jadi walaupun ada dua penyebab mandi wajib, seperti junub dan haid, mandinya cukup sekali saat haid selesai. Mandi satu kali ini boleh niat salah satunya, niat junub saja, atau haid saja. Dan semua hadats besarnya bisa hilang. Atau semisal memutlakkan: "Saya niat mandi untuk menghilangkan hadats besar pada diri saya", juga sudah mencukupi.
Ini sama saja dengan wudhu, semisal wudhu sebab hadats kecil bersentuhan ajnabi, sebab keluar angin, sebab kencing, maka wudhunya cukup sekali, dan niatnya "Saya wudhu untuk menghilangkan hadats kecil" juga sah.
Wallahu ta'ala a'lam semoga bermanfaat.