KISAH, AJARAN, DAN LOKASI
MAKAM
Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh penting dalam Wali Songo, penyebar agama Islam di tanah Jawa. Beliau dikenal sebagai sosok yang bijaksana, menggunakan pendekatan budaya Jawa seperti wayang, gamelan, dan tembang untuk menyampaikan ajaran Islam. Dengan metode dakwah yang halus, Islam bisa diterima masyarakat tanpa konflik.
Artikel ini akan membahas secara lengkap kisah hidup, ajaran, hingga lokasi makam Sunan Kalijaga yang dipercaya masyarakat hingga saat ini.
Asal Usul Sunan Kalijaga
Nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Said, putra dari Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban. Pada masa mudanya, Raden Said dikenal sebagai pemberani, bahkan pernah dijuluki “perampok budiman” karena merampas harta orang kaya untuk dibagikan kepada fakir miskin.
Perjalanan hidupnya berubah total ketika bertemu Sunan Bonang. Dari situlah ia mendapat bimbingan rohani, meninggalkan kehidupan lama, dan memilih jalan dakwah.
Julukan Kalijaga diyakini berasal dari kebiasaannya bersemedi di tepi kali (sungai) untuk bertafakur, sehingga disebut sang penjaga kali.
Kisah Perjalanan Dakwah Sunan Kalijaga
Setelah berguru kepada Sunan Bonang, beliau mulai menyebarkan Islam dengan cara yang unik:
- Menggunakan wayang kulit untuk menyampaikan kisah para nabi dan nilai-nilai Islam.
- Memainkan gamelan dan tembang Jawa untuk mengajarkan tauhid serta akhlak.
- Menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam tradisi Jawa, seperti sekaten dan grebeg.
Metode ini sangat efektif, karena masyarakat Jawa saat itu masih kuat dengan tradisi Hindu-Buddha. Dengan pendekatan budaya, Islam bisa diterima tanpa paksaan.
Ajaran Sunan Kalijaga yang Terkenal
Beberapa ajaran beliau yang hingga kini masih relevan:
1. Menghargai budaya lokal, Islam tidak menghapus adat, tapi menyaring yang baik dan meluruskan yang salah.
2. Kesederhanaan hidup, beliau mengajarkan untuk hidup selaras dengan alam dan tidak berlebihan.
3. Amalan wirid sederhana, dzikir, shalawat, dan doa yang bisa diamalkan semua kalangan.
4. Filosofi keseimbangan, manusia harus menjaga hubungan dengan Allah, sesama manusia, dan alam sekitar.
Lokasi Makam Sunan Kalijaga
Ada beberapa lokasi yang diyakini sebagai makam beliau:
1. Kadilangu, Demak (Jawa Tengah)
→ Makam ini paling populer dan ramai diziarahi setiap harinya.
![]() |
Makam sunan Kalijaga, Kadilangu, Demak Jawa Tengah |
2. Cirebon
→ Diyakini sebagai salah satu tempat persinggahan beliau, meski tidak sebesar Kadilangu.
![]() |
Petilasan Sunan Kalijaga, Cirebon Jawa barat |
![]() |
Situs Taman Kera dan Petilasan Sunan Kalijaga di Cirebon Jawa Barat |
3. Moroteko, Tuban (tengah sawah)
→ Menurut cerita, almarhum Gus Dur pernah menyebut adanya makam Sunan Kalijaga di daerah Moroteko, yang berada di tengah persawahan.
![]() |
KH Abdurrahman Wahid (Gusdur) |
Makam Sunan Kalijaga Moroteko atau Raden Sahid Moroteko di Dusun Soko, Desa Medalem, Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban pernah dikunjungi mantan presiden RI Almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gusdur) di Tuban, 1999.
Makam kanjeng Sunan Kalijaga ini terletak di ujung selatan atau kurang lebih 65 pusat kota pemerintahan Tuban. Keberadaan makam mulai dikenal kalangan masyarakat pasca Gus Dur menafsirkan untuk menjadikan Indonesia aman dalam batin berziarah ke sebuah makam Kanjeng Sunan Kalijaga yang terletak di Desa Medalem, Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban.
"Lewat riyadh tsauri tepatnya 17 Ramadhan Januari 1999 sebelum sidang tahun MPR pemilihan Presiden RI. Gus Dur ziarah bersama rombongan dan menuturkan ke warga desa Medalem kalau di Kadilangu kantor kanjeng sunan dan di sini makam ploso 9 (Senori ini makam sunan Kalijaga. Tapi Wallahu a’lam,” papar juru kunci makam Ali Imron, Senin (7/2/2022) saat ditemui di kompleks makam Raden Said Moroteko.
Dia melanjutkan kisahnya itu, saat Gus Dur berziarah pada Oktober 1999. Setelah selang beberapa bulan almarhum KH. Abdurrahman Wahid terpilih menjadi presiden RI. Alhasil, makam Raden Said di Dusun Soko mulai dikunjungi peziarah dari luar kota. Di 1999 silam secara tak langsung dibuka Gus Dur. Kemudian warga mulai membentuk struktur kepengurusan juru kunci makam, ditandai adanya haul pertama di 2000 yang jatuh setiap hari Jumat legi atau 10 bulan syuro.
“Setelah haul gurunya Sunan Bonang Tuban, baru haul Raden Said biasanya Jumat Legi 10 Syuro dan peziarah mulai ramai untuk ziarah,” imbuhnya.
Salah satu peziarah asal Kota Tayu, Pati, Jawa Tengah, Arifin mengatakan, alasannya berziarah ke makam ploso menurut kisah kalau disini Medalem makam Sunan Kalijaga. Akhirnya, setiap singgah di kota Tuban, ia mengakui sempatkan berziarah di makam tersebut.
“Alkisah, kalau kadilangu kantor dan di sini tempat istirahatnya jadi saya sering tawasul ke sini,” tuturnya.
Saat penelusuran tak jauh dari lokasi makam Raden Said atau Kanjeng Sunan Kalijaga bersama tokoh masyarakat atau juru kunci untuk meninjau kompleks pemakaman, di area lokasi makam juga berdirinya pohon ploso sembilan.
“Awalnya pohon ploso sini berjumlah sembilan mengelilingi dan mengerucut menghadap ke kiblat/barat dan karomah Gus Dur menjadikan kompleks makam mulai berpesan untuk tetap di rawat," sambung juru kunci Ali Imron
Pria paruh baya Ali Imron menambahkan sebelum diresmikan Gus Dur keberadaan makam sudah ditemukan dan dirawat warga setempat bernama Mulyadi. Mulyadi merupakan orang asli Medalem terpandang dan terkaya di sektor pertanian. Tak jarang aktivitas setiap hari di tegalan atau persawahan tak jauh dari tempat semak belukar pepohonan ploso 9, yang kini menjadi kompleks makam Raden Said Moroteko.
Bermula dari situlah tiap malam Mulyadi sering didatangi seseorang berpakaian serba hitam berparas tampan untuk meminta meruwat area pemakaman. "Orang misterius itu berpesan agar merawat makam yang berada di semak belukar dikelilingi pohon ploso. Keesokan harinya, Mulyadi mencari makam dimaksud dan ternyata benar ada makam di bawah pohon ploso,” kata Imron yang juga keponakan Mulyadi.
Ploso Sembilan Menghadap Kiblat Persegi Delapan
Letak makam di area persilan nampak jelas pepohonan ploso mengarah ke penjuru kiblat berjejeran seperti segi delapan mengelilingi Makam kanjeng Sunan Kalijaga dengan diantara satu pohon mengerucut di depan menghadap kiblat.
Keberadaan pohon-pohon ploso tersebut membuat desiran semilir angin sepoi-sepoi menjadikan nyaman bagi siapa saja datang untuk ziarah makam. Sehingga sebagian warga sekitar menyebutnya kompleks makam Ploso.
Data dihimpun di lokasi area pemakaman makam Ploso di dalam kompleks makam juga terdapat makam Dewi Syaroh/istri Sunan Kalijaga serta makam aulia lain yakni makam Syekh Badawi (Solo, Jawa Tengah), makam Abdurrahman atau Jati Suoro saudara Jati Kusumo (mbah Janjang, Blora), makam Abdul Aziz Abdul Basith (saudara Mbah Jabbar, Nglirip, Singgahan), Mpu Supo adik Sunan Kalijaga, Patih Wono Salam dan Abdul Qodir (putra Raden Patah), Raden Semangun (senopati Banyuwangi), dan makam adik sunan Kalijogo Nyai Dembogo atau Roso Wulan yang makamnya 1 km dari kompleks Sunan Kalijaga.
Pemerintah Desa Medalem Akan Jadikan Makam Sunan Kalijaga sebagai Wisata Religi
Kepala Desa Medalem Jauharul Eksan saat meninjau potensi wisata religi mengatakan, tahun ini pemerintah desa akan menganggarkan DD/ADD TA 2022 untuk pembangunan sarana dan prasarana di kompleks makam Sunan Kalijaga.
“Setelah adanya reorganisasi kepengurusan juru kunci makam dan lewat musdes. Insya Allah 2022 dianggarkan untuk pengembangan sarana dan prasarana kompleks makam,” kata Eksan sapaan pendeknya.
Senada, Camat Suwasis juga sangat mendukung penuh penyerapan anggaran untuk pembangunan komplek makam. Apalagi dikembangkan menjadi potensi wisata religi yang pada koridornya juga menambah PADes dan pemberdayaan ekonomi desa.
“Kami kira potensi wisata religi juga cocok untuk Desa Medalem. Sebab sejarah panjang dan keberadaan makam aulia di makam sini juga pernah di datangi presiden ke-4 yakni almarhum KH Abdurrahman Wahid/Gusdur,” tutupnya.
Warisan Sunan Kalijaga
Beberapa peninggalan dakwah beliau yang masih ada hingga sekarang:
1. Tembang Lir Ilir yang sarat makna Islami.
2. Tradisi Sekaten di Keraton Yogyakarta dan Surakarta.
3. Wayang kulit dengan pesan moral Islami.
Sunan Kalijaga adalah teladan ulama yang menyebarkan Islam dengan penuh kearifan. Beliau menunjukkan bahwa dakwah tidak harus keras, melainkan bisa dilakukan dengan budaya, seni, dan kearifan lokal. Tidak heran jika makamnya selalu ramai diziarahi, dan namanya harum hingga kini.
0 comments:
Posting Komentar