Minggu, 17 Desember 2023

Islam Melarang Bunuh Diri, Pelakunya Kekal di Neraka

Islam Melarang Bunuh Diri, Pelakunya Kekal di Neraka
Bunuh Diri Dosa Besar
Setiap orang yang hidup di dunia sudah barang tentu akan mengalami masalah dalam kehidupannya. Ada yang ringan ada pula yang berat. Yang menjadi persoalan adalah ketika manusia menghadapi suatu masalah yang dianggapnya berat sehingga acapkali merasa tidak kuat memikul beban tersebut. Akhirnya mengambil tindakan keliru dengan cara bunuh diri karena menganggap bunuh diri sebagai solusi terbaik untuk melepaskan impitan masalah yang menimpanya.

Tindakan bunuh diri jelas tidak dengan serta merta menyelesaikan masalah. Dalam pandangan Islam tindakan tersebut adalah tindakan yang diharamkan dan masuk kategori dosa besar. Logika sederhana pelarangan ini adalah bahwa nyawa adalah milik Allah sehingga kita tidak memiliki hak apapun atas nyawa.

Sedangkan dosa orang yang melakukan bunuh diri lebih besar dibandingkan membunuh orang lain, sebagaimana yang dipahami dari keterangan yang terdapat dalam kitab Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah.
  إِنَّ مَنْ قَتَل نَفْسَهُ كَانَ إِثْمُهُ أَكْثَرَ مِمَّنْ قَتَل غَيْرَهُ
Artinya: Sungguh orang yang melakukan bunuh diri dosanya lebih besar dibanding orang yang membunuh orang lain. (Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Darus Salasil, juz III, halaman 239).
 
Kekal di Neraka?
Lantas jika dosa membunuh orang lain dikategorikan sebagai dosa besar, sedangkan dosa membunuh diri sendiri dianggap lebih besar lagi, apakah orang yang mati bunuh diri akan kekal di neraka?  Untuk menjawab pertanyaan ini, maka perhatikan salah satu hadits Nabi saw riwayat Muslim berikut ini. 

 مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ شَرِبَ سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
Artinya: Barang siapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka Jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya. Barang siapa yang bunuh diri dengan cara meminum racun maka ia akan selalu menghirupnya di neraka jahannam dan ia kekal di dalamnya. Barang siapa yang bunuh diri dengan cara terjun dari atas gunung, maka ia akan selalu terjun ke neraka jahanam dan dia kekal di dalamnya. (HR Muslim).
 
Secara tekstualis hadits di atas jelas menyatakan bahwa orang yang mati karena melakukan bunuh diri akan masuk neraka dan kekal di dalamnya. Hal ini sebagai balasan atas tindakan bodohnya. Tetapi apakah maksud hadits ini sesuai dengan makna tersuratnya atau tekstualisnya? Muhyiddin Syaraf An-Nawawi dalam kitab Syarah Muslim-nya menghadirkan beberapa pandangan yang mencoba untuk menjelaskan maksud dari sabda Rasulullah SAW tentang kekekalan di neraka bagi orang mati karena bunuh diri.
 
1. Bahwa maksud dari ia (orang yang mati karena bunuh diri) kekal di dalam neraka adalah apabila ia menganggap bahwa melakukan tindakan bunuh diri tersebut adalah halal padahal ia tahu bahwa bunuh diri itu adalah haram. Karena itu maka tindakan menganggap halal bunuh diri menyebabkan ia menjadi kafir. 
 وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَهُوَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا فَقِيلَ فِيهِ أَقْوَالُ أَحَدِهَا أَنَّهُ مَحْمُولٌ عَلَى مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مُسْتَحِلًّا مَعَ عِلْمِهِ بِالتَّحْرِيمِ فَهَذَا كَافِرٌ وَهَذِهِ عُقُوبَتُهُ
Artinya: Adapun sabda Rasulullah SAW; Maka ia kekal selama-lamanya di dalam neraka jahanam’, maka dalam hal ini dikatakan ada beberapa pandangan. Pertama, sabda ini mesti dipahami dalam konteks orang yang mati karena bunuh diri dan menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah halal padahal ia tahu bahwa bunuh diri itu haram. Maka hal ini menjadikannya kafir dan kekal di dalam neraka sebagai siksaan baginya (karena melakukan tindakan bunuh diri). (Lihat: Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Beirut, Daru Ihya`it Turats Al-‘Arabiy, cet ke-2, 1392, juz II, halaman: 125).
 
2. Yang dimaksud dengan kekal di dalam neraka adalah ia menghuni neraka dalam waktu yang cukup lama dan panjang. Pandangan ini mengandaikan bahwa ia kekal di neraka bukan diartikan secara hakiki sebagai kekal selamanya di neraka, tetapi dalam pengertian yang bersifat majazi. Hal ini seperti pernyataan, ‘khalladallahu mulkas sulthan’, (Semoga Allah kekalkan kekuasaan sultan). 

 وَالثَّانِىُّ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْخُلُودِ طُولُ الْمُدَّةِ وَالْاِقَامَةُ الْمُتَطَاوَلَةُ لَا حَقِيقَةَ الدَّوَامِ كَمَا يُقَالُ خَلَّدَ اللهُ مُلْكَ السُّلْطَانِ
Artinya: Kedua, apa yang dimaksud dengan kekal di dalam neraka adalah durasi waktu menetap di dalam neraka, bukan kekal dalam arti sesungguhnya, sebagaimana dikatakan ‘khalladallahu mulkas sulthan’ (Semoga Allah kekalkan kekuasaan sultan). (Lihat Muhyiddin Syaraf Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj, juz II, halaman 125).
 
3. Kekekalan di dalam neraka adalah sebagai balasan bagi orang yang mati karena bunuh diri, tetapi Allah SWT bermurah hati sehingga kemudian memberi tahu bahwa orang yang mati dalam keadaan sebagai Muslim tidak kekal di dalam neraka. 

 وَالثَّالِثُ أَنَّ هَذَا جَزَاؤُهُ وَلَكِنْ تَكَرَّم سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَأَخْبَرَ أَنَّهُ لَا يَخْلُدُ فِى النَّارِ مَنْ مَاتَ مُسْلِمًا
Artinya: Ketiga, bahwa kekekalan di dalam neraka adalah balasan atas perbuatannya, akan tetapi Allah SWT bermurah hati sehingga kemudian Dia mengabarkan bahwa sesungguhnya orang yang mati dalam keadaan sebagai Muslim tidak kekal di dalam neraka,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj, juz II, halaman 125).
 
Dari ketiga pandangan tersebut, maka selama orang yang bunuh diri tersebut masih sebagai orang Muslim maka ia tidak kekal di neraka, tetapi kendati demikian ia akan mendekam dalam neraka dalam waktu yang sangat panjang. Lain halnya, apabila ia melakukan bunuh dirinya karena menghalalkannya padahal ia tahu bahwa hal itu diharamkan maka ia kekal di dalam neraka. Sebab, konsekuensi dari menghalalkan yang haram (bunuh diri) menyebabkan ia menjadi kafir sebagaimana yang dipahami dari pandangan pertama yang dihadirkan oleh An-Nawawi di atas.

Di luar penjelasan di atas, semoga kita dan keluarga senantiasa dijauhkan dari melakukan bunuh diri. Bahwa memang manusia akan selalu berhadapan dengan aneka masalah hidup, akan tetapi penyelesaian beragam problem itu bukan dengan mengakhiri hidup lewat bunuh diri. Tentu masih banyak solusi terbaik yang bisa dipilih agar bisa keluar dari masalah yang tengah dihadapi. Wallahu a'lam.

0 komentar:

Posting Komentar